Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bolehkah Orang Kristen Berpoligami?

16 Maret 2023   12:45 Diperbarui: 16 Maret 2023   12:47 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tentang poligami yang digambarkan dengan tiga jari tangan manusia. Sumber: iStock

Lamekh mengambil isteri dua orang; yang satu namanya Ada, yang lain Zila (Kejadian 4:19)

Kompasianer yang terkasih, dari keterangan Alkitab, Lamekh, keturunan kelima dari Kain, anak Adam, adalah orang pertama yang melakukan poligami. Lamekh memperistri Ada dan Zila dengan masing-masing memiliki dua orang anak (Kejadian 4:20-22).

Apa sih poligami itu? Menurut KBBI, poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan. Menurut Wikipedia, dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan).

Akan tetapi, jika dikenakan pada perempuan, maka perempuan yang bersuami lebih dari satu orang disebut dengan poliandri. Menurut Wikipedia, dalam pemakaian yang lebih luas, poliandri merujuk kepada hubungan seksual dengan laki-laki berganda dalam atau tanpa pernikahan.

Pada dasarnya, hukum pernikahan di Indonesia menganut asas monogami. Hal ini tertuang dalam pasal 3 ayat (1) UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan (UUP), bahwa seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami. Namun demikian, khusus poliandri dilarang oleh agama Islam, pengecualian pada poligami.

Kembali ke Alkitab. Sejak penciptaan manusia, Allah hanya merancang dan menetapkan pernikahan monogami: laki-lakinya tunggal dan perempuannya juga tunggal (Kej. 1:26-28; 2:18, 21-25). Tetapi, mengapa para bapak leluhur, nabi dan raja-raja Israel "dibiarkan" Allah untuk berpoligami seperti Abraham, Yakub, Musa, Saul, Daud, Salomo dan yang lainnya?

Menurut saya, Allah tidak pernah menganjurkan, tapi juga tidak melarang umat-Nya berpoligami di Perjanjian Lama. Maksudnya ialah Allah memberikan semacam "dispensasi" atau kelonggaran di masa itu. Menurut saya, satu hal saja mengapa Allah memberikan dispensasi atau kelonggaran kepada umat Perjanjian Lama, khususnya orang Israel "boleh" berpoligami. Apakah itu? Perlindungan dan keadilan sosial bagi kaum perempuan.

1. Bagi perempuan yang belum atau tidak memiliki anak (Kej. 30:1-8)

Rahel merasa malu karena belum memiliki anak dari Yakub sehingga ia memberikan Bilha budaknya untuk menjadi istri siri bagi Yakub. Budaya pada masa itu, jika seorang istri tidak memiliki anak, maka ia dapat memberikan budak perempuannya kepada suaminya dan anak yang lahir menjadi anak dari istri sah yaitu nyonyanya sang budak tersebut.

2. Bagi perempuan janda tanpa anak laki-laki (Ul. 25:5-10)

Seorang janda tanpa anak laki-laki berarti tanpa kekuatan untuk masa depannya baik dari segi finansial maupun keamanannya. Jadi, saudara laki-laki dari almarhum suaminya harus mengambilnya sebagai istri dan jika mereka memiliki anak laki-laki yang sulung, maka anak itu terhitung sebagai anak dari suami yang telah almarhum (hal ini berkenaan dengan warisan).

Jadi, pernikahan ipar atau perkawinan turun tikar bertujuan agar hak milik dari suami yang almarhum dapat diwariskan kepada anaknya. Saudara laki-laki dari suami yang almarhum tidak dikatakan seorang bujang atau telah beristri. Seandainya saudaranya itu telah beristri, berarti poligami dalam konteks pernikahan ipar itu semata-mata berdasarkan belas kasihan bagi si janda dan keadilan bagi nama almarhum suami si janda.

3. Bagi perempuan tawanan perang (Ul. 21:10-14)

Seorang perempuan asing (non Kanaan) yang menjadi tawanan perang dapat diambil untuk dijadikan istri oleh laki-laki Israel. Perempuan itu kemungkinan masih gadis karena ia diizinkan untuk menangisi ibu bapanya, bukan suami atau anak-anaknya. Tuhan menyuruh laki-laki Israel (tidak ditulis apakah dia bujang atau sudah menikah) agar  memperlakukannya dengan terhormat, boleh menidurinya setelah si perempuan menjadi istrinya (ay. 13). Bagi laki-laki dari bangsa lain, perempuan seperti ini dapat diperlakukan sebagai budak seks saja (contoh di masa kini ialah ketika ISIS berkuasa).

Dengan demikian, laki-laki Israel tidak boleh sama dalam memperlakukan perempuan tawanan perang yang diinginkannya seperti yang dilakukan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Dan jika ada masalah dalam pernikahannya dengan perempuan asing itu, maka sang suami harus membiarkan dia pergi (maksudnya bercerai) dan tidak boleh memperlakukan dia sebagai budak (ay. 14). Jadi, dengan menikahi si perempuan tawanan perang itu, maka laki-laki Israel telah menolong si perempuan dari perbudakan.

Sekali lagi, Tuhan tidak pernah menganjurkan poligami, tetapi jika terjadi demikian, maka Tuhan memberikan aturan ketika ada istri yang dicintai dan yang tidak dicintai (Ul. 21:15-17). Dalam aturan ini disebutkan, bahwa anak sulung yang lahir dari istri yang tidak dicintai tetap harus menjadi ahli waris yang utama. Inilah keadilan yang Tuhan berikan kepada perempuan yang tidak dicintai suaminya. Di ayat 14, istri yang diceraikan mungkin salah satu yang dimaksud oleh 15-17 yaitu istri yang tidak dicintai, tetapi jika anak sulung lahir daripadanya, maka hak anak sulung tetap diberikan kepada anak dari istri yang tidak dicintai itu.

Hal ini telah terjadi pada pernikahan Yakub yang berpoligami. Lea adalah istri pertama Yakub, namun tidak dicintai karena Yakub mencintai Rahel. Dari Lea, istri yang tidak dicintai lahirlah Ruben (Kej. 29:31-32). Dan Yakub mengakui Ruben sebagai anak sulung meskipun hak kesulungannya dicabut karena Ruben telah menaiki petiduran Yakub yaitu ketika meniduri Bilha, istri sirinya Yakub (Kej. 49:3-4; 35:22a). Dengan demikian, Tuhan memberikan keadilan kepada Lea dengan delapan orang anak (enam anak kandung, dua dari Zilpa budaknya; Kej. 35:23,26), dua kali lipat dari Rahel yang dicintai Yakub dengan empat orang anak (dua anak kandung, dua anak dari Bilha budaknya; Kej. 35:24-25).

Sekarang kita tinjau dari Perjanjian Baru. Ketika Tuhan Yesus datang, maka Ia mengembalikan pernikahan kepada rancangan yang orisinil-Nya yaitu pernikahan monogami karena itulah yang diberkati Tuhan (Mat. 19:4-6; Kej. 1:27-28; 2:18, 21-25). Ketika Tuhan Yesus datang, maka poligami yang mendapat dispensasi di Perjanjian Lama sekarang tidak berlaku lagi. Matius 19:4, dari kata kerja Yunaninya jelas bahwa sejak Ia berfirman pada masa penciptaan manusia, pernikahan monogamilah yang dikehendaki Allah dan harus dilakukan oleh setiap orang Kristen untuk seterusnya dan selamanya. Jadi, Tuhan Yesus datang memulihkan pernikahan monogami.

Alasan utama poligami di era patriarkh Perjanjian Lama adalah demi kelangsungan keturunan sehingga anak dari istri lainnya dapat menjadi anak istri pertama dan demi menutupi rasa malu akibat kemandulan di mana istri pada jaman itu yang selalu berada di posisi yang dipersalahkan. Namun, di masa kini suami istri Kristen yang tidak memiliki anak tidak perlu malu sehingga suami harus melakukan poligami. Mereka dapat mengadopsi anak secara resmi sesuai aturan negara baik melalui panti asuhan atau kerabat dekat dan lain sebagainya.

Tidak memiliki anak bukan alasan untuk berpoligami apalagi menceraikan istrinya supaya bisa kawin lagi dengan perempuan lain demi mendapatkan anak. Justru dalam kondisi sulit seperti inilah seorang suami harus mengingat sumpah setianya di hadapan Tuhan di mana ia akan menerima istrinya dalam situasi dan kondisi apapun (termasuk tidak punya anak) sampai maut memisahkan mereka.

Hakikat pernikahan ialah bersatunya dua pribadi yaitu laki-laki dan perempuan sebagai suami istri, sedangkan kehadiran anak merupakan berkat dari anugerah Allah semata. Artinya, tanpa kehadiran seorang anak pun hal itu tidak akan menurunkan derajat pasangan suami istri yang telah diteguhkan dan diberkati Tuhan dalam pernikahan kudus.

Di jaman Perjanjian Lama perempuan adalah salah satu kaum marjinal dan tidak memiliki hak setara dengan laki-laki kecuali soal hak waris anak perempuan dari orangtua yang tidak mempunyai anak laki-laki (Bil. 27:1-11). Itu pun di dapat dari Tuhan yang memberi keadilan bukan karena kesadaran akan kesetaraan dari pihak manusia.

Di era Perjanjian Baru, rasul Paulus telah menegaskan bahwa di dalam Kristus perempuan haknya setara dengan laki-laki di dalam menerima janji Allah (Gal. 3:26-29), meskipun pemenuhan hak-hak perempuan terlaksana secara bertahap termasuk para budak perempuan yang sekarang telah dijamin hak asasinya secara internasional.

Jika pada masa Perjanjian Lama perempuan "diperbolehkan" untuk dipoligami dengan alasan perlindungan dan keadilan sosial, maka di era Perjanjian Baru dan di masa kini perempuan Kristen beserta hak-haknya telah dilindungi oleh Injil dan Undang-Undang negara sehingga perempuan Kristen harus mendapat perlakuan dan penghormatan yang sama dengan laki-laki termasuk dalam pernikahannya.

Perempuan Kristen masa kini berhak mendapatkan pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pangkat, jabatan dalam dunia sekuler. Demikian juga dengan perempuan dalam dunia rohani bahkan boleh menjabat sebagai pendeta atau gembala jemaat yang dulunya hanya dipegang oleh laki-laki. Termasuk soal mencari calon suami, seorang perempuan Kristen berhak untuk memilih yang dinilainya cocok bagi dirinya tanpa harus menunggu dijodohkan oleh orangtuanya.

Sedangkan perempuan yang masuk kategori janda miskin tetapi masih muda, ia masih bisa dibantu melalui bantuan diakonia atau lebih baik ia diberikan pekerjaan misalnya sebagai asisten rumah tangga dan lain sebagainya. Bisa juga diberikan kursus atau pelatihan kerja atau dibantu dengan pinjaman modal tanpa bunga untuk usaha UMKM dan lain-lain.

Janda-janda miskin yang berusia lanjut dan tidak memiliki keluarga dapat dititipkan di panti werdha milik pemerintah atau yayasan sosial swasta lainnya yang tidak memungut bayaran. Dengan demikian, kemiskinan tidak relevan lagi dijadikan alasan untuk berpoligami bagi laki-laki Kristen. Negara telah hadir sebagai pelindung dan jaring sosial bagi kaum perempuan miskin termasuk yang beragama Kristen sesuai amanat Undang-Undang.

Kembali ke firman-Nya Tuhan Yesus dalam Matius 19:4-6. Ayat 5, "Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging." Perhatikan, laki-laki (tunggal) bersatu dengan istrinya (tunggal), sehingga keduanya (jamak) menjadi satu daging (tunggal). Firman Tuhan Yesus diulang persis sama oleh Paulus dalam Efesus 5:31 untuk menjelaskan bahwa pernikahan monogami merupakan gambaran hubungan Kristus dengan jemaat-Nya di ayat 32. Dan Paulus menegaskan di ayat 33 bahwa suami harus mengasihi istrinya (tunggal) seperti dirinya sendiri.

Sekarang kita lihat kepada para pemimpin jemaat baik itu penilik, penatua dan diaken. Dalam 1 Timotius 3:2 ditetapkan syarat bagi seorang penilik jemaat, salah satunya adalah suami dari satu istri (tunggal), dan dalam Titus 1:6 ditegaskan syarat bagi penatua jemaat adalah ia mempunyai hanya satu istri (tunggal). Dan di 1 Timotius 3:12 syarat bagi seorang diaken haruslah ia suami dari satu istri (tunggal). Jika para pemimpin ditetapkan pernikahannya monogami, berarti seluruh anggota jemaat haruslah demikian juga.

Demikian pelajaran Alkitab yang kali ini saya sampaikan dengan cukup panjang. Kiranya menjadi berkat bagi Kompasianer sekalian. Tuhan Yesus memberkati, haleluyah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun