"Asal?" tanyaku.
"Asal kau mengikuti segala kemauanku. Apa pun yang kuminta, kau harus memenuhinya. Ah, aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, tapi maksudku adalah seperti ini..."
"Maksudnya, aku menjadi pelayanmu?"
Sang pemuda menjentikkan jarinya, "Nah, seperti itu. Ah, kau sendiri lebih paham apa maksudku. Maafkan aku, memang kadang - kadang aku suka bingung dengan diriku sendiri."
Aku hanya tersenyum, "Dan kau pasti paham apa yang menjadi jawabanku. Bisa kau tebak?"
Sang pemuda mengernyitkan dahi dan menggeleng. Aku menjawab, "Di dunia ini aku hanya berbakti kepada Allah saja. Mohon maaf, tapi tidak ada sosok lain yang bisa menjadi tuanku. Segenap hatiku adalah milik - Nya."
Sang pemuda mulai kesal dengan jawaban - jawabanku. Hal itu tampak dari raut wajahnya. Bahkan wajah yang tadinya tampan kini tampak mulai menakutkan. Ia berjalan berkeliling dengan ekspresi kesal.
"Kau dengan Allahmu itu, seperti hubungan ayah dan anak saja. Benar - benar membuatku muak!"
"Memang hubunganku seperti itu. Kau tidak bisa mengubahnya."
"Ah, ya sudahlah! Kalau kau memang sedekat itu dengan Allahmu, sekarang perhatikan ini."
Pemandangan di depanku perlahan - lahan memudar dan berubah. Angin bertambah kencang. Tanpa kusadari kami sudah berada di ketinggian amat tinggi. Kota yang menyenangkan itu sudah lenyap, sebagai gantinya aku tidak bisa melihat apa pun di bawah sana. Bukit ini sudah berubah menjadi gunung, dan sebuah tebing curam berada di hadapanku. Satu langkah saja, dan aku akan terjatuh tak bernyawa.