Supir bernapas lega. Namun Lisa belum usai menitikkan air mata. Melihatnya dari kaca spion, supir merasa gundah. Ia tahu bukan etikanya untuk terus bertanya kepada penumpang, namun ia tidak tega melihat seorang gadis terus bersedih. Akhirnya ia buka suara.
"Neng, sebenarnya ada masalah apa? Barangkali bapak bisa bantu."
Lisa tidak menjawab. Di dalam hati supir menyesal karena telah bertanya. Sudah tidak seharusnya ia tidak masuk ke dalam ranah pribadi. Namun Lisa kemudian menjawab pelan.
"Ada sedikit masalah...di kampus."
"Ohh..."
Hening beberapa saat, sebelum supir berusia tiga puluhan itu kembali berucap, "Masalah apa, neng Lisa, di kampus? Barangkali bapak bisa bantu?"
"Bapak tidak akan mengerti. Ini masalah kuliah."
Supir angguk - angguk. Melihat Lisa sudah sedikit nyaman bertukar kata dengannya, ia melanjutkan. "Ya, bapak tahu bapak bukan lulusan kampus, Neng Lisa. Bapak juga bodoh, makanya jadi supir online. Tapi mungkin bapak bisa bantu dengar, kalau - kalau Neng Lisa mau cerita?"
Lisa mendesah, membuang napas panjang - panjang. Akhirnya ia memilih untuk membuang uneg - unegnya.
"Masalah pembagian kelompok, Pak. Saya kebagian dengan orang - orang yang bermasalah. Ada yang tidak pernah nongol di kampus, ada yang tukang gosip menyebalkan, ada yang perokok. Menyusahkan semuanya. Lalu yang terakhir, ada Vena Tjandra. Dia merebut pacar saya. Namanya Putra. Sungguh sakit hati ini, Pak. Saya berencana untuk tidak hadir di mata kuliah ini lagi."
Keheningan melanda bagian dalam mobil online. Lisa masih sesenggukan. Beberapa saat kemudian sang bapak kembali berujar.