Malang, 15 November 2024 -- Bagaimana jadinya jika kita menormalisasikan pembelajaran interaktif di luar kelas sebagai salah satu metode efektif bagi peserta didik? Kurikulum merdeka membebaskan guru, tenaga pendidik, tutor, atau pembimbing dalam satuan pendidikan untuk memilih metode yang tepat diimplementasikan pada siswa. Mendukung hal tersebut, Universitas Negeri Malang mengadakan program Asistensi Mengajar (AM) dengan tujuan mencetak calon guru berkualitas serta mampu memberikan service bagi peserta didik sebaik mungkin. Hal itu membangkitkan semangat mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi UM yang sedang melaksanakan program Asistensi Mengajar di SMA Negeri 2 Malang, mahasiswa membentuk sebuah program kerja untuk membangkitkan semangat serta mencoba menerapkan new experience bagi siswa kelas sepuluh atau mereka yang baru memasuki Fase E.
Memahami konsep sosiologi tidak melulu soal tokoh dan teori maupun hafalan, tetapi bagaimana kita dapat menghubungkan pemahaman yang sudah kita pelajari di sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Program kerja berupa outing class dapat membantu siswa SMA Negeri 2 Malang untuk menganalisis apa fungsi sosiologi di tengah masyarakat. Selain itu, selama kegiatan berlangsung peserta didik diberikan tanggung jawab untuk bersifat kritis dengan kebutuhan pribadi serta kemampuan masing-masing anggota kelompoknya. Mulai dari pemberangakatan outing class, siswa dibimbing untuk melakukan interaksi dengan supir angkutan umum serta ticketing person sembari mengelola keuangan secara mandiri. Saat outing class berlangsung, siswa diberikan tuntutan tugas berupa vlog video dan wawancara dengan syarat bahwa peserta didik harus mencari narasumber dengan background yang berbeda. Dengan adanya ketentuan seperti ini, siswa melakukan proses pengamatan dan perancangan bersama teman-teman satu kelompoknya dengan menanyakan; apa orang tersebut dapat diwawancarai? Bagaimana caranya mengajak orang tersebut merespon kita? Ketika diskusi serupa muncul, mereka sudah melewati proses observasi dengan baik dan benar.
Setelahnya, siswa melakukan proses wawancara dengan menanyakan bagaimana sosialisasi serta nilai yang ada di tengah Kampung Kajoetangan, sesuai dengan materi yang sedang diajarkan oleh mahasiswa AM Sosiologi UM sebagai guru pendamping. "Susah, Bu. Orangnya tak tanya apa malah jawab apa, gak nyambung tapi ya gimana" ujar salah seorang siswa ketika ditanya bagaimana respon masyarakat terhadap wawancara yang dilakukan. Tidak hanya satu, melainkan beberapa siswa mengalami hal serupa sehingga mereka mampu menyadari bahwa proses memilah narasumber untuk dijadikan bahan data tugas memang perlu dilakukan. Kegiatan ini juga secara tidak langsung menyiapkan mereka pada pembelajaran sosiologi ke depannya saat melakukan penelitian sosial.
Outing class sebagai pembelajaran interaktif bukanlah dasar bagi siswa untuk keluar kelas dan bermain, tetapi bagaimana mereka mampu untuk menyikapi diri mereka serta teman-teman satu kelasnya ketika dihadapkan dengan challenge sebenarnya yang mereka hadapi sehari-hari. Pembelajaran interaktif yang dirancang seapik mungkin akan menghasilkan impact yang bagus pula, adanya outing class pada pembelajaran sosiologi mampu menorehkan kesan, pengalaman serta pemahaman yang hanya bisa didapatkan saat mereka berada di luar kelas. Pertimbangan guru, tenaga pendidik, hingga pendamping di satuan pendidikan ketika melakukan pembelajaran interaktif sebagai salah satu metode efektif dapat dijadikan opsi bagi siswa untuk menumbuhkan minat pada mata pelajaran yang diampu. Dengan begitu, siswa akan lebih mengenal bagaimana fokus studi yang sedang dijalani pada masing-masing mata pelajaran.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H