Jika ditanya, siapa orang yang paling sukses dan inspiratif dalam hidupku, aku tidak akan ragu untuk menjawab: Opa dan Oma ku. Bagi banyak orang, kesuksesan sering kali diukur dari materi, karier gemilang, atau pencapaian besar di dunia profesional. Namun, bagiku, arti kesuksesan jauh melampaui sekadar harta. Kesuksesan sejati adalah ketika seseorang mampu mendidik anak-anak dan cucu-cucunya dengan luar biasa, memberikan teladan, cinta, dan nilai-nilai kehidupan yang abadi. Dan itulah yang berhasil dilakukan oleh Opa dan Oma ku.
Opa ku, Aan Kamal, lahir di Jakarta dalam sebuah keluarga yang jauh dari berkecukupan. Hidupnya tidaklah mudah. Ia tumbuh dengan seorang ayah yang sering kali mabuk-mabukan, dan lebih dari itu, ayahnya juga kerap melampiaskan amarah kepada anak-anak dan istrinya. Lingkungan seperti ini sering kali menghancurkan jiwa anak-anak yang terjebak di dalamnya, namun Opa berhasil melampaui luka tersebut. Di tengah kekerasan dan kehangatan yang tak pernah ia rasakan dari keluarganya, ia tumbuh dengan tekad untuk tidak mengulangi pola yang sama.
Sementara itu, Oma ku, Nani Sumarni, lahir di Subang, di sebuah keluarga miskin yang juga penuh keterbatasan. Seperti Opa, ia juga tumbuh tanpa kasih sayang yang memadai dari orangtuanya. Kekurangan secara finansial hanyalah sebagian dari tantangan yang ia hadapi. Kehangatan, perhatian, dan rasa aman yang seharusnya diberikan orangtua kepadanya tidak pernah ada. Namun, meski diliputi oleh rasa sakit dan trauma masa kecil, Oma tetap memiliki harapan. Harapan bahwa masa depannya tidak akan sama dengan masa lalu yang ia alami.
Keduanya dipertemukan oleh takdir ketika sama-sama bekerja di sebuah toko sembako di daerah Lembang. Mereka merantau, mencari peruntungan di tempat baru, dengan tekad untuk memperbaiki nasib mereka. Dalam perjalanan ini, mereka saling menemukan satu sama lain. Meski berasal dari latar belakang yang penuh luka dan trauma, mereka tidak menyerah pada keadaan. Mereka memutuskan untuk menjalani hidup bersama, membangun keluarga kecil dengan harapan besar, bahwa mereka bisa memberikan yang terbaik bagi anak-anak mereka.
Di balik segala kesulitan, Opa dan Oma ku berhasil menjadi orangtua yang penuh kasih sayang dan bijaksana. Mereka mendidik anak-anak mereka dengan penuh cinta, menghargai pentingnya pendidikan, dan menanamkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, serta tanggung jawab. Mereka memberikan teladan bahwa meski berasal dari masa lalu yang kelam, masa depan selalu bisa dibangun dengan cara yang berbeda. Trauma masa kecil tidak harus diwariskan, dan pola buruk dari generasi sebelumnya bisa diputus.
Tidak hanya itu, mereka juga berhasil menanamkan semangat kemandirian dan keberanian dalam menghadapi tantangan hidup kepada anak-anak mereka. Mereka tidak pernah mengeluh atau merasa kasihan pada diri sendiri. Sebaliknya, mereka bekerja keras dan saling mendukung untuk memastikan bahwa anak-anak mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik daripada yang mereka alami.
Kini, saat aku melihat keluarga besar kami, aku sadar betapa luar biasanya pencapaian Opa dan Oma. Mereka tidak hanya berhasil secara materi, tetapi yang lebih penting, mereka berhasil menciptakan generasi baru yang lebih baik. Anak-anak dan cucu-cucu mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan penuh kasih. Inilah makna sejati dari kesuksesan. Bukan sekadar tentang uang atau pencapaian karier, tetapi tentang bagaimana seseorang mampu menjadi teladan dan menciptakan warisan yang bernilai dalam keluarga.
Opa dan Oma ku mungkin tidak dikenal oleh dunia luas, namun bagi keluarga kami, mereka adalah sosok paling sukses dan inspiratif. Mereka telah mengajarkan bahwa kesuksesan tidak hanya diukur dari harta benda, melainkan dari kemampuan menjadi orangtua yang bijaksana, mendidik dengan cinta, dan melahirkan generasi yang hebat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H