- Masyarakat publik hampir sering terdengar istilah intervensi terkait dengan konteks pemilihan umum. Ketika panitia seleksi menyeleksi calon anggota KPU atau penyelenggara pemilu saat melaksanakan tahapan pemilukada, terkesan dan terbaca memihak atau meloloskan salah satu atau beberapa pasangan calon, maka masyarakat akan mengatakan KPU diintervensi oleh salah satu pasangan calon tertentu atau tim sukses dari salah satu pasangan calon yang dicurigai intervensinya adalah orang yang memiliki financial dan hegemoni power.Â
- Namun harus disadari bahwa setiap orang memiliki potensi melakukan intervensi kepada siapa saja sesuai dengan kepentingannya. Dalam konteks ini, penulis mencoba mengkritisi, menelaah dan membangun sebuah pemikiran, apa persis proses intervensi itu kemungkinan bisa terjadi pada panitia seleksi anggota KPU Provinsi Papua dan Kabupaten kota di Papua; dan komisi penyelengara pemilu yang saat ini sedang melaksanakan tahapan penyelenggaraan pemilukada 2017/2018.
Apa itu intervensi? Dalam kamus bahasa Indonesia, Intervensi adalah campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara, dan sebagainya); Beberapa ahli seperti Lauterpach menjelaskan bahwa intervensi adalah campur tangan sebuah negara secara diktator terhadap urusan dalam negeri negara lain dengan tujuan utama untuk memelihara atau pun untuk mengubah kondisi, situasi, atau pun barang yang ada di negara tersebut. Selain itu dalam Black's Law Dictionary, intervensi merupakan ikut campur tangannya suatu negara dalam urusan negara lain dengan memanfaatkan kekuatan atau pun ancaman yang dimilikinya.
Jika disimpulkan intervensi menurut pengertian kamus dan menurut pakar di atas, ditafsirkan pada kondisi kehidupan sosial politik dan demokrasi saat ini di Indonesia, maka intervensi adalah sebuah perbuatan atau tindakan campur tangan yang didalamnya memaksakan kehendaknya yang dilakukan oleh perorangan, tim atau kelompok, atau suatu lembaga (badan) tertentu terhadap sebuah permasalahan  yang terjadi di antara dua pihak atau beberapa pihak sekaligus, di mana tindakan yang dilakukan tersebut akan merugikan atau menguntungkan salah satu pihak yang sedang bermasalah.
Namun Intervensi dalam konteks pemilu saat ini penulis membagi menjadi dua kelompok yaitu panitia seleksi anggota KPU dan anggota penyelenggara pemilu (KPU dan BAWASLU). Pertama, saat ini KPU pusat telah membentuk panitia seleksi anggota KPU Provinsi Papua untuk peride tahun 2018-2023.Â
Bukan tidak mungkin, tetapi sudah pasti PANSEL  sebagai manusia biasa yang tak luput dari keterbatas akan mengalami intervensi dari bebagai pihak  yang berkepentingan dan hendak menguasai dalam seluruh tahapan seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua,  seperti tahapan persiapan seleksi, tahapan  seleksi administrasi berkas, tes tertulis, tes psikologi, tes kesehatan, tes wawancara dan apalagi menjelang pengumuman seleksi administrasi, tertulis, psikologi, kesehatan dan wawancara.
Kedua, saat ini, bahkan telah terjadi bahwa anggota penyelenggara pemilu Provinsi dan Kabupaten kota telah, sedang dan akan mengalami intervensi yang hebat dalam seluruh proses dan tahapan penyelenggaraan pemilukada tahun 2017/2018. Sebelum pendaftaraan anggota komisioner pemilu telah mengalami intervensi hebat oleh partai palitik, pasnagn calon kepala daerah atau tim suksesnya, akibatnya penyelenggara pemilu digugat dan dilaporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), Â Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Pusat, bahkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan karena akibat dari adanya intervensi kepada penyelenggara pemilu.
Proses terjadinya intervensi. Diasumsikan  bahwa Orang yang mau melakukan intervensi pertama-tama secara politik ia memiliki mimpi akan kedudukan, jabatan dan kekuasaan (menguasai sejumlah sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, kekuatan keamanan, memiliki strategi yang professional, memiliki jaringan yang luas dll),  ia juga memiliki finansiaal yang cukup bahkan berlimpah.Â
Dengan memiliki kekuasaan dan financial, ia mencari tahu informasi siapa yang sebenarnya didekati, setelah didekati ia melakukan pembicaraan dan memberi harapan-harapan, setelah melakukan pembicaraan ia memberikan sejumlah dana untuk mengikat hubungan emosiaonal, setelah mendapatkan dana, ia melakukan sejumlah intervensi kepada anggota PANSEL dan Anggota Penyelenggara pemilu untuk mengubah pola berpikir, pola perilaku dan mendekatkan atau mengikat emosi yang semuanya bermuara pada tercapainya kepentingan.Â
Ia merasa percaya diri bahwa PANSEL dan penyelenggara pemilu sudah dibeli dengan memberikan sejumlah dana karena itu ia dengan gampang dan muda bahkan tidak mau tahu, bila perlu dengan mengancam akan bangun komunikasi intens dengan PANSEL atau penyelenggara pemilu untuk kepentingannya diprioritaskan. Bagian ini ia akan berhasil dan jangan heran jika PANSEL dan anggota penyelenggara pemilu mengakomodir orang yang bermasalah hukum, integritas dan moralitas public cacat dan diragukan.Â
Cara yang dilakukan ini tentu mengabaikan peraturan perundang-undangan kepemiluan, melanggar kode etik, merusak integritas, profesionalisme dan netralitas. Proses intervensi yang demikian dapat dimengerti menghipnotis PANSEL dan anggota penyelenggara pemilu.
Dalam proses intervensi  di atas, terdapat dua tujuan yaitu intervensi tujuan positif dan intervensi tujuan negative. Intervensi positif adalah upaya seseorang, sekelompok orang, organisasi masayarakat, tokoh agama, tokoh adat, perguruan tinggi, instansi pemerintah dan swasta melakukan intervensi kepada PANSEL atau penyelenggara pemilu untuk tetap melakukan tahapan seleksi anggota KPU maupun tahapan pemilukada sesuai dengan peraturan perundang-undangan pemilu yang masih berlaku. Tetap mempertahankan kode etik pemilu dan integritas, profesionalitas serta netralitas dalam proses seleksi anggota KPU dan penyelenggaraan pemilu. Â