Keputusan Nadiem Makarim untuk mencopot gelar profesor dua guru besar UNS merupakan langkah yang tegas dan berani dalam menjaga integritas akademik. Alasan di balik keputusan ini adalah untuk memastikan bahwa gelar profesor tidak disalahgunakan dan tetap menjadi simbol keunggulan akademik yang sebenarnya.Â
Tindakan ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam menegakkan standar pendidikan tinggi yang ketat dan mencegah praktik-praktik yang merusak reputasi institusi pendidikan. Dengan demikian, langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba menyalahgunakan gelar akademik dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan di Indonesia.
Keputusan Nadiem Makarim untuk mencopot gelar profesor dua guru besar UNS bisa dihubungkan dengan pasal-pasal hukum yang mengatur tentang etika dan integritas akademik di Indonesia. Misalnya, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Selain itu, pelanggaran etika akademik seperti plagiarisme bisa dikaitkan dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa setiap anggota masyarakat akademik wajib menjunjung tinggi etika akademik dan kejujuran ilmiah dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.
Keputusan Nadiem Makarim ini seperti seorang wasit dalam pertandingan sepak bola yang memberikan kartu merah kepada pemain yang melakukan pelanggaran berat. Tindakan ini bukan hanya untuk menghukum pemain tersebut, tetapi juga untuk menjaga fair play dan integritas permainan. Dengan memberikan kartu merah, wasit menunjukkan bahwa pelanggaran serius tidak akan ditoleransi dan memberikan pesan kuat kepada semua pemain bahwa aturan harus dihormati.
Keputusan Nadiem Makarim untuk mencopot gelar profesor dua guru besar UNS didasarkan pada temuan-temuan yang menunjukkan adanya pelanggaran etika dan integritas akademik. Dalam berita yang beredar, disebutkan bahwa kedua guru besar tersebut terlibat dalam praktik-praktik plagiarisme yang tidak sesuai dengan standar akademik yang ditetapkan. Langkah ini mencoreng kredibilitas pendidikan tinggi di Indonesia. Untuk memastikan bahwa gelar akademik diberikan kepada individu yang benar-benar layak dan berkontribusi secara signifikan dalam bidang akademik, keputusan ini menjadi mutlak.
Selain itu, laporan investigasi internal dari Universitas Sebelas Maret (UNS) mengungkapkan bahwa kedua guru besar tersebut diduga terlibat dalam plagiarisme dan manipulasi data penelitian. Temuan ini diperkuat oleh bukti-bukti dokumen dan kesaksian dari rekan-rekan akademisi lainnya. Langkah pencopotan gelar ini juga didukung oleh berbagai pihak, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebagai bentuk penegakan disiplin dan etika dalam dunia akademik. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dan institusi pendidikan untuk menjaga kualitas dan integritas penelitian serta pendidikan tinggi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H