By : El Roi Israel Sipahelut
Dalam Kehidupan sehari-hari tidak ada manusia yang tidak pernah sakit. Ada yang sakitnya hanya sakit ringan sehingga tidak diobatipun penyakitnya telah sembuh sendiri, akan tetapi ada pula yang sakitnya adalah sakit berat sehingga membutuhkan perawatan khusus untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi mewujudkan hidup yang sehat. Pasal 47 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kegiatan. Pelayanan kesehatan prefentif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan pasien dalam kondisi semula .
Pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang intensif. Dokter dianggap sebagai pribadi yang akan dapat menolongnya karena kemampuannya secara ilmiah sehingga peranan dokter dalam melakukan tindakan medis seolah-olah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan peranan yang lebih tinggi daripada pasien.
Dokter adalah orang yang mempunyai keahlian profesional sebagai pemberi jasa, di pihak lain pasien orang yang memerlukan bantuan jasa profesi dokter sebagai penerima jasa pelayanan. Hubungan kedua belah pihak tersebut dimulai pada saat pertama kali pasien datang ke kamar praktik dokter dengan membawa keluhan sakit pada dirinya. Setelah mendengar keluhan sakit dari pasien maka timbul inisiatif dokter untuk melakukan tindakan tertentu yang bertujuan untuk menyembuhkan pasien1
Kedudukan hukum para pihak dalam tindakan medis adalah seimbang sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Dokter bertanggungjawab selaku profesional di bidang medis yang memiliki ciri tindakan medis berupa pemberian bantuan atau pertolongan yang seharusnya selalu berupaya meningkatkan keahlian dan ketrampilannya melalui penelitian.
___________________
1Cst. Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm.234
Pasien bertanggung jawab atas kebenaran informasi yang ia berikan kepada dokter dan membayar biaya administrasi pengobatan. Pasien di dalam mendapatkan pelayanan kesehatan sering kali pasien hanya mengikuti kata dokter sehingga pasien berada pada posisi yang lemah. Hubungan dokter dengan pasien tidaklah seimbang, dokter sebagai orang yang mempunyai ilmu tentang kesehatan, semua perkataan dan perintahnya akan diikuti oleh pasien sedangkan hak pasien kadang terabaikan.
Tindakan dokter secara umum hanyalah menyangkut kewajiban untuk mencapai tujuan tertentu yang didasarkan pada standar profesi medis (inspaningsverbintennis). Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesional dan menghormati hak pasien. Kewajiban dokter untuk memberikan informed consent kepada pasien sebenarnya tidak terlepas dari kewajiban dokter untuk memperoleh atau mendapatkan informasi yang benar dari pasien. Hubungan antara dokter, pasien, dan rumah sakit yang ditentukan pada kode etik di samping menimbulkan hubungan medis, juga berakibat pada hubungan hukum pelayanan kesehatan kesehatan melibatkan beberapa tenaga kesehatan di dalamnya.
Pelayanan kesehatan merupakan suatu komoditas jasa yang mempunyai sifat-sifat khusus dan tidak sama dengan industri jasa lainnya, seperti jasa angkutan, jasa telekomonikasi, dan jasa perbankan. Konsumen yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan biasanya dalam kondisi sakit, prihatin, panik, dan tegang dalam ketidakpastian, ini artinya konsumen menghadapi unsur keterpaksaan.2
Kalangan penyandang profesi medik/kesehatan melakukan tindakan/perbuatan terhadap pasien berupa upaya yang belum tentu keberhasilannya, karena transaksi terapeutik hakikatnya merupakan transaksi para pihak, yaitu dokter dan pasien, untuk mencari terapi yang paling tepat oleh dokter dalam upaya menyembuhkan penyakit pasien. Hubungan transaksi terapeutik ini dinamakan inspanningsverbintenis dan bukan resultaatverbintenis sebagaimana persepsi pasienyang menilai dari hasil. Pasien juga tidak pernah mempunyai pikiran bahwa apa pun tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh dokter dan/atau tenaga kesehatan lainnya itu sudah didasarkan pada persetujuan pasien, yang dalam kepustakaan disebut sebagai informed consent atau persetujuan tindakan medik.3
Hubungan antara dokter dengan pasien terjadi apabila pasien datang membutuhkan bantuan dokter mengenai diagnosis atau perawatan doter dalam melakukan jasa tertentu. Hubungan dokter dengan pasien ditinjau dari sudut hukum merupakan suatu perjanjian yang obyeknya berupa pelayanan medis atau upaya penyembuhan, yang dikenal dengan perjanjian terapeutik. Hubungan hak dasar antara pasien dan dokter tersebut tentulah dilandasi oleh perjanjian terapeutik, maka setiap pasien hanya mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang boleh dilakukan
____________________
2Z umrotin K Susilo dan Puspa Swara, Penyambung Lidah Konsumen, ctk pertama, YLKI, 1996, hlm. 63
3Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Untuk Perumahsakitan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 60
terhadap dirinya atau tubuhnya, tetapi juga ia terlebih dahulu berhak mengetahui hak-hak mengenai penyakitnya dan tindakan-tindakan atau terapi apa yang dilakukan dokter terhadap tubuhnya untuk menolong dirinya serta segala risiko yang mungkin timbul kemudian.
Atas kesepakan bersama untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang mendasarkan atas suatu persetujuan untuk melakukan hal-hal tertentu akan berakibat munculnya hak dan kewajiaban. Hubungan antara pasien dengan dokter itu tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari keseluruhan hubungan antara pelayanan kesehatan dengan masyarakat.4
Hubungan antara dokter dengan pasien dalam hal ini adalah di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang menunjukkan bahwa dokter memiliki posisi yang dominant, sedangkan pasien hanya memiliki sikap pasif menunggu tanpa wewenang untuk melawan.
Posisi demikian ini secara historis berlangsung selama bertahun-tahun, di mana dokter memegang peranan utama, baik karena pengetahuan dan ketrampilan khusus yang ia miliki, maupun karena kewibawaan yang dibawa olehnya karena ia merupakan bagian kecil masyarakat yang semenjak bertahun-tahun berkedudukan sebagai pihak yang memiliki otoritas bidang dalam memberikan bantuan memberikan pengobatan berdasarkan kepercayaan penuh pasien.
Seorang dokter dianggap sebagai orang yang mempunyai kemampuan luar biasa yaitu kemampuannya mengobati sehingga orang
________________________
yang sakit dapat menjadi sembuh danpada pasien pada umumnya sedikit sekali mengetahui tentang penyakitnya akan pasrah diri sepenuhnya kepada kemampuan dokter. Idealitanya, dokter maupun pasien dalam hal tindakan medis mempunyai hak-hak dasar yang sama, di satu pihak dokter adalah orang yang mempunyai keahlian profesional sebagai pemberi jasa, dan pasien adalah orang yang membutuhkan jasa profesional dokter sebagai penerima jasa tindakan medis.
Hermien Hadiati Koeswadji, mengemukakan bahwa hubungan antara dokter dengan pasien dalam transaksi terapeutik didasari oleh dua macam hak asasi manusia, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self dan hak untuk mendapatkan informasi (the right to information). Kedua hak tersebut bertolak dari hak atas perawatan kesehatan (the right to healthcare) yang merupakan hak asasi individu.5
Realitanya di Rumah Sakit Umum (Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang)pasien selaku konsumen dalam hal ini adalah pengguna jasa medis merasa belum menerima bentuk pelayanan medis sebagai hak-haknya sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Otoritas bidang ilmu yang timbul dan kepercayaan sepenuhnya dari pasien ini disebabkan karena ketidaktahuan pasien mengenai apa yang dideritanya, dan obat apa yang diperlukan, dan disini hanya dokterlah yang
tahu, ditambah lagi dengan suasana yang serba tertutup dan rahasia yang meliputi jabatan dokter tersebut yang dijamin oleh kode etik kedokteran.
_______________________
5Y.A. Triana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Bayu Media Publishing, ctk. Pertama,Malang, 2007, hlm.7
Mengingat kelanjutan hubungan tersebut mengandung resiko, maka untuk memulai melakukan tindakan tertentu sebagai kelanjutan hubungan tersebut diperlukan persetujuan tersendiri oleh kedua belah pihak.
Walaupun sebenarnya bahwa seorang pasien yang dengan keluhan datang ke kamar praktek dokter dengan tujuan memperoleh kesembuhan, berarti telah bersedia menerima tindakan dokter yang berarti telah menyetujui apapun yang akan dilakukan oleh dokter dalam upaya penyembuhannya, dengan kata lain pasien telah memberikan persetujuan, namun persetujuan yang demikian sifatnya terselubung, yaitu tidak nyata dan tidak dapat dibuktikan oleh pihak lain.
Keadaan yang demikian untuk saat ini sulit diterima karena cara berpikir masyarakat telah mengalami kemajuan. Kedudukan dokter dan pasien sejajar secara hukum karena keduanya mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati bersama. Secara umum perlindungan hukum terhadap konsumen berkaitan dengan pelayanan jasa kesehatan belum maksimal. Hal tersebut dikarenakan masih ditemukannya berbagai hambatan dalam upaya untuk menyelesaikan perlindungan hukum terhadap konsumen. Salah satunya ketidaktahuan konsumen bagaimana dan di mana tempat untuk menyampaikan keluhan.
Latar belakang yang kedua adalah tentang Medical Record. Pelayanan Medical Record (Rekam Medis) bukan pelayanan dalam bentuk pengobatan, tetapi merupakan bukti pelayanan, finansial, aspek hukum dan Ilmu Pengetahuan. Peran Rekam Medis sangat dibutuhkan untuk mengelola bahan bukti pelayanan kesehatan dengan aman, nyaman, efisien, efektif dan rahasia.
Sehingga rekaman pelayanan kesehatan dapat berfungsi sebaik-baiknya untuk tindakan pelayanan yang diperlukan. Munculnya transformasi paradigma rekam medis dari tradisional menjadi manajemen informasi kesehatan pada pertengahan tahun 1990-an merupakan reformasi baru di bidang informasi kesehatan yang dipicu oleh modernisasi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perekam Medis dan Informasi Kesehatan yang profesional wajib memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar kompetensi dan kode etik profesi.
Bagaimana menjalankan visi dan misi masyarakat mandiri hidup sehat bila deteksi dini dari penyajian informasi awal tidak cepat dan tepat dikelola melalui sistem informasi kesehatan terpadu. Tujuan pengelolaan rekam medis adalah untuk menunjang tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medis yang cepat, tepat, bernilai dan dapat dipertanggung jawabkan.
Rekam Medis merupakan bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya kepada pasien dalam rangka penyembuhan pasien, rekam medis mencatumkan nilai administrasi, legal, finansial, riset, edukasi, dokumen, akurat, informatif dan dapat dipertanggung jawabkan Rekam Medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik. Penyelenggaraan Rekam Medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri. Kegunaan Rekam Medis di Rumah Sakit yaitu berupa aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek keuangan, aspek penelitian.
Dari Sisi Penegakan Hukum (Law Enformcement ) Tidak ada dan Tidak Boleh ada sebuah Profesi berada diatas Hukum, Bahkan Oleh Hakim Sekalipun,Para dokter yang melakuakn Demo untuk menyatakan Simpatinya Kepada rekan Seprofesinya adalah Sebuah hal yang baik Sebagi bentuk dukungan Moral kepada Ketiga Terdakwa sesuai Putusan MA bernomor 356 K ini, tetapi Kemudian mengadakan Demo dan Membuat pernyataan Kepada Publik bahwa Tindakan Hukum yang di kenakan/dibebankan Kepada Ketia Dokter yang menjadi Terdakwa adalah Tindakan “ KRIMINALISASI TERHADAP PROFESI DOKTER “tidak ada seorangpun masyarakat sejak kasus ini merebak mengatakan hal itu (setahu saya) tetapi para dokterlah yang mengatakan hal tersebut,semua Profesi wajib mentaati dan menghormati hukum, tidak ada konstitusi yang menjamin terhdap arogansi Profesi jika ya berarti sudah terjadi oligarki.
Kasus ini bukanlah sebuah kriminalisasi terhadap Profesi dokter tetapi sebuah Penerapanatau snagsi Hukum Positip terhadap Pribadi -pribadiyang menjalankan Profesinya, dimana didalam menjalankan profesinya tersebut sudah diatur dalam protap, juga undang-undang (mislanya undang Profesi dokter, kesehatan, dll ), jadi di mohonkan kepada Para Dokter untuk bersikap dan berperspektif yang benar didalam menyikapi masalah ini.
Hal lain juga yang sangat memperparah situasi di rumah-rumah sakitberkaitanhak-hak pasien adalah dukungan Mentri Kesehatan Nafsiah Mboi terhadap Demo para dokter, tetapi ketika Demo berjalan da tidak seperti yang diperkirakan sebelumnya Menkes buru-buru mengeluarkan Sanksi tegas kepada Rumah sakit yang menelantarkanPasien , sebagai seorang Dokter tidak menjadi persoalankalau Ibu Mentri memberikan dukungan bagi rekan seprofesinya tetapi disisi yang lainnya dia adalah seorang mentridimana regulasi dibidang kesehatan di kendalikan oleh dia termsuk para dokter didalam pengawasannya secara umum.
Karean itu Mentri sebagai Pemimpin tertinggi diranah Kesehatan di bangsa ini bisa menggunakan pendekatan Profesi kepada para dokter lewat seruan, ajakanuntuk kembali menjalankan tugas keprofesian mereka sebagai dokter yang bekerja dan atau ditugaskan di rumah sakit – rumah sakit di indonesia.Berikut Putusan MA terhadap kasus ini :
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N Nomor 365 K / Pid / 2012(I )
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam
perkara Para Terdakwa :
Nama lengkap : dr. DEWA AYU SASIARY
PRAWANI; Tempat lahir : Denpasar;Umur/tanggal lahir : 35 tahun/ 23 April
1975; Jenis kelamin : Perempuan; Kebangsaan : Indonesia; Tempat tinggal : Jalan Parigi VII No.10, Kecamatan Malalayang, Kota Manado; Agama : Hindu;
Pekerjaan : Dokter
Nama lengkap : dr. HENDRY SIMANJUNTAK; Tempat lahir : Riau;
Umur/tanggal lahir : 35 tahun/ 14 Juli 1975; Jenis kelamin : Laki-laki;
Kebangsaan : Indonesia; Tempat tinggal : Kelurahan Malalayang Satu Barat, Lingkungan I, Kecamatan Malalayang Kota Manado; Agama : Kristen Protestan; Pekerjaan : Dokter;
Nama lengkap : dr. HENDY SIAGIAN; Tempat lahir : Sorong;Umur/tanggal lahir : 28 tahun/14 Januari1983; Jenis kelamin : Laki-laki; Kebangsaan : Indonesia;
Para Terdakwa berada di luar tahanan ; Yang diajukan di muka persidangan Pengadilan Negeri Manado karena didakwa: KESATU : PRIMAIR : Bahwa Para Terdakwa, masing-masing dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI(Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) baik secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hari Sabtu tanggal 10 April 2010, pada waktu kurang lebih pukul 22.00 WITA atau setidaktidaknya pada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di Ruangan Operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Manado, telah melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain yaitu korban SISKA MAKATEY, perbuatan tersebut dilakukan Para Terdakwa dengan cara dan uraian kejadian sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado melakukan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban SISKA MAKATEY yaitu pada saat korban SISKA MAKATEY sudah tidur terlentang di atasmeja operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan operasi dan saat itu korban telah dilakukan pembiusan total. Bahwa dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik korban kemudian bayi yang berada di dalam rahim korban diangkat dan setelah bayi diangkat dari dalam rahim korban, rahim korban dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah, selanjutnya dinding perut milik korban dijahit. Bahwa saat operasi dilakukan, dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) sebagai asisten operator I (satu) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) sebagai asisten operator II (dua) membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan oleh dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) sebagai pelaksana operasi/operator yang memotong, menggunting dan menjahit agar lapangan operasi bisa terlihat agar mempermudah operator yaitu dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) dalam melakukan operasi.
Bahwa pada saat sebelum operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban dilakukan, Para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi CITO SECSIO SESARIA tersebut dilakukan terhadap diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dianestesi/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh) dan pada waktu kurang lebih pukul 20.10 WITA, hal tersebut telah disampaikan oleh saksi dr. HERMANUS J. LALENOH, Sp. An. pada bagian Anestesi melalui jawaban konsul kepada bagian kebidanan bahwa pada prinsipnya disetujui untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena itu mohon dijelaskan kepada keluarga segala kemungkinan yang bisa terjadi, tetapi pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah pelaksanaan operasi selesai dilakukan kemudian pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) melaporkan kepada saksi NAJOAN NAN WARAOUW sebagai Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan saat itu saksi NAJOAN NAN WARAOUW menanyakan kepada dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) jika telah dilakukan pemeriksaan jantung/ EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban, selanjutnya dijawab oleh dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan saksi NAJOAN NAN WARAOUW mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung). Bahwa berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 (nol empat satu sembilan enam sembilan) yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. ERWIN GIDION KRISTANTO, SH. Sp. F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat. Bahwa dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) sebagai dokter dalam melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban SISKA MAKATEY, lalai dalam menangani korban pada saat masih hidup dan saat pelaksaanaan operasi sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung Bahwa akibat perbuatan dari Para Terdakwa, korban SISKA MAKATEY meninggal dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan ditandatangani oleh dr. JOHANNIS F. MALLO, SH. SpF. DFM. yang menyatakan
bahwa :
• Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar paha kanan;
• Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses perubahan
pada tubuh korban setelah kematian (Thanatologi) sebagai dasar penilaian,
terhambat dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai dengan besarnya rahim
dapat menyatakan korban meninggal dalam hari pertama setelah melahirkan;
• Tanda kekerasan yang ditemukan pada pemeriksaan tubuh korban :
a Pada pasal satu angka romawi ayat empat (a) adalah kekerasan tumpul sesuai
dengan tanda jejas sungkup alat bantu pernapasan
b Pada pasal satu angka romawi ayat empat (b) dan pasal dua angka romawi ayat tiga adalah kekerasan tajam sesuai tindakan medik dalam operasi persalinan.
c Pada pasal satu angka romawi ayat empat (c) adalah kekerasan tajam sesuai
dengan tanda perawatan medis sewaktu korban hidup.
d Pada pasal satu angka romawi ayat empat (d) adalah kekerasan tajam sesuai tandaperawatan pengawetan jenazah
• Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui
pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh
darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan
atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri.
• Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan
jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan
fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung (VER
terlampir dalam berkas perkara). Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361 KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP. SUBSIDAIR : Bahwa Para Terdakwa, masing-masing dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANITerdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN(Terdakwa III) baik secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hariSabtu tanggal 10 April 2010, pada waktu kurang lebih pukul 22.00 WITA atau setidaktidaknyapada waktu lain dalam tahun 2010, bertempat di Ruangan Operasi Rumah SakitUmum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado atau setidak-tidaknya padasuatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Manado, telah melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain yaitu korban SISKA MAKATEY, perbuatan tersebut dilakukan Para Terdakwa dengan cara dan uraian kejadian sebagai
berikut :
Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, dr. DEWA AYU
SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) sebagai dokter pada Rumah Sakit Prof. Dr. R. D.Kandou Manado melakukan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban SISKA MAKATEY yaitu pada saat korban SISKA MAKATEY sudah tidur terlentang di atas meja operasi kemudian dilakukan tindakan asepsi anti septis pada dinding perut dan Sekitarnya, selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan operasi dan saat itu korban telah dilakukan pembiusan total.
Bahwa dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik korban kemudian bayi yang berada di dalam rahim korban diangkat dan setelah bayi diangkat dari dalam rahim korban, rahim korban dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah, selanjutnya dinding perut milik korban dijahit. Bahwa saat operasi dilakukan, dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) sebagai asisten operator I (satu) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) sebagai asisten operator II (dua) membantu untuk memperjelas lapangan operasi yang dilakukan oleh dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) sebagai pelaksana operasi/ operator yang memotong, menggunting dan menjahit agar lapangan operasi bisa terlihat agar mempermudah operator yaitu dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) dalam melakukan operasi. Bahwa pada saat sebelum operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban dilakukan, Para Terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi CITO SECSIO SESARIA tersebut dilakukan terhadap diri korban dan Para Terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dianestesi/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukkan angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh) dan pada waktu kurang lebih pukul 20.10 WITA, hal tersebut telah disampaikan oleh saksi dr. HERMANUS J. LALENOH, Sp. An. pada bagian Anestesi melalui jawaban konsul kepada bagian kebidanan bahwa pada prinsipnya disetujui untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena itu mohon dijelaskan kepada keluarga segala kemungkinan yang bisa terjadi, tetapi pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah pelaksanaan operasi selesai dilakukan kemudian pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) melaporkan kepada saksi NAJOAN NAN WARAOUW sebagai Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan saat itu saksi NAJOAN NAN WARAOUW menanyakan kepada dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) jika telah dilakukan pemeriksaan jantung/ EKG (Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban, selanjutnya dijawab oleh dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) dan saksi NAJOAN NAN WARAOUW mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x per menit bukan Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung) dan saksi NAJOAN NAN WARAOUW mengatakan bahwa kondisi pasien (korban SISKA MAKATEY) jelek dan pasti akan meninggal. Bahwa berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 (nol empat satu sembilan enam sembilan) yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. ERWIN GIDION KRISTANTO, SH. Sp. F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat. Bahwa dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr.HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN Terdakwa III) sebagai dokter dalam melaksanakan operasi CITO SECSIO SESARIA terhadap korban SISKA MAKATEY, lalai dalam menangani korban pada saat masih hidup dan saat pelaksaanaan operasi sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung Bahwa akibat perbuatan dari Para Terdakwa, korban SISKA MAKATEY meninggal dunia berdasarkan Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010 dan ditandatangani oleh dr. JOHANNIS F. MALLO, SH. SpF. DFM. yang menyatakan bahwa :
• Korban telah diawetkan dengan larutan formalin, melalui nadi besar paha kanan;
• Lama kematian si korban tidak dapat ditentukan, oleh karena proses perubahan
pada tubuh korban setelah kematian (Thanatologi) sebagai dasar penilaian, terhambat dengan adanya pengawetan jenazah. Sesuai dengan besarnya rahim
dapat menyatakan korban meninggal dalam hari pertama setelah melahirkan;
• Tanda kekerasan yang ditemukan pada pemeriksaan tubuh korban :
a Pada pasal satu angka romawi ayat empat (a) adalah kekerasan tumpul sesuai
dengan tanda jejas sungkup alat bantu pernapasan.
b Pada pasal satu angka romawi ayat empat (b) dan pasal dua angka romawi ayat tiga adalah kekerasan tajam sesuai tindakan medik dalam operasi persalinan Pada pasal satu angka romawi ayat empat (c) adalah kekerasan tajam sesuai dengan tanda perawatan medis sewaktu korban hidup.
d Pada pasal satu angka romawi ayat empat (d) adalah kekerasan tajam sesuai tanda perawatan pengawetan jenazah. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri.
• Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan
jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan
fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung (VER
terlampir dalam berkas perkara). Perbuatan Para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H