Saffron terdengar kurang familiar di telinga saya ketika berbicara tentang rempah-rempah. Meskipun memang saya tergolong hanya sebagai pengguna rempah-rempah sederhana apabila sedang berkutat di dapur, akan tetapi sedikit banyak saya mungkin akan sering mendengar nama rempah-rempah unik lainnya, seperti kayu manis, asam kandis, maupun jeruk purut. Jadi, seperti apa dan dari mana asal rempah yang konon kabarnya termahal di dunia yang harganya ada yang mematok sebesar 140 juta perkilo ini?
Saffron hanya ditemukan di beberapa wilayah Timur Tengah, Iran, India, dan Spanyol. Ada salah satu penjual saffron di dalam negeri yang mengatakan kalau saffron yang dijualnya berasal dari temannya yang berada di Kashmir.
Saffron atau kuma-kuma sebenarnya merupakan putik dari bunga Crocus Sativus (bunga pacar). Tangkai putik yang mongering inilah yang kemudian kita kenal sebagai rempah-rempah dan bahan pewarna.
Kenapa begitu mahal? Ya, karena dari putik itulah sehingga untuk memperoleh 1 pon saffron saja dibutuhkan lebih kurang sebanyak 170ribu bunga yang mekarnya sekitar akhir bulan September sampai awal Desember. Dan waktu panennya pun disarankan di waktu pagi hari karena sinar matahari bisa mengubah kandungan dari saffron tersebut.
Saffron juga bisa digunakan sebagai pewarna makanan. Jadi, meskipun warna saffron adalah merah akan tetapi warna yang dihasilkan dari rendaman saffron adalah kuning keemasan. Saffron mengandung zat, seperti picrocrocin, crocin, dan safranal yang dalam jumlah tertentu bisa membuat tubuh menghasilkan hormon yang membuat bahagia, bahkan bisa mengurangi gejala beberapa penyakit.
Manfaat dari saffron itu sendiri secara spesifik, antara lain: dapat meredakan depresi, mengurangi berat badan karena dapat menekan rasa lapar, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mengurangi kram saat menstruasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H