Budha merupakan gelar kehormatan kepada seseorang yang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna, sadar akan hal- hal spiritual, hidupnya menjadi contoh bagi orang lain, karena ia bersih dari kotoran- kotoran batin (dosa dan lobba), seperti kebencian dan keserakahan.
Siddhartha Gautama merupakan salah satu orang yang mendapat gelar budha. Ia merupakan seorang budha yang ke-28 sekaligus pendiri agama budha yang kita kenal sekarang ini. Selain mendapat gelar budha, Siddhartha juga telah mendapatkan gelar bhagava (orang yang menjad sendiri tanpa guru yang mengajar sebelumnya), Sakya-muni (pertapa dari suku Sakya), Sakya-sumha (singa dari suku sakya), Sugata (orang yang datang dengan selamat), Svarta dan Sidha (orang yang terkabul semua permintaanya) dan Thatagata (orang yang baru datang).[1]
Ajaran-ajaran Siddharta Gautama tertulis dalam kitab Tri Pitaka. Kitab ini pertama kali ditulis dalam bahasa Pali, namun seiring perjalanan waktu, kitab ini kembali diterjemahkan ke dalam bahasa Sansekerta dan bahasa dunia lainnya. Intisari dari ajaran Siddharta Gautama secara ringkas tertuang dalam kitab Dhammapada 183. Dimana di dalam kitab tersebut tertulis ajaran untuk, "jangan berbuat jahat, tambahkanlah kebaikan dan sucikan pikiran karena inilah ajaran para budha". Apa yang Siddharta ajarkan ini disebut sebagai Dharma dan Winaya (berasal dari bahasa Pali, untuk menunjukkan aturan para biksu).
Ajaran- ajaran Siddharta Gautama juga merupakan cara hidup (the way of life) untuk mencapai budha. Ajaran yang digunakan untuk kehidupan sehari hari dan saat ini juga bukan sebagai ajaran sesudah kematian (life after dead). Jika tidak menjalaninya maka tidak akan mendapat gelar budha dan akan mendapatkan penderitaan (dukkha). Hal ini disebabkan oleh karma. "O bhikkhu, kehendak (diliputi oleh keserakahan, kebencian dan kebodohan batin) untuk berbuat itulah kunamakan karma. Sesudah berkehendak seseorang akan berbuat dengan badan jasmani, perkataan atau pikiran".[2]Â
Maka dari itu, kesimpulan dari ajaran Siddharta Gautama ialah kehidupan akan berjalan dengan baik apabila dijalankan dengan baik juga, namun jika tidak sesuai (buruk) maka akan mendpatkan dukkha (karma). "Sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya, pembuat kebaikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan juga. Benih apapun yang ditabur, engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".[3]
Daftar Pustaka
Seymour H. Fersh, The Story of India, (New York: Van Notrand Reinhold LTd, 1970) 64-65
Upa. Sasanasena Seng Hansen, Ikhtisar jaran Budha, (Yogyakarta: Vidyasena Production, 2008). 14
Upa. Sasanasena Seng Hansen, Ikhtisar jaran Budha, (Yogyakarta: Vidyasena Production, 2008). 14
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H