Iman.
Kata itu muncul lagi. Keadaan Yohanes membuatku bertanya -- tanya. Apakah iman selalu menghasilkan sesuatu yang baik? Bagaimana jika Yohanes tidak bangkit lagi dan mengalami mukjizat seperti kisah -- kisah di Alkitab di mana orang meninggal bisa kembali hidup? Apakah itu artinya iman telah dikalahkan?
Berapa banyak di orang -- orang di dunia, yang seperti Yohanes ini? Berapa banyak yang didoakan berulang -- ulang, namun tetap muncul di list doa syafaat gereja setiap minggunya? Berapa banyak mereka yang dikecewakan karena doanya tidak didengarkan atau dikabulkan oleh Tuhan?
Semuanya ini masih menjadi misteri. Namun aku tersadar dari lamunanku ketika Andre memintaku untuk berdoa penutup, untuk menyudahi kunjungan tim pemuda. Tentu saja aku gelagapan.
"A, aku ga cocok, kurang cocok untuk berdoa untuk Yohanes. Kamu saja, Andre."
Andre tersenyum dan menjawab, "Dari semua pemuda yang gue lihat di ruangan ini, justru gue perhatiin kamu yang paling simpati sama Yohanes. Pimpinlah doa, Tommy, Yohanes pasti senang."
Mampuslah aku. Aku menatap kedua orang tua Yohanes, dan mereka menatapku dengan penuh harap. Begitu pula dengan Indri. Aku tidak bisa kembali lagi. Baiklah. Aku tidak akan doa berlama -- lama.
"Mari kita berdoa. Bapak kami yang di surga, kami datang dalam kerendahan hati menghadap ke hadiratmu. Kami ingin mendoakan Yohanes, yang sudah lama berbaring tanpa sadarkan diri. Kiranya rahmat dan pengasihanMu meliputi dirinya, sehingga ia diberikan kesembuhan dan kelegaan. Berkati pula keluarganya dan terutama kedua orangtuanya, sehingga mereka diberikan ketabahan dalam menjalani ini semua. Di atas semuanya, biarlah kehendakMu yang terjadi, di bumi dan di surga. Dalam nama Bapak, Anak, dan Roh kudus. Amin."
Kata amin menggema di ruangan kecil itu. Aku merasa lega. Tidak biasanya aku berdoa seperti itu. Entah dari mana kata -- kata itu muncul, seperti bukan diriku saja yang berdoa. Aku memerhatikan orang -- orang sekitar. Sukacita terpancar dari wajah mereka. Seakan -- akan doaku pasti terkabulkan. Terutama kedua orangtua Yohanes. Wajah dan aura mereka terlihat lebih segar dan cerah.
Pada saat itu masuk seorang anak perempuan berusia sekitar sepuluh tahun. Ia adalah adik Yohanes, namanya Anita. Ia baru saja membeli permen. Tiba -- tiba ia menunjuk pada Yohanes. Kami semua juga terkejut. Tidak ada yang memerhatikan itu. Yohanes menitikkan air mata. Sepertinya ia sedang menangis. Apakah ini pertanda bahwa ia mendengar doaku? Aku tidak tahu.
Pada akhirnya kami pamit dari rumah sakit. Aku berjalan berduaan dengan Indri karena memang arah rumah kami searah. Biasanya seluruh perhatianku akan tercurah untuk menyenangkannya, namun kali ini aku diam seribu bahasa. Aku mengenang -- ngenang kejadian barusan. Apakah doaku benar -- benar didengar Tuhan? Apakah aku memiliki iman yang bekerja di luar nalar manusia?