"catatan ini adalah hasil refleksi saya setelah mengikuti agenda Youtcamp Muda Toleran yang diselenggarakan oleh Jaringan Gusdurian di Yogyakarta"
Gusdurian adalah salah satu komunitas Masyarakat, yang menjadikan ajaran dan keteladanan seorang Gusdur sebagai landasan dalam berkomunitas dan bergerak di tengah masyarakat.
Yang di mana salah satu isu yang diperjuangkan oleh kelompok Jaringan Gusdurian ini adalah soal Kemanusiaan dan Toleransi di tenga masyarakat yang majemuk.
Pada kesempatan ini saya mengemukakan pandangan singkat saya tentang fenomena Intoleransi di tengah masyarakat. Pandangan ini berangkat dari pengalaman dan juga pengetahuan yang saya peroleh dalam perjalanan hidup saya.
Menurut saya sikap Intoleran itu tidak dapat di justifikasi hanya pada satu fihak saja, dengan menggeneralisir suatu case tertentu. Misalnya dengan mengatakan atau menstigma suatu kelompok dan mengatakan "Mereka itu adalah kelompok intoleran-garis keras dan stigma lainnya.." tanpa melihat secara keseluruhan  fakta dari kelompok yg di stigmanya.
Padahal menurut hemat saya, setiap orang punya potensi untuk bersikap intoleran dalam berbagai konteksnya, baik agama, suku, ras dan budaya.
Sebab sikap Intoleran menurut saya, berakar pada satu sikap yaitu "Egoisme Individu" (Ilusi Keakuan) padahal pada faktanya kita sebagai manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lainnya (makhluk sosial). Kita tentu saling membutuhkan untuk dapat hidup sebagai masyarakat.
Oleh karena itu, jalan untuk meretas sikap Intoleran ini adalah dengan membuka diri; pikiran terbuka, hati terbuka dan keinginan untuk berdialog dan bergaul dengan yang berbeda dengan identitas "Kita".
Pada titik keterbukaan diri inilah, akhirnya kita akan bertemu dalam nilai-nilai inti kehidupan kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yaitu nilai Kemanusiaan dan Keadilan.
Dalam nilai inti kemanusiaan dan keadilan ini, kita dapat hidup berdampingan satu dengan yang lainnya tanpa ada batas atau sekat-sekat Primordial.