A. Pendahuluan
Buku Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in Indonesia karya Edward Aspinall dan Ward Berenschot merupakan salah satu kajian penting tentang dinamika demokrasi di Indonesia. Buku ini mengupas praktik clientelism atau hubungan patron-klien yang telah menjadi ciri khas dalam sistem politik Indonesia.
 Penulis menunjukkan bagaimana demokrasi, yang seharusnya menjadi wadah partisipasi rakyat secara egaliter, telah dibajak oleh praktik-praktik transaksional.
Buku ini tidak hanya menjadi kritik terhadap demokrasi elektoral Indonesia tetapi juga menjadi refleksi global terhadap bagaimana sistem politik di negara berkembang sering kali terjebak dalam logika patronase.
B. Demokrasi dan Clientelism: Hubungan yang Simbiosis
1. Pengertian Clientelism
Clientelism adalah sistem di mana pemimpin atau elite politik memberikan sumber daya (seperti uang, pekerjaan, atau fasilitas publik) kepada individu atau kelompok tertentu dengan imbalan dukungan politik, terutama dalam pemilu. Dalam konteks Indonesia, clientelism tidak hanya terjadi dalam skala lokal, tetapi juga melibatkan aktor politik di tingkat nasional.
2. Clientelism dalam Pemilu Indonesia
Aspinall dan Berenschot menyoroti bagaimana pemilu di Indonesia sering kali diwarnai oleh pembelian suara (vote buying), distribusi patronase, dan pengaruh aktor ekonomi yang mendanai kampanye politik. Hal ini menjadikan pemilu sebagai ajang transaksi antara kandidat dan pemilih, alih-alih sebagai proses kompetisi ide atau kebijakan.
Contohnya, kandidat sering menggunakan dana kampanye untuk memberikan bantuan langsung, seperti sembako, uang tunai, atau pembangunan fasilitas publik, demi meraih dukungan. Praktik ini tidak hanya mencerminkan budaya politik transaksional tetapi juga menunjukkan lemahnya institusi demokrasi dalam mendorong akuntabilitas.
C. Pengaruh Ekonomi dan Struktur Kekuasaan
1. Oligarki dan Pengaruhnya dalam Clientelism
Penulis menekankan bahwa demokrasi Indonesia dipengaruhi oleh oligarki, yaitu kekuasaan segelintir elite yang memiliki akses besar terhadap sumber daya ekonomi. Para oligarki inilah yang sering kali mendanai kandidat untuk menciptakan jejaring patronase. Sebagai imbalan, kandidat yang menang akan memberikan konsesi politik dan ekonomi kepada para penyandang dana ini, seperti izin tambang atau kontrak pemerintah.
2. Peran Birokrasi dalam Clientelism
Selain oligarki, Aspinall dan Berenschot juga membahas bagaimana birokrasi di Indonesia sering kali dimanfaatkan oleh kandidat untuk kepentingan elektoral. Birokrasi digunakan sebagai alat untuk memobilisasi dukungan melalui penyalahgunaan program pemerintah atau fasilitas negara. Dengan kata lain, batas antara negara dan kepentingan politik menjadi kabur.
D. Implikasi terhadap Demokrasi di Indonesia
Erosi Akuntabilitas
Demokrasi yang seharusnya berfungsi untuk menyeimbangkan kekuasaan rakyat menjadi kehilangan makna. Kandidat tidak perlu bertanggung jawab atas janji politik karena pemilih lebih memilih manfaat langsung yang diterima daripada kebijakan jangka panjang.
Kesenjangan Sosial
Clientelism memperkuat kesenjangan sosial karena hanya kelompok tertentu yang menerima manfaat dari patronase, sementara kelompok lain, terutama yang berada di luar jaringan politik, tetap terpinggirkan.
Korupsi yang Sistemik
Karena biaya politik yang tinggi untuk mendanai praktik vote buying dan patronase, kandidat sering kali terjebak dalam korupsi untuk mengembalikan modal politik mereka. Hal ini menciptakan lingkaran setan antara politik transaksional dan korupsi sistemik.
E. Rekomendasi dari Penulis
Aspinall dan Berenschot mengusulkan beberapa langkah untuk meminimalisir dampak buruk clientelism terhadap demokrasi Indonesia:
Meningkatkan Transparansi dalam Pendanaan Kampanye, dengan mewajibkan kandidat melaporkan sumber dana kampanye, pengaruh oligarki dan patronase dapat diminimalkan.
Peningkatan Pendidikan Politik, masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya kebijakan jangka panjang dibandingkan keuntungan langsung.
Reformasi Sistem Pemilu, penulis menyarankan agar sistem pemilu lebih menekankan akuntabilitas dan transparansi, seperti melalui pemilihan berbasis partai daripada individu, yang dapat mengurangi biaya politik tinggi.
F. Kesimpulan
Democracy for Sale menggambarkan bagaimana demokrasi Indonesia menghadapi tantangan besar berupa clientelism dan dominasi oligarki. Buku ini menawarkan pandangan mendalam tentang mengapa demokrasi tidak selalu menghasilkan pemerintahan yang adil dan berpihak kepada rakyat. Dengan pendekatan berbasis data dan wawancara lapangan, Aspinall dan Berenschot memberikan kontribusi penting bagi kajian politik Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Sebagai refleksi, buku ini mengingatkan bahwa reformasi politik harus terus diperjuangkan agar demokrasi Indonesia benar-benar menjadi alat untuk mencapai keadilan sosial, bukan sekadar alat transaksi bagi elite politik.
Referensi
- Aspinall, Edward, and Ward Berenschot. Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press, 2019.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI