Itulah yang akan kutanyakan pertama kali kepada Wawan Walianda, sang juru mudi kapal. Di sebuah ruangan kecil di dalam posko penjagaan, ia masuk dengan perasaan bersalah dan langkah gontai.
"Selamat pagi, Pak Wawan. Nama saya adalah Kilesa, seorang detektif yang bertugas dalam mengurusi kasus ini. Saya tidak ingin berlama -- lama. Mengapa lambung kapal bisa terbelah menjadi dua bagian?"
Wawan mendesah, "Murni kesalahan saya, pak. Saya tidak melihat lampu penerangan di pinggir pantai karena tiba -- tiba ada angin ribut dalam sekejap, hal itu mengganggu pandangan saya, hingga kapal pun menjadi oleng."
"Bisa dikatakan bahwa kapal yang terbelah menjadi dua adalah kesalahan bapak?"
"Betul, pak. Saya siap bertanggung jawab, saya siap dipecat dan dipenjara atas kesalahan saya."
"Apa bapak juga siap dipenjara atas kasus pembunuhan Yudi Susabda?" ujar Charles, menambahkan dengan cara menyebalkan yang tidak kusukai.
Tiba -- tiba raut wajah Wawan berubah, "Tidak, pak, tidak. Untuk itu, saya sama sekali tidak bersalah!"
"Lalu siapa yang melempar tombak pancing itu ke kepala Yudi?"
"Untuk itu..."
Wawan terlihat menyembunyikan sesuatu. Aku harus mendesaknya dengan pasal undang -- undang pidana agar ia bisa menyatakan yang sebenarnya. Untungnya ia mau membuka mulut.
"Tadi malam, empat orang teman -- teman Yudi bermain -- main dengan tombak pancing di dalam kabin. Saya sudah mengatakan hal itu berbahaya, tapi mereka tidak menggubris saya. Akhirnya terjadi kecelakaan itu..."