"Jax, benarkah jalan satu -- satunya adalah di hadapan kita ini?"
Tupai kecil itu turun dari pundakku dan berlari menyusuri tebing di mana kami berada. Ia melihat ke sekeliling penjuru, lalu mengedikkan bahu.
"Benar. Dexter, tidak ada jalan lain. Kita harus melewati angin ribut ini."
Tepat di depan tebing di mana kami berada, sebuah angin puyuh menghalangi jalan. Angin itu terbentuk melingkar dari bawah hingga ujung langit, kami tidak bisa melihat baik ujung atas maupun sumber pusaran di bawah sana. Sementara itu di balik angin aku bisa melihat samar -- samar jalan terusan dari Khasmi Village ini. Sepertinya itulah satu -- satunya jalan. Tidak mungkin memutar atau kembali ke pintu desa.
Jax berceletuk, "Kita bisa menggunakan Wing Dash yang diberikan oleh One Hundred Year Old Man."
"Apakah kau yakin? Kemampuan itu bisa digunakan jika keadaan tenang, Jax. Kalau dipakai melewati angin ribut ini, aku tidak yakin."
"Lalu kita harus bagaimana? Apa kau mau menembakkan Gatling Gunmu ke arah angin ribut? Coba saja."
Aku tahu pernyataan terakhir tupai itu sebenarnya adalah sebuah sarkas, tapi kucoba juga satu tembakan, toh tidak ada ruginya pula. Sesuai dugaan laser kuning itu lenyap ditelan angin.
Sementara itu angin ribut itu semakin menjadi -- jadi. Tadi awalnya hanya benda -- benda kecil yang berada di dalamnya, seperti dedaunan, kerikil, dan gerimis. Sekarang aku melihat beberapa batang pohon sudah ikut terserap, dan salah satunya terlempar ke arah kami.