Karena iman maka Ishak, sambil memandang jauh ke depan, memberikan berkatnya kepada Yakub dan Esau. Karena iman maka Yakub, ketika waktunya akan mati, memberkati kedua anak Yusuf, lalu menyembah sambil bersandar pada kepala tongkatnya. Karena iman maka Yusuf menjelang matinya memberitakan tentang keluarnya orang-orang Israel dan memberi pesan tentang tulang-belulangnya (Ibrani 11:20-22).
Kompasianer yang terkasih, masih dengan tema iman dari Ibrani 11, kali ini saya membahasnya dari tiga tokoh iman yang merupakan anak cucu dari Abraham yaitu Ishak, Yakub dan Yusuf. Pada ayat pokok di atas, ketiga tokoh tersebut diceritakan tentang imannya pada masa tua dan menjelang matinya mereka. Penulis Surat Ibrani menunjukkan pada kita bahwa orang-orang yang hidupnya berpaut kepada Tuhan pasti mampu melihat jauh ke depan, melihat masa depan keturunannya, masa depan bangsanya bukan dengan perhitungan matematis apalagi dengan spekulasi, tetapi karena iman. Iman mereka menjadi teladan bagi kita, para orang tua yang hidup di masa kini, untuk memberkati anak cucu kita.
Ketika Ishak memberkati Yakub seperti yang tercatat dalam Kejadian 27, dikatakan bahwa mata Ishak telah kabur sehingga ia tidak dapat melihat lagi (ayat 1). Itu sebabnya Ishak tidak dapat memastikan apakah Yakub ataukah Esau yang ada di hadapannya karena dari tubuh yang berbulu diyakini itu Esau, tapi dari suaranya ia tahu itu suaranya Yakub (ayat 22-24). Meskipun ada unsur penipuan dari Ribka dan Yakub yang melatarbelakangi kisah ini, namun pemberian berkat Ishak kepada Yakub tetap sah dan berlaku karena memang untuk Yakub berkat anak sulung itu ditetapkan Tuhan (Kejadian 25:23; baca juga artikel saya yang berjudul: Pelajaran Kehidupan dari Esau dan Yakub). Akhirnya, dengan iman Ishak tetap mengesahkan berkat atas Yakub sebagai berkat yang tidak dapat ditarik kembali meski Esau menangis sedih karenanya (Kejadian 27:33-34,37).
Yakub menjalani hari-hari terakhirnya bersama-sama dengan keluarga besarnya di Mesir karena Yusuf, anaknya, menjadi Perdana Menteri di sana. Sama seperti Ishak, Yakub pun mengalami rabun akut karena tua pada saat ia memberkati kedua anak Yusuf dalam Kejadian 48. Anak-anak Yusuf adalah Manasye dan Efraim. Meskipun Manasye anak yang sulung, namun dengan iman Yakub memberi berkat yang utama kepada Efraim, adiknya, dengan cara menyilangkan kedua tangannya (ayat 13-16). Yusuf mengira ayahnya telah keliru menempatkan tangan kanannya ketika memberkati Efraim yang ada di sisi kiri Yakub sedangkan Manasye ada di sisi kanannya (tangan kanan dipandang sebagai yang utama), namun dengan tegas Yakub meyakinkan Yusuf bahwa demikianlah berkat Tuhan akan berlaku atas kedua anaknya (ayat 17-20).
Yusuf berada di Mesir beserta kaum keluarganya sampai ia berumur seratus sepuluh tahun dan ia masih sempat melihat anak cucu dari Efraim dan Manasye (Kejadian 50:22-23). Sebelas kakak dan adik Yusuf masih hidup ketika ia menyampaikan wasiat terakhirnya kepada mereka. Ia meminta kepada saudara-saudaranya agar mereka membawa tulang-tulangnya ke negeri yang dijanjikan Tuhan pada saat ia mati (Kejadian 50:24-25). Kerinduan Yusuf untuk pulang ke negeri yang dijanjikan Tuhan terwujud empat ratus tahun kemudian ketika Musa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir (Keluaran 13:19). Dengan iman Yusuf telah melihat bahwa Mesir bukanlah negeri yang akan ditinggali keturunan Yakub untuk selamanya meskipun masih empat ratus tahun kemudian tulang-tulangnya baru dibawa ke negeri yang dijanjikan Tuhan.
Pelajarannya bagi kita, para orang tua, ialah kita menjadi teladan bagi anak cucu dalam hal iman dan kesetiaan pada Tuhan seumur hidup kita sebagaimana ketiga tokoh iman di atas. Memang kita tidak sempurna dalam mempraktikkan iman itu, namun Tuhan dengan kemurahan-Nya akan menolong kita untuk terus diperbaiki sifat dan karakter kita. Warisan yang terbaik dari orang tua kepada anak cucu bukanlah harta duniawi. Ishak, Yakub dan Yusuf adalah orang-orang sukses dan kaya dalam karier mereka masing-masing, namun mereka memandang jauh ke depan dengan iman bahwa keberlangsungan hidup anak cucu tergantung dari hubungan mereka dengan Tuhan yang dari Dia berkat pemeliharaan lintas generasi itu berlangsung.
Kita kaya atau miskin harta bukan penentu nasib anak cucu di masa depan, iman kita itulah yang diwariskan kepada mereka. Ketaatan, kesetiaan, ketekunan dan kebergantungan kita kepada Tuhan itulah iman dalam perbuatan yang disaksikan anak cucu di keseharian kita. Keteguhan hati, kejujuran dan pengorbanan yang tulus ketika menghadapi tantangan hidup, demikian pula doa, syafaat dan ucapan syukur kita saat sedang dalam pergumulan itulah yang akan diingat oleh anak cucu ketika mereka suatu saat mengalaminya juga di masa depan. Doa berkat kita kepada anak cucu tujuan utamanya ialah agar mereka mengenal Tuhan yang disembah oleh orang tuanya, mengalami sendiri kasih dan pemeliharaan Tuhan serta menyadari bahwa mereka diberkati agar mereka menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan Yesus memberkati, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H