Situasi politik di Indonesia selama masa kampanye sejak bulan September hingga November memang sedikit memanas. Saling serang antara satu pasangan calon (paslon) dengan pasangan calon lainnya terus berhembus di seluruh media massa, cetak, maupun online.
Namun di balik itu semua, terdapat keunikan yang terjadi pada kampanye untuk pemilihan presiden pada kali ini, yaitu hadirnya kampanye-kampanye yang secara langsung menyasar anak muda / kaum millenial untuk memilih calon/partai tertentu.
Secara data, pemilih muda pada pilpres 2019 nanti ialah berjumlah 40% dari daftar pemilih tetap, hal tersebutlah yang menjadi daya tarik bagi para elite politik guna merebut hati anak muda tersebut.
Ya, namanya elite, pasti mereka tidak akan terjun langsung untuk memahami apa yang terjadi d bawahnya. Elite tentu akan menggunakan tim ahlinya maupun menyewa jasa-jasa dari beberapa perusahaan ternama guna mengetahui apa yang anak muda sebenarnya inginkan, tapi pada faktanya apakah hal tersebut benar-benar terjadi? GATOT ! (Gagal Total).
Benar, GATOT. Dapat kita lihat, dari hasil kampanye selama dua bulan belakangan. Mungkin bagi para elite politik, cara-cara kampanye guna menarik anak muda yang mereka lakuakn telah berhasil, tapi pada faktanya tidak. Saya sendiri sebagai penulis merasa tergelitik ketika melihat beberapa baliho serta iklan yang menayangkan para pasangan calon presiden tersebut bergaya seperti anak muda.
Aneh. Para elite gagal menangkap hal yang bersifat pokok dari anak muda yang sebenarnya mereka inginkan. Anak muda tidak memerlukan pemimpin yang gaul, suka nongkrong di kedai kopi, sering mengadakan touring menggunakan motor, memiliki pose-pose atau gaya-gaya unik ketika foto, bukan itu yang anak muda butuhkan. Apa yang sedang terjadi saat ini ialah, para pasangan calon presiden beserta timnya justru berlaku seperti anak muda, suatu hal yang seharusnya tidak perlu mereka lakukan.
Anak muda sadar, pemimpin mereka adalah ORANG TUA! Perbedaan umur mereka dengan para calon presidennya tersebut jauh, sehingga anak muda tidak pernah menuntut para calon presiden lari pagi dengan headset tercantol ditelinga sambil mendengarkan spotify, tapi anak muda zaman sekarang membutuhkan hal yang lebih dari sekedar pendekatan seperti anak muda, tapi pendekatan yang mereka butuhkan ialah janji yang realistis mengenai kebutuhannya.
Yang dibutuhkan anak muda sekarang ialah, peluang untuk melakukan kreativitas, inovasi, serta wadah guna berinteraksi yang semakin hari semakin diambil oleh swasta. Mungkin aspirasinya tidak hanya tiga hal tersebut saja, tapi kurang lebih seperti itulah gambaran yang dibutuhkan anak muda, bukan soal pendekatan tapi bagaimana ide serta kreativitas yang mereka bawa dapat diaplikasikan.
Menyedihkan. Seharusnya para politisi menarik hati anak muda guna perpolitik, justru para elite politik bergaya seperti anak muda. Anak muda Indonesia tidak lagi memerlukan gaya-gayaan, tapi anak muda Indonesia sekarang berorientasi pada purpose di dalam segala hal. Maka dari itu, hal seperti inilah yang seharusnya dipahami elite, bukan mengenai cara berpakaian serta apa hobby yang dilakukan oleh anak muda. BASI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H