Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mungkinkah Membayar Utang Kepada Allah?

23 September 2022   21:59 Diperbarui: 23 September 2022   22:14 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pria dan Wanita di Monumen Salib. Sumber: Pexels (Jonathan Borba)

"Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah" (Roma 8:12-14).

Kompasianer yang terkasih, apa yang terlintas di pikiran saudara ketika mendengar kata utang? Ya, pasti pinjaman uang atau barang dari orang lain yang harus atau wajib dibayarkan kembali dalam tempo waktu yang sudah disepakati.

Meskipun di Alkitab memakai kata hutang, namun saya mengacu pada bahasa bakunya di KBBI yaitu utang tanpa huruf 'h'. Nah, sekarang mungkin Kompasianer bertanya, "mungkinkah membayar utang kepada Allah?" Jika saudara membaca blog saya sebelumnya dengan judul: "Mungkinkah Membalas Kasih Karunia Allah?", maka jawabannya adalah sangat mungkin. Untuk itu, mari kita memperhatikan pembahasan berikut dan jangan diskip supaya tidak disalahpahami.

Dari ayat pokok yang kita baca, jelas bahwa kita semua adalah orang yang berutang kepada Allah. Utang yang pertama ialah utang dosa yang hanya dapat dibayar oleh Allah sendiri dan itu telah dibayarkan oleh Yesus Kristus di kayu salib sehingga kita ditebus dan diselamatkan (Rm. 8:3). 

Utang yang dibayarkan itu disebut kasih karunia. Utang yang kedua ialah utang kita kepada Allah yang telah menebus dan menyelamatkan kita. Bagaimana caranya kita membayar utang kepada Allah?

1. Mematikan perbuatan-perbuatan tubuh dengan pimpinan Roh Allah (Rm. 8:13-14) 

  • Kompasianer yang terkasih, meskipun kita telah dimerdekakan dari dosa, tetapi godaan untuk berbuat dosa yaitu untuk memuaskan keinginan daging itu sangatlah kuat. Dan kita tahu bahwa hidup dalam daging tidak mungkin berkenan kepada Allah (Rm. 8:8). Justru ketika keinginan berbuat dosa itu datang, maka seharusnyalah kita ingat untuk membayar utang kepada Allah yang telah memberikan kita hidup yaitu dengan menolak keinginan daging dan mematikannya oleh kuasa Roh Allah (Rm. 8:13). Inilah yang menegaskan status kita sebagai anak-anak Allah (Rm. 8:14).

  • Tidak dikatakan bahwa dengan menolak keinginannya saja maka kita akan hidup, namun kita harus mematikannya karena ini sejajar dengan keinginan Roh Allah yaitu hidup dan damai sejahtera (Rm. 8:6). Kapan kita harus mematikannya? "Mematikan" dari kata kerja thanatoute yang berbentuk present indicative active, berarti setiap godaan dosa datang, saat itu juga kita harus melakukannya yaitu bertindak mematikannya. Dengan demikian, setiap kita menolak keinginan dosa dan mematikannya, di saat itulah kita membayar utang kepada Allah.

2. Mengasihi sesama manusia (Rm. 13:8-10)

  • Kompasianer yang terkasih, rasul Paulus mengalihkan tema dari kepatuhan pada pemerintah menjadi tema kasih. Sebagaimana warga negara wajib membayar pajak kepada pemerintah sebagai hamba Allah, demikian pula warga gereja atau jemaat Kristen wajib mengasihi sesamanya manusia yang merupakan mandataris Allah yang diciptakan serupa dengan Dia. 

  • Dengan mengasihi dan tidak berbuat jahat kepada sesama, maka kita mulai membayar utang tersebut yang sebenarnya bersifat kekal. Meskipun seumur hidup tidak akan mungkin kita melunasi utang kepada Allah, tetapi setidaknya ini yang terbaik yang dapat kita lakukan sebagai orang-orang yang berutang kepada Dia.

  • Secara jujur, kita tidak akan mungkin dapat memenuhi hukum Taurat kecuali dengan mengasihi sesama manusia karena ketika kita mengasihi Allah, maka kita juga akan mengasihi dan menerima sesama sebagaimana kita dikasihi dan diterima oleh Allah. Mengasihi sesama dilakukan bukan hanya musiman, tetapi harus menjadi gaya hidup seperti Kristus ketika Ia mempraktikkan kasih-Nya sebagai Anak Manusia. 

  • Kristus telah menyatukan manusia yang terpisah dari Allah, yang terpisah dari sesamanya di dalam kasih-Nya, demikian juga Paulus menjembatani jemaat Yahudi dan jemaat non Yahudi ketika ia seringkali mengutip Perjanjian Lama kepada jemaat Perjanjian Baru supaya mereka kokoh sebagai kesatuan tubuh Kristus.

Demikian pelajaran Alkitab pada hari ini. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya. Kiranya Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian. Haleluyah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun