Mohon tunggu...
Humaniora

Mengalah Bukan Berarti Kalah, Satu dalam Perbedaan

15 November 2017   19:42 Diperbarui: 15 November 2017   19:54 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini kita hidup di mana situasi dan kondisi Indonesia sedang memanas. Entah bagaimana caranya, keadaan saat ini membawa kehidupan sehari-hari menjadi ikut memanas juga, dalam hal SARA terutama. Banyak sekali kaum-kaum yang memicu perpecahan yang sebenarnya sudah susah-susah diperjuangkan oleh The Founding Fathers pada jaman penjajahan. Konyol bila dipikir, mengapa pada masa yang seharusnya sudah damai dengan adanya perlindungan HAM, undang-undang yang melindungi hak setiap orang, masih saja ada berbagai permasalahan hanya karena kurang terbukanya pemikiran sekelompok orang?

Sedikit kilas balik, kita tahu bahwa pada masa persiapan kemerdekaan Indonesia, tokoh-tokoh seperti Ir. Soekarno dan Moh. Hatta adalah sedikit dari The Founding Fathers lainnya yang memegang peran penting dalam kemerdekaan. Bahkan, dalam merumuskan dasar negara, yang jadi dasar bukanlah ras atau satu jenis agama, namun rasa kemanusiaan. Mengutamakan kemerdekaan di atas kepentingan pribadi atau golongan adalah pengorbanan yang paling besar saat itu. Ironis, berarti pemikiran Indonesia pada masa 1945 jauh lebih maju daripada Indonesia masa 2017 yang bisa dibilang terlalu sempit.

Lalu mengapa kita tidak bisa menyikapi masalah perbedaan ini? Mungkin bukan saya atau pembaca secara individu, tapi kita dalam arti universal. Kita, Indonesia.

Permasalahannya adalah, banyak orang selalu berpikir untuk membalas. Banyak orang berpikir untuk mencari cara agar harga dirinya tidak terinjak-injak. Banyak orang yang terlalu mudah diprovokasi, lalu mencari gara-gara dengan sesamanya manusia yang sama-sama punya otak dan hati, hanya beda warna kulit saja. Mencari gara-gara dengan sesamanya manusia yang menghirup udara yang sama, hanya beda tempat berdoa. Mengapa kaum provokator ini tidak melihat sesamanya sebagai manusia saja, sesederhana itu?

Dari para Founding Fathers kita bisa belajar, bahwa Indonesia pernah begitu solider dalam menghargai satu sama lain hanya dengan mengalah. Mengalah tidak memaksakan Pancasila pada sila yang pertama. Mengalah tidak memaksakan kepentingan banyak orang dengan melupakan minoritas. Dan buktinya, mengalah memang bukan berarti kalah, bukan?

So, sebagai warga Indonesia yang bijaksana dan berpemikiran terbuka, mari kita mulai dari diri sendiri untuk tidak menebar isu yang tidak pantas yang mengarah pada perpecahan negara yang sudah susah-susah diperjuangkan ini!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun