Demikianlah perbuatan Hizkia di seluruh Yehuda. Ia melakukan apa yang baik, apa yang jujur, dan apa yang benar di hadapan TUHAN, Allahnya. Dalam setiap usaha yang dimulainya untuk pelayanannya terhadap rumah Allah, dan untuk pelaksanaan Taurat dan perintah Allah, ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan segenap hati, sehingga segala usahanya berhasil. (2 Tawarikh 31:20-21)
Kompasianer yang terkasih, kedua ayat penutup di pasal 31 tersebut menjadi kesimpulan dari perbuatan Hizkia sebagai seorang raja yang mengutamakan Tuhan di dalam pemerintahannya. Tiga hal yang menjadi kredit poin Hizkia yaitu ia melakukan apa yang baik, apa yang jujur, dan apa yang benar di hadapan TUHAN, Allahnya (ayat 20).
Bagi Hizkia, ketiga hal itulah dasar yang harus menjadi teladan bagi seluruh umat Allah. Di hadapan Tuhan, bukan di hadapan manusia Hizkia mengharapkan perkenanan dan dukungan di dalam ia menjalankan pemerintahannya.
Oleh penulis Tawarikh Hizkia disandingkan dengan Daud, bapa leluhurnya, bukan dengan Ahas, bapa kandungnya, dalam soal iman dan perbuatannya di hadapan Tuhan (2 Tawarikh 29:2). Mengapa Hizkia disandingkan dengan Daud? Karena Daud ketika menjadi raja Israel, ia selalu mendahulukan Tuhan di setiap bagian kehidupannya.
Apa yang dilakukan oleh Hizkia sungguh luar biasa. 2 Tawarikh 29:3 menuliskan: "Pada tahun pertama pemerintahannya, dalam bulan yang pertama, ia membuka pintu-pintu rumah TUHAN dan memperbaikinya." Selanjutnya, kita dapat membaca reformasi total yang dilakukan oleh Hizkia.
Reformasi total yang dilakukan adalah memperbaiki rumah TUHAN, mengembalikan peribadatan dan perayaan Paskah serta memperhatikan para hamba Tuhan dan para pelayan sesuai dengan Taurat dan perintah Allah ( 2 Tawarikh 29:4-31:19).
Dengan demikian, Hizkia melakukan hal yang berbeda dengan kebiasaan raja-raja di dunia pada umumnya. Hizkia di tahun pertama dan bulan pertama masa pemerintahannya, ia justru mengutamakan reformasi total pada bidang rohani, bukan pada kekuasaannya.
Hizkia tidak memprioritaskan kekuatan politik dan kekuatan militernya terlebih dahulu, tetapi ia memperkuat keimanan rakyat kepada Tuhan di mana mereka merupakan umat pilihan Allah untuk menjadi fondasi bangsa Yehuda.
Kembali ke ayat 21 yang menjadi pokok tulisan ini. Di dalam Hizkia menjalankan usahanya tersebut, ia mencari Allah dengan segenap hati sehingga segala usahanya berhasil. Dalam pelayanannya untuk melaksanakan Taurat dan perintah Allah, ia tidak menggunakan kekuatan dan kekuasaannya sendiri, tetapi ia tetap mencari Allah, juga tidak mencarinya dengan hikmatnya sendiri.
Dalam konteks kita pada hari ini, ketika pemerintah telah mengizinkan gereja untuk melakukan ibadah tatap muka lagi, marilah kita mereformasi diri kita terlebih dahulu sebelum meminta kepada Tuhan apa yang menjadi impian kita yang tertunda karena pandemi yang berkepanjangan.