Mohon tunggu...
Theodoron Sakerebau
Theodoron Sakerebau Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNNES

Saya gemar membaca mengenai topik-topik yang berkaitan dengan sejarah dan gender.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Majalah "Dunia Wanita": Ruang bagi Suara Wanita Pasca Revolusi Kemerdekaan

16 Desember 2024   02:12 Diperbarui: 16 Desember 2024   02:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hai wanita-wanita Indonesia jadilah revolusioner, tiada kemenangan revolusioner jika tiada wanita revolusioner, dan jika tiada pedoman revolusionernya." -- Ir. Soekarno.

Kalimat di atas dikutip dari seruan Dolores Ibarouri dalam Revolusi Spanyol yang dengan tegas dituliskan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, dalam bukunya berjudul "Sarinah: Kewadjiban Wanita dalam Perdjoangan Republik Indonesia" yang diterbitkan oleh The Soekarno Foundation. Ini menunjukkan bagaimana Ir. Soekarno memperhatikan dan sangat memperhitungkan kehadiran perempuan dalam perjalanan sejarah Indonesia dalam segala keterbatasan yang ada pada masa tersebut.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, terdapat begitu banyak perubahan sosial budaya yang terjadi, yang kemudian berpengaruh terhadap peran wanita dalam kehidupan masyarakat. Kondisi ini sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh wanita Indonesia pada masa-masa sebelumnya. Hal ini didorong oleh berbagai perubahan global dan kemajuan yang mengubah pola pikir dan pandangan masyarakat terhadap wanita dan peran domestik serta publiknya.

Salah satu media yang secara progresif mendorong kemajuan ini adalah pers.  Pers merupakan institusi sosial dan alat komunikasi massa yang memiliki peran penting dalam penyebaran informasi dan pembentukan opini publik (McQuail:2010). Kondisi pers Indonesia pasca revolusi kemerdekaan mengalami dinamika yang sangat mempengaruhi iklim sosial pada masa itu. Jika dilihat pada masa awal kemerdekaan, pers memiliki peran krusial dalam menyebarkan semangat nasionalisme dan perlawanan terhadap bangsa asing, surat kabar pada masa ini cenderung memuat informasi yang mendorong lahirnya semangat revolusi. Memasuki masa Demokrasi Liberal, pers mencapai titik kebebasan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, terjadi perkembangan yang cukup signifikan dalam dunia pers pada masa ini.

Pada periode ini pers terus berkembang dan banyak media baru yang lahir secara independen maupun dibawah naungan lembaga atau partai politik tertentu. Pers pada masa ini juga dipengaruhi oleh berbagai perspektif sesuai dengan keberagaman orientasi ideologis yang turut lahir pada masa itu. Kondisi ini dimanfaatkan oleh wanita Indonesia untuk memuat ide-ide dan pemikiran kaumnya dalam pers nasional. Peluang untuk mengeksplor berbagai isu termasuk isu gender mendorong berbagai media untuk memunculkan redaksi-redaksi yang berfokus pada isu tersebut. Sehingga tidak sedikit ditemukan berbagai media pers yang diperuntukkan bagi wanita, sebagai respon terhadap minimnya representasi perempuan dalam berbagai media yang pada saat itu didominasi oleh laki-laki, baik berupa surat kabar maupun majalah, salah satu media yang cukup vokal terhadap keadaan wanita Indonesia pada masa ini adalah Majalah "Dunia Wanita".

Majalah "Dunia Wanita" didirikan oleh salah seorang jurnalis wanita asal Sumatera Barat, Ani Idrus, pada Juni 1949. Tujuan Ani Idrus mendirikan majalah ini tidak lain adalah untuk turut berperan dalam memajukan perempuan Indonesia dalam rangka mengisi kemerdekaan. Dengan cita-cita tersebut, Ani Idrus kemudian mempekerjakan wanita sebagai staffnya dan memberikan kesempatan bagi wanita lainnya untuk menulis topik apapun untuk dimuat dalam majalah Dunia Wanita mulai dari politik, ekonomi, sosial, hingga permasalahan yang berkaitan dengan rumah tangga sekalipun. Selain itu, majalah ini juga memberikan kesempatan bagi kaum pria untuk menulis berbagai hal yang bertema keperempuanan dan juga membuka kesempatan bagi para pembaca untuk menunagkan idenya dan mengirimkan karangannya ke redaksi Dunia Wanita. Meskipun terdapat dinamika dalam perjalanannya sebagai media massa karena sempat dipaksa untuk berhenti produksi, namun dengan dukungan dari beberapa tokoh wanita seperti Fatmawati dan Rahmi Hatta redaksi ini tetap melanjutkan produksi informasi.

Kehadiran majalah ini memberikan pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan wanita Indonesia yang tidak memiliki kemampuan dalam mengakses informasi melalui pendidikan formal. Selain itu, majalah ini juga menjalankan perannya sebagai runag bagi suara-suara wanita, terutama dalam hal menciptakan kesetaraan dalam rumah tangga. Ketimpangan yang sering terjadi dalam rumah tangga menjadi highlight dalam berbagai media pers yang fokus dalam permasalahan wanita. Namun, terdapat keunikan dalam majalah Dunia Wanita, yang tidak hanya memberikan tuntunan bagi wanita untuk mengupayakan peran sebagai istri dan ibu yang baik, melainkan juga mengajak kaum laki-laki atau ayah untuk turut serta dalam berbagai kegiatan di ranah domestik. Hal ini dibuktikan dengan adanya artikel-artikel yang memuat tentang langkah-langkah yang dapat dilakukan kaum laki-laki dalam berbagai urusan rumah tangga, tidak jarang juga artikel-artikel tersebut disertai dengan gambar untuuk memudahkan para pembaca memahami pesan dan ajakan yang dimuat dalam tulisan tersebut.

Berbagai isu lain yang tidak luput dalam pembahasan majalah ini antara lain kesehatan, surat menyurat, pendidikan, sastra, kerajinan, bahkan resep-resep masakan. Pada dasarnya kehadiran Majalah "Dunia Wanita" berperan sebagai wadah penyampaian aspirasi serta keresahan kaum wanita terhada isu-isu domestik dan kesetaraan dalam rumah tangga yang dibungkus dalam berbagai rubrik yang menarik sehingga tidak heran apabila terbitan majalah ini selalu dinantikan oleh para pembacanya. Majalah ini juga memuat berbagai cara berpikir wanita terhadap kaumnya sendiri tanpa mendiskreditkan pandangan kaum laki-laki terhadap wanita. Dalam hal ini, pers memiliki peran besar dalam menjembatani hubungan antara wanita Indonesia dalam belenggu peran domestiknya dengan kehidupan masyarakat yang jauh lebih luas dan kompleks. Terlebih pada masa Demokrasi Liberal, ketika pers relatif bebas menyuarakan berbagai perspektif sesuai dengan kaidahnya sebelum dikontrol secara ketat oleh pihak-pihak yang berkuasa di masa selanjutnya, Majalah "Dunia Wanita" menjadi salah satu pionir utama wadah penyampaian suara wanita melalui media massa pasca kemerdekaan Indonesia.



Sumber:

Tridah Bangun, Hjj. (1990). Ani Idrus Tokoh Wartawati Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun