The Three Temptations
Sudah empat puluh hari aku berada di padang pasir ini, berpuasa siang dan malam, untuk mengikuti tradisi leluhur. Empat puluh hari berjalan tanpa arah di padang pasir ini, aku mulai mengerti apa yang dihadapi oleh para leluhur dulu. Bagaimana cara menahan lapar, bagaimana cara memendam keinginan diri, bagaimana cara berserah kepada yang mahakuasa. Hidup dan mati berada di tangan Tuhan, itulah yang paling kupelajari.
Empat puluh hari bukan waktu yang singkat. Aku sendirian, tidak bertemu seorang pun, tidak ada yang menemani. Orang biasa mungkin tidak akan tahan dan mulai menyalahkan keadaan. Tapi aku berusaha untuk bertahan karena aku paham, bahwa kekuatanku berasal dari Allah.
Di padang gurun ini seharusnya tidak ada siapa - siapa. Tidak ada seorang pun. Lalu mengapa aku melihat seseorang sedang duduk di atas batu pasir itu? Aku berjalan mendekat dan kupastikan bahwa penglihatanku tidak salah. Pemuda itu ternyata menungguku dan mempersilakanku mendekat. Wajahnya sangat tampan. Ia tersenyum, dan berkata.
"Halo, sobat, sudah lama tidak berjumpa. Kudengar kau berjalan berkeliling di padang pasir ini. Untuk apa?"
Pemuda ini terlihat ramah dan bersahabat. Kujawab pertanyaannya.
"Mengikuti tradisi leluhur. Dan ternyata mereka memang benar. Aku benar - benar mendapatkan banyak pelajaran berharga dari pengalaman ini. Kau sendiri siapa? Sedang apa di tengah padang pasir ini?"
Pemuda itu tersenyum dan memungut satu ranting tanaman di bawah dan mengulumnya. Ia berdiri dan memintaku untuk berjalan beriringan.
"Aku bukan siapa - siapa. Hanya seseorang yang kebetulan berjalan melintas. Anggap saja seorang teman yang kebingungan melihat dirimu menyiksa diri. Puasa ini, tanpa makan dan minum, bukan? Selama empat puluh hari?"
Aku mengangguk. Ia melanjutkan, "Tentunya kau lapar?"