Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seruan dari Sang Pendosa (Mazmur 130)

6 Juni 2023   22:30 Diperbarui: 6 Juni 2023   22:31 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Seorang pria mengacungkan jempol minta tumpangan di jalan raya yang sepi. Sumber: Pixabay / cocoparisienne

Nyanyian ziarah. Dari jurang ynag dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku. Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang. Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan. Dialah yang akan membebaskan Isarel dari segala kesalahannya (Mazmur 130).

Kompasianer yang terkasih, ayat 1 menunjukkan, bahwa pemazmur adalah orang yang pernah melakukan kejahatan atau pernah terikat dengan dosa. Jurang, dalam pemahaman orang Israel sama dengan laut yang kelam yang melambangkan dunia kejahatan. Sekalipun pemazmur orang beriman, namun ia bisa jatuh lagi ke dalam dosa. Dengan ia berseru kepada Tuhan berarti pemazmur sadar bahwa ia telah jatuh.

Ayat 2, ini adalah permohonan dari orang yang tidak berdaya dan tidak dapat melepaskan diri dari dosa, maka ia berseru karena ia percaya hanya Tuhan yang dapat melepaskannya dari dosa. Ayat 3-4, menegaskan bahwa keberadaan si pemazmur hanyalah anugerah Tuhan saja. Andaikan Tuhan menghitung dosa si pemazmur satu persatu tentu ia tidak dapat hidup.

Pemazmur sebagai orang beriman dalam Perjanjian Lama mengakui bahwa pengampunan Tuhan atas dosa-dosanya adalah karena kasih karunia-Nya semata. Tanpa pengampunan tidak ada rekonsiliasi; itu konsep dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Jadi harus ada rekonsiliasi antara umat dengan Tuhan, karena hal itu yang mengakibatkan bebasnya umat dari ketakutan, kecemasan dan kegelisahan.

Ayat 5-6, pada waktu pemazmur berseru kepada Tuhan, ia mendapati Tuhan tidak segera menjawabnya. Di sinilah pemazmur belajar untuk menantikan Tuhan dan mengharapkan firman-Nya. Jadi, tidak segera dijawabnya doa dapat dipahami bahwa Tuhan ingin umat-Nya merindukan diri-Nya dan mengharapkan jawaban yang terbaik dari firman-Nya.

Jiwa pemazmur yang mengharapkan Tuhan untuk melepaskannya dari dosa diibaratkan dengan pengawal yang mengharapkan pagi. Pagi hari sangat diharapkan oleh pengawal-pengawal kota yang bertugas di malam hari, karena di malam itulah mereka harus berwaspada dari ancaman musuh, rasa bosan, dan rasa ngantuk. Datangnya pagi berarti para pengawal tersebut bebas tugas.

Ayat 7-8, adalah pemikiran umat Perjanjian Lama, mereka masih mengharapkan Mesias untuk datang membebaskan. Sedangkan bagi kita, umat Perjanjian Baru, percaya bahwa Mesias itu sudah datang, Dialah Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita. Kematian dan kebangkitan Kristus itulah yang telah membebaskan kita dari belenggu dosa.

Di dalam Kristus kita telah berekonsiliasi dengan Allah sehingga kapan saja kita dapat menghampiri Allah untuk mendapatkan kasih karunia dan pertolongan-Nya tepat pada waktunya (Ibrani 4:16). "Sebab kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." (Roma 5:1)

Demikian pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini, sampai jumpa pada tulisan berikutnya. Tuhan Yesus memberkati. Haleluyah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun