Setiap dari kita pasti memiliki sebuah cita-cita, entah sekarang kita masih mengejarnya atau malah justru waktu memaksa kita untuk menguburnya dalam-dalam. Bukan sebuah perkara mudah untuk mengubur sebuat cita-cita. Namun setidaknya masih ada banyak alasan kita untuk tetap bertahan ditengah kehidupan yang tidak mudah.
Jika waktu kecil dulu kita ingin cepat besar karena melihat orang dewasa hidupnya bisa bebas dan tidak banyak diatur. Apakah saat dewasa kita merasa seperti itu? Ataukah masa kanak-kanak adalah moment berharga yang sangat dirindukan? Jika saat anak-anak memperoleh uang jajan adalah sebuah kebahagiaan, lantas apa yang bisa membuat kita bahagia saat sudah dewasa?
Seiring bertambahnya usia, tentunya komponen kebahagiaan juga akan sangat beragam terlebih lagi jika sudah memiliki keluarga. Tidak hanya terkait materi, hati kita juga harus senantiasa dijaga agar kebahagiaan terus tumbuh ditengah segala kesulitan yang kita hadapi. Setidaknya ada empat waktu yang perlu kita jaga agar kebahagiaan senantiasa mengiringi setiap langkah kaki ini.
Pertama, Waktu untuk berdua dengan Allah
Saat sedang kasmaran, tentunya kita ingin selalu bersama pasangan. Ingin dekat, ingin diberikan perhatian, ngobrol bareng, dan waktu benar-benar terasa cepat berlalu. Namun pernahkah kita melakukan hal demikian untuk Allah?Â
Merasa ingin selalu beribadah, ingin terus berdoa, curhat berjam-jam dan merasa tak ingin diganggu oleh siapapun. Sungguh waktu berdua dengan Allah ini begitu nikmat. Bahkan terkadang, masalah yang datang bertubi-tubi malah membuat kedekatan dengan Allah bertambah. Saat sedang banyak masalah tersebut doa kita menjadi lebih panjang, dan ibadah kita lebih khusyuk.
Kita perlu untuk selalu menyisihkan waktu agar bisa berdua dengan Allah. Seperti orang yang sedang kasmaran, waktu itu begitu dinanti bahkan kita tidak ingin mengakhirinya. Waktu berdua dengan Allah akan lebih terasa indah jika dilakukan di waktu-waktu musjabat, misalnya pada sepertiga malam terakhir saat Allah turun ke langit dunia. Betapa indahnya sebuah doa, harapan, keluh kesah yang kita sampaikan langsung disambut hangat oleh Sang Pencipta. Bahkan salah satu golongan yang akan mendapatkan naungan di padang mahsyar kelak yaitu, "Seseorang yang berdzikir kepada Allh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya." (HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)
Kedua, Waktu untuk muhasabah diri
Seberapa sering kita sangat fasih menyebutkan kesalahan orang lain, keburukan orang lain, dan kekurangan orang lain. Namun saat kita ditanya tentang keburukan diri ini, begitu sulit lidah untuk mengucapkannya. Padahal seharusnya kita lebih paham dengan diri ini, apa kesalahannya, apa keburukannya, dan kita harus mengakui itu semua. Orang yang memiliki akal sehat tentunya akan lebih senang melakukan introspeksi diri.
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya."Â (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Waktu terbaik untuk melakukan muhasabah diri adalah sebelum tidur. Apa yang sudah diperbuat selama seharian, apakah ada perasaan yang tersakiti oleh lisan ini, apakah ada perbuatan yang tidak menyenangkan kepada orang lain, apakah ada janji yang diingkari, apakah hari ini lebih banyak orang senang bertemu kita atau malah ada yang marah karena sikap kita, semua itu harus mulai kita renungkan.Â
Semakin kita banyak melakukan koreksi pada diri ini, maka kita akan semakin berhati-hati dalam berbuat. Dan jangan lupa untuk selalu meminta kepada Allah agar kita bisa dimudahkan pada hari perhitungan nanti.
Ketiga, Waktu untuk keluarga, saudara dan orang-orang sholih
Setelah kita berusaha senantiasa menyempatkan waktu untuk berdua dengan Allah dan selalu berusaha untuk melakukan koreksi pada diri sendiri, maka waktu berikutnya adalah waktu kita untuk keluarga, saudara serta orang-orang sholih.Â
Seringkali kita disibukan dengan pekerjaan. Berangkat pagi pulang malam. Saat sampai di rumah, anak dan istri hanya mendapatkan sisa tenaga yang seringkali sudah tidak ada lagi gairah untuk menemani mereka. Padahal justru merekalah alasan terbesar kita untuk tetap semangat dalam mencari rizki yang halal. Maka perlu kita koreksi lagi, jangan sampai pekerjaan kita melalaikan kita dari beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang tercinta.
Kenapa kita harus menjaga waktu dengan mereka? Karena orang-orang terdekatlah yang bisa mengoreksi kesalahan-kesalahan kita, menyampaikan aib-aib kita dengan penyampaian yang beradab.Â
"Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lainnya, dan seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, mencegah hilangnya pekerjaan dan harta saudaranya, serta menjaga segala urusan saudaranya ketika tidak berada di tempat" (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh Al-Albani)
Saat kita bisa memiliki teman orang-orang yang sholih, maka kemungkinan kita juga akan ikut menjadi bagian orang sholih tersebut. Selain itu, kemungkinan kita untuk berada di majelis ghibah lebih sedikit karena orang-orang sholih lebih suka membicarakan tentang ilmu agar menambah keimanan daripada memakan bangkai saudaranya.Â
"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Keempat, Waktu untuk hobi
Setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, haruslah memiliki hobi. Sesuatu yang ia sukai untuk dilakukan, dan dengannya ia merasa lebih baik. Jangan sampai kita hanya sibuk dengan pekerjaan hingga seperti tidak sempat untuk melakukan hobi kita. Dan jangan pula berlebihan sehingga kita terus menerus melakukan apa yang kita sukai namun malah menjadikan lalai dengan keluarga bahkan lalai dari mengingat Allah.
Hobi ini beragam, ada yang berkaitan dengan fisik, ada yang berkaitan dengan lingkungan dan adapula yang berkaitan dengan ilmu. Bahkan ada pula hobi yang terlarang, seperti bermaksiat dikala sendirian.
Itulah 4 waktu yang perlu kita jaga agar kita bisa senantiasa merasa bahagia. Karena kebahagiaan tidak hanya diukur dengan harta, jabatan atau banyaknya teman.
Namun disaat kita bisa memiliki waktu berdua dengan Allah, waktu untuk senantiasa melakukan muhasabah diri, waktu untuk keluarga, saudara dan teman-teman sholih serta waktu untuk hobi maka diharapkan kebahagiaan itu akan senantiasa menghiasi hari-hari ini dan kita dapat termasuk kedalam golongan orang yang pandai bersyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H