3. Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
4. Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.
5. Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
Pelaku KDP Dapat Terjerat Hukum
Puan, kekerasan dalam pacaran bukanlah kasus personal yang hanya dapat diselesaikan secara pribadi. Apabila puan mendapat bentuk kekerasan yang telah disebutkan serta ingin menjerat secara hukum pelaku yaitu mantan pasangan.
Tentu, hal itu dapat diupayakan meskipun belum diatur secara khusus untuk menetapkan dasar hukum. KDP masih berbentuk delik aduan, yang artinya bisa dituntut apabila ada aduan dari orang yang dirugikan. (Jurnal Koran Tempo, 2022).
Ada beberapa pertimbangan ketika ingin mengajukan kasus tersebut, usahakan puan memiliki support system sehingga mendapat dukungan dan pendampingan yang diperlukan untuk menguatkan diri secara psikologis dan keamanan---terutama dari kemungkinan ancaman pelaku.
Dukungan itu dapat berasal dari keluarga, teman dekat, guru hingga lembaga bantuan hukum (LBH) ini dibutuhkan untuk menyiapkan substansi laporan, termasuk kronologi kejadian ketika berhadapan dengan polisi karena sebagian aparat penegak hukum memandang KDP sebagai urusan personal dan bias gender.
Menelisik Hukum Bagi Pelaku
KDP masih berupa delik aduan, tentu akan dihukum sesuai aduan korban sehingga banyak pasal yang dapat disesuaikan untuk menjerat pelaku.
Kekerasan yang dimaksud, dapat berupa :
Penganiayaan.
Dalam KUHP, pasal 351 ayat 4 disebutkan bahwa penganiayaan disamakan dengan "sengaja merusak kesehatan orang".
Penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP ini dinamakan "penganiayaan biasa" dengan ancaman hukuman paling lama 2 tahun penjara.