Mohon tunggu...
MIss Opti
MIss Opti Mohon Tunggu... -

mari membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengalaman Menerjemahkan Buku

22 September 2011   03:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:44 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya senang campur deg-degan saat dikabari buku hasil terjemahan saya sudah terbit. Namanya juga yang pertama, selalu menimbulkan perasaan harap-harap cemas. Jatah buku, menurut pihak penerbit akan dikirim lewat pos. Setelah mengalami hari-hari penantian lebih panjang dari seharusnya karena sempat mengalami insiden salah alamat, akhirnya buku berjumlah halaman dua ratus kurang itu sampai juga di tangan.

Kesan pertama dari warna dan ilustrasi sampul, lumayan meski gambar kendaraan di situ agak mengganggu. Saya baca judul, persis. Baca subjudul, lo? kok beda?Dan perbedaannya cukup mendasar, ada juga tambahan satu kata yang tidak perlu. Baiklah, mungkin karena pertimbangan tertentu subjudul berubah. Saya mulai menuju halaman pertama.

Di situ ada pendahuluan yang bukan hasil terjemahan, dikutip dari pernyataan seorang menteri di sebuah media, tempelan. Lanjut ke inti. Kalimat pertama, kedua, ketiga belum ada masalah. Mulai kalimat selanjutnya, dan seterusnya. Yaah, kok jadinya begini sih? Banyak pengulangan kata yang tidak perlu, ada beberapa kalimat dan paragraf yang artinya berubah, beberapa kata diubah yang jadinya tidak pas dengan maksud penulis asli, malahan ada yang artinya jadi melenceng sama sekali. Saya jadi ragu kalau penyunting mengacu ke naskah asli. Perasaan bahwa hasil terjemahan saya diobrak-abrik mungkin diperhebat namun pada pokoknya hasil terjemahan setelah proses penyuntingan bukannya jadi lebih bagus malah jadi jelek. Saya kecewa. Heran kok bisa parah gini.

Pengalaman saya menerjemahkan buku mengecewakan namun tidak menyurutkan langkah saya untuk tetap menekuninya. Saya tidak mau pengalaman ini menjadi akhir karir saya sebagai penerjemah profesional dan berharap akan ada kesempatan berikut dengan hasil lebih baik, kalau mungkin tanpa penyunting. Meski saya percaya ada banyak penyunting cakap, yang dengan sentuhan tangan dingin, selera dan wawasan pengetahuannya membuat hasil terjemahan jadi lebih baik dipandang dari segi tata bahasa, pilihan kata, maupun kesetiaan pada makna teks naskah asli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun