Mohon tunggu...
Theo kossay
Theo kossay Mohon Tunggu... -

tinggi badan: 165, berat badan: 80 kg, hobbi nonton dan baca,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Datang dari Pilamo, Kembali ke Pilamo

21 Maret 2017   12:51 Diperbarui: 21 Maret 2017   21:18 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masyarakat Balim menyebut rumah adat dengan istilah Pilamo, seperti di tempat lain di masyarakat Sentani menyebut Khombo, masyarkat Ngalum di Pegunungan Bintang menyebut Bokam, orang Mee menyebut Emaaowa, orang Asmat menyebut Yei. Pilamo adalah rumah adat orang Huwula-Balim.

Pilamo dipandang dan dipahami memiliki nilai dan kekuatan sacral, karena di dalam pilamo tersimpat benda-benda sacral sebagai simbol kehadiran roh leluhur atau nenek moyang. Salah satu benda sacral yang disimpan dalam pilamo yang memiliki kekuatan sakti dan gaib adalah kaneke (kain eken), karena kaneke adalah bukti manisfestasi dari sesuatu wujud yang tertinggi melalui leluhur dalam pilamo. 

Pilamo juga dipandang sebagai tempat berkomunikasi anggota keluarga sesama pilamo dengan leluhurnya yang berdiam dalam pilamo, karena leluhur tersebut dirasakan hadir-menjelma dalam bentuk benda-benda sakral. Dalam dan melalui dasar pijakan  pilamo, kehidupan manusia Balim masa lalu, masa kini dan masa depan dapat diatur dengan arif, bijaksana, efektif berkualitas dan bermartabat.

Manusia Balim juga dapat membicarakan, melakukan kesepakatan, musyawarah, mufakat dan merencanakan sesuatu untuk mengatur kehidupan yang baik dan yang buruk di masa lalu, masa kini dan masa depan, yang semuanya di dalam pilamo. Kesuksesan dan keberhasilan anggota keluarga pilamo sangat bergantung pada relasi baik dan harmoni dengan leluhur yang berdiam dalam pilamo. Pilamo adalah symbol kekuatan, keberhasilan, identitas, jati diri dan martabat manusia Balim.

Oleh karena itu, orang Balim berasal dari Pilamo dan kembali ke pilamo. Bentuk bangunan pilamo yang bulat menggambarkan orang Balim hidup dalam keutuhan, kesatuan, Kebersamaan, hidup dalam satu lingkaran persaudaraan, kekeluargaan dan solidaritas. Pilamo symbol bonum commune:nilaihidup bersama. Saat ini pilamo telah dirusak dan kelak akan puna, maka setiap orang Balim sebagai anggota pilamo juga ikut rusak; rusak mental, jiwanya, fisiknya hingga “mungkin” mengalami kepunahan. Lalu pertanyaan untuk setiap orang Balim adalah siapa yang akan memperbaiki pilamo?Siapa yang akan membangun pilai yang sudah dan sedang rusak ini**

Foberja Untuk MenyuarakanmasyarakatKomunitas AdatYang Masih Tinggal di Pilamo Menjaga tungku Api.Forum Bersatu Rekonsiliasi Jayawijaya (FOBERJA) -hadir untuk melindungi dan berpihak pada suara Komunitas adat yang berbasis dan berpusat pada Pilamo. Suara Komunitas adat adalah setiap orang Balim yang terhimpun dalam komunitas komunitas yaitu komunitas wilayah adat, komunitas pilamo, komunitas klan atau marga, komunitas paruhan atau moyeti (wita waya), komunitas keluarga yang dalam kehidupan sehari-harinya menghayati dan melaksanakan ajaran adat istiadatnya untuk memenuhi dan menjawab kebutuhan hidupnya. 

Oleh karena itu, FOBERJA hadir untuk merespon, mendukung, memahami dan mendorong komunitas adat dalam pilamo menggapai orientasi hidupnya. FOBERJA sangat menyadari dan merasakan bahwa selama ini setiap anggota pilamo yang terhimpun dalam komunitas-komunitas adat itu sering mengalami keretakan hubungan atau ketidakharmonisan hubungan antara anggota manusia Balim dengan leluhur, dengan alam, 

dan dengan sesama manusia sekitarnya, dengan pemerintah, dengan Gereja,  antar sesama klan, sesama Pilamo, dalam kelurga inti dan luas sehingga menyebabkan banyak yang meninggal dunia, rusaknya mentalitas, hidupnya kacau tanpa arah yang jelas, ternak piaraan banyak mati, orang Balim tidak berkebun, orang Balim meninggalkan Pilamo, pagar rumah dan pagar kebun rusak  tidak mau memperbaikinya dan sebagainya.

Mengingat masalah di atas, FOBERJA ingin merestorasi Jayawijaya secara utuh dan bulat untuk kehidupan masyarakat dalam komunitas adat yang lebih baik, bermanfaat, memiliki harga diri, mengembalikan identitas orang Balim yang berbudaya petani, bergotong royong, memiliki nilai membagi yang berpusat pada hidup dalam lingkungan lingkaran, berjiwa ap pilamo meke dan he pilamo meke, mengingatkan kewajiban dan mengembalikan hak kesulungannya dalam semua asepk pelayanan pemerintahan modern dan sebagainya. Inilah niat dan maksud serta gagasan baik yang mencerdaskan dari FOBERJA yang hadir dalam kegiatan sosilisasi ini.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun