Hal yang hebat tentang sahabat sejati adalah mereka yang membawa energi baru dalam jiwamu dan mampu membuatmu kembali tersenyum meski dalam kondisi tersulit sekalipun
Obrolan karton foto
"Oleee, ini sapa e? Sekarang di mana?" (Waduh, ini siapa?)
"Dulu yang paling umet  itu sapa e?" (Yang paling centil itu siapa ya?)
"Ayo, kita kumpul-kumpul lagi, kita cerita lagi"
"Marsu, kita reuni su.." (Ayolah, kita reuni, yuk)
Obrolan di atas adalah sepenggal komentar di laman medsos, begitu Doga mengunggah foto-foto masa SMP yang diambil dari almamater dalam bentuk video singkat di medsos. Cerita dalam video  durasi  singkat  itu seperti mengulang kembali kenangan manis ketika masih menjadi murid SMP dengan seragam biru muda dan biru tua yang kontras.Â
Wajah yang lucu, keriangan yang polos, cinta monyet yang manis, aiiihhh.......semua seolah terbaca jelas dalam rangkaian foto hitam putih yang ditempel rapi dalam selembar karton manila yang sederhana.
Rasa rindu, kangen, dan keinginan kuat untuk bertemu teman masa kecil, menyeruak begitu saja.  Deretan pertanyaan tentang kabar sahabat masa kecil ibarat teka-teki yang membuat adrenalin makin meningkat. Rasa ingin tahu  yang besar tentang kabar teman-teman yang sudah puluhan tahun tidak bertemu berhasil jadi trending topic di grup.Â
Usia hanyalah angka
Obrolan tentang reuni semakin kencang dalam grup Angkatan 85. Besarnya keinginan untuk bertemu setelah tigapuluhan tahun, akhirnya ‘memaksa’ anggota grup untuk menetapkan hati, apakah bersedia ikut reuni atau tidak.Â
Tidak mudah mengumpulkan ide dari 58 kepala dalam grup utama. Akhirnya dibentuklah grup khusus untuk reuni yang beranggotakan mereka yang memiliki ketetapan hati untuk berangkat.Â
Dibutuhkan sosok seorang Fanny, sebagai ketua pelaksana reuni. Dia  tidak main-main dalam berkomitmen. Tidak mau  dighosting, apalagi PHP. Tegas, jelas dan sedikit  jutek.  Upssss! Namun banyak yang tidak tahu kalau Fanny memiliki hati yang sangat lembut, penuh kasih dan melayani, sebelum bertemu langsung dengan dirinya.
Kerja panitia kecil sangat cepat, luar biasa dan patut diacungi dua jempol. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akhirnya Bali ditetapkan sebagai destinasi kali ini, setelah sebelumnya Mandalika dipilih jadi lokasi reuni.Â
Entah bagaimana mereka bergerilya dalam diam (hmmm, sekilas mirip judul lagu), semua urusan terkait reuni lancar dan tuntas, padahal mereka tinggal di tempat yang berbeda, Kupang, Surabaya, Bali, Jakarta dan Ruteng-Flores.Â
Urusan hotel yang dapat mengakomodir keinginan 37 peserta, transportasi dan akomodasi, destinasi wisata, baju kaos cantik, rundown acara hingga urusan tetek bengek lainnya seperti make up buat para mommy, dresscode agar tampil ciamik, Â seolah mendapat sentuhan magis. Sekali klik, Â tadaaaa.......beres semuanya!
Tagline istimewa yang khusus dibuat untuk reuni ini adalah #Life Begins at Fifty : Now or Never! menempel cantik pada berbagai gift yang diperoleh secara cuma-cuma. Kaos cantik dengan warna-warni yang cerah, tumbler, mug, hand sanitizer, masker  warna senada dengan kaos, serta tas transparan yang kece badai, lagi modis.Â
Pokoknya, mengingatkan semua peserta reuni bahwa kebahagiaan itu tidak dibatasi usia. Kalau kata emak-emak pencinta daster yang berjiwa muda, setengah membela diri, usia hanyalah angka! Ahayy.......
Ini bukan reuni hati
Berbeda dengan reuni lainnya, reuni ini bukan reuni biasa, apalagi reuni hati. Â Benar, dahulu ada segelintir cinta monyet yang bergelayut manja, tapi itu hanyalah cerita manis di usia remaja yang membuat hidup lebih terasa hidup. Rasanya wadidaww, Â mirip seperti es lilin buatan Ibu Wahab yang selalu jadi rebutan, atau gulali manis pelipur hati yang teriris.Â
Reuni ini adalah reuni istimewa karena beberapa alasan yang sangat istimewa. Alasan pertama dan utama dan menjadi hal yang patut disyukuri adalah rata-rata usia peserta reuni ini adalah 50 tahun!Â
Tidak banyak yang seberuntung dan sebahagia kami, karena mampu melakukan reuni di usia emas ini, apalagi setelah 34 tahun tidak bertemu. Kondisi kesehatan dan kesibukan di tempat kerja seringkali dijadikan alasan bagi sebagian orang sehingga reuni terpaksa dibatalkan.Â
Sesuai dengan tema besar yang diusung "Ca Natas Bate Labar" tema berbahasa Manggarai, Flores yang memiliki arti yang dalam, yaitu teman atau sahabat sepermainan, tentu saja pertemuan dengan sahabat masa kecil, membangkitkan kebahagiaan jiwa kanak-kanak kami yang tertutup kesibukan dan berbagai persoalan yang dihadapi.
Perjalanan menuju reuni ini juga tak semudah yang dibayangkan. Â Lonjakan Omicron sedang tidak mengenal kompromi, semakin rajin berkunjung, menghantam tanpa ampun hingga terkapar tak berdaya.Â
Namun, rasa sayang yang kuat dan dukungan dari teman-teman lain membuat suasana cemas berubah menjadi penuh harapan. Seperti mood booster. Sumpah, grup ini tak pernah ada matinya!
Hal istimewa lainnya adalah tidak ada batasan perbedaan antara kami. Tidak ada jabatan, tidak ada status kaya dan miskin. Tidak ada pejabat penting, tidak ada kontraktor, pengusaha, tidak ada manager, tidak ada dosen, dokter, ibu rumah tangga atau apa pun itu. Kami hanya mengenal pribadi yang lain, murni sebagai sahabat, sahabat masa kecil yang polos dan tulus, Â tanpa jabatan, tanpa status!
Tidaklah heran, kalau terdengar pekikan riang, tawa yang lepas (daler, dalam bahasa Manggarai), panggilan nama masa kecil yang manis, selalu bergema di lorong hotel kawasan Seminyak, ditemani lagu-lagu favorit dan secangkir kopi hangat dan kompiang (roti khas Manggarai yang ditaburi wijen) nan gurih dan lezat.Â
Destinasi wisata dan kuliner yang menarik
Meninggalkan kesan dan cerita yang tak terlupakan saat reuni, bukanlah perkara mudah. Semua hal harus dihitung secara cermat, cerdas dan tepat. Panitia pasti punya jimat rahasia, sehingga meskipun ada beberapa destinasi yang dibatalkan, Â semua tetap bisa merasakan kegembiraan dan kebahagiaan yang sama.Â
Hari pertama, setelah melewati sesi penuh drama, berurai air mata dan berpelukan erat saat bertemu sahabat dari berbagai daerah, malam itu dilalui dengan berbagi kisah masa lalu, mirip malam keakraban, memperkenalkan diri dengan gaya masing-masing menurut kelompok  kedatangan; kelompok Ruteng dan Labuan Bajo, kelompok Batam, Sumba dan Larantuka, kelompok Kupang dan kelompok Jakarta.Â
Malam itu acara dilanjutkan makan bersama, nyanyi diiringi band lokal, dan juga bergoyang bersama. Tidak ada yang ketinggalan. Semua turun merasakan kegembiraan bersama. Â Goyang gergaji ala si mungil Annie, mampu menghipnotis yang lain, tidak ingin beranjak dari tengah arena.Â
Alunan musik Gemufamire yang viral semakin meyakinkan kami, bahwa usia hanyalah angka. Acara malam itu berakhir dengan menyanyikan lagu Kemesraan, milik Iwan Fals.Â
Memutuskan untuk bahagia tidak perlu menunggu hingga kehidupan tidak lagi sulit (Nightbirde's)
Berpose manis  di Bedugul dan berdansa riang di Jimbaran adalah cara kami melewati hari kedua.  Taman Bunga The Bloom's di Bedugul menjadi tujuan pertama.  Pesona aneka bunga nusantara yang menawan serta cuaca yang sejuk,  berlomba dengan keriangan hati kami dalam balutan kaos berwarna kuning yang ceria. Harus ada foto dalam berbagai pose.Â
Entah berapa ratus jepretan di sana. Tidak puas dengan jumlah jepretan fotografer yang disediakan untuk moment itu, para mommy tetap mengeluarkan jurus 'ganti gaya' pakai gawai masing-masing. Tentu saja, yang dipaksa jadi fotografer adalah Fredos. Dia satu-satunya jomlo dalam grup, lebih mudah diatur oleh para mommy.
Perjalanan berlanjut ke Pura Danau Bratan. Berpose sejenak dengan latar Pura yang eksotis dan terasa penuh magis, kemudian berlanjut ke Rumah Makan BiGul Krasan. Menikmati makan siang prasmanan dan minuman sesuai selera masing-masing. Di sini, kami berganti kostum.  Menggunakan outfit mirip kemeja Hawai ala Bali, perjalanan bergeser ke Tanah Lot.
Perjalanan yang memakan waktu satu jam, tidak terasa. Doga dan Fredos adalah ahlinya meluncurkan joak-joak (joke) ringan tentang kenangan masa SMP yang mungkin menjadi 'aib' pada saat itu dan dibuka secara gamblang,  terpampang nyata di dalam bus. Meskipun letih, rasanya tidak ingin menutup mata sedetik pun pada saat itu, khawatir ada joak dan doorprize yang terlewatkan.
Di Pura Tanah Lot, kami berfoto sejenak, berbelanja pernak-pernik lucu yang dijual di sana. Tidak berlama-lama di sana, perjalanan dilanjutkan ke Jimbaran untuk menikmati makan malam. Suasana pantai yang indah, makanan laut yang lezat, obrolan hangat di antara kami serasa menambah energi baru dalam diri.
Musik orkestra tak sabar  menunggu. Beberapa lagu dimainkan dan voilaaa... dalam sekejap pantai Jimbaran serasa milik kami sendiri.
 Tentu ini menarik perhatian pengunjung lain dan menjadi hiburan bagi mereka. Pukul 10 malam, kami meninggalkan Jimbaran menuju hotel untuk beristirahat. Perjalanan esok hari telah menunggu.Â
Dari voucher belanja hingga jorjet yang memikat
Pantai Melasti adalah destinasi berikut yang dituju. Baju kaos biru dipakai di hari ini, menandingi kecantikan pantai dengan pasir putih dan birunya langit. Di sini, pengambilan gambar dilakukan menggunakan drone. Sandi, sebagai ketua grup, ditemani Doga dan Ali membuat formasi 85 beserta koreografi sederhana.Â
Meski panas menyengat, keringat bercucuran, demi sebuah totalitas, dengan patuh, kami mengikuti instruksi yang diberikan agar formasi 85 tertangkap jelas dari udara. Beruntung, Yotam telah melindungi kami semua dengan sunblock SPF 50 sesaat sebelum keluar hotel.Â
Setelah dua kali latihan, pengambilan video pun segera dimulai. Banyak cerita lucu dibalik pembuatan video ini, indah dan menggelitik. Benar kata orang, dibalik sesuatu yang bagus pasti ada proses yang menyakitkan.Â
Rumah Makan Kedaton, Bypass Sanur, menjadi tempat persinggahan berikutnya. Menikmati makanan khas Bali, mengisi perut yang sudah keroncongan. Suasana di rumah makan berubah histeris, saat Primus mengumumkan bahwa para mommy mendapat voucher belanja di pusat oleh-oleh Krisna. Hati mommy mana yang tidak melted, begitu mendapat voucher belanja dari sponsor.
Sebelum ke pusat oleh-oleh, mampir dulu sejenak di tempat gelato yang viral di kawasan Renon. Gusto Gellato. Untuk mendapatkan satu cup gellato dengan dua rasa yang berbeda, kami harus mengantri panjang dan segera kembali ke bus. Menikmati manisnya gellato dengan rasa yang menggigit.Â
Memanfaatkan voucher belanja cuma-cuma di pusat oleh-oleh khas Bali itu dalam waktu setengah jam rasanya sangat tidak adil. Bagaimana mungkin, mommy yang sudah mengalami sindrom lapar  mata, hanya diberi waktu begitu singkat.Â
Coba sana coba sini, comot sana, ambil sini. Hingga sayup terdengar panggilan ke tiga dari pengeras suara yang meminta untuk segera berkumpul kembali di bus, kalau tidak ingin ditinggal. Oalahhh...Â
Kembali ke hotel, kami harus bergegas mandi. Sesi pemotretan dengan baju georgette (kami menyebutnya jorjet) telah menunggu. Sebenarnya topik jorjet ini menjadi viral dalam grup. Hampir setiap hari Ijam memamerkan baju jorjet cantiknya yang melambai. Â Rith dan Faby pun tidak ketinggalan, apalagi Sonya yang sibuk bertanya tentang warna yang cocok yang akan dipakai.Â
Ah, dasar mommy. Tampilan belumlah lengkap tanpa properti penyerta. Topi lebar ala noni Belanda pun dipilih untuk itu.  Aiihh, ternyata cantik dan membuat kami lebih muda 20 tahun. Dari pinggir kolam, Dedos, Sonjev, Nokop, Supar, Doga, Paul, hanya menatap  terharu melihat kebahagiaan para mommy.Â
Galla dinner yang luar biasa
Pukul 17.30. Sebelum acara galla dinner dimulai, ada sesi photobooth. Kami diminta untuk mengenakan atasan putih dan songke serta selendang Manggarai. Satu per satu dipotret menggunakan selendang dan songke. Sambil menunggu antrian, Tuty sibuk membantu Miss Lenny yang kesulitan mengenakan songke.Â
Menempatkan motif bunga dengan tepat pada bagian depan membuat keindahan songke semakin jelas. Ada perasaan bangga, ketika kami, Molas dan Reba (sebutan untuk perempuan dan laki-laki) Manggarai mengenakan songke (deng untuk perempuan dan tengge towe untuk laki-laki) Â pada saat itu.Â
Ini sebagai penanda kami tidak melupakan adat istiadat yang diwariskan pada kami meskipun sebagian kami hidup di perantauan. Kami tidak melupakan tanah darimana kami berasal, tanah kuni agu kalo.Â
Pukul 18.30. Acara puncak malam itu diawali dengan nyanyian syukur yang bergema indah dan membuat sebagian besar kami menangis terharu. Begitu baiknya Tuhan hingga acara reuni boleh berjalan lancar dan dimudahkan semuanya bagi kami.
Sambutan singkat dari ketua grup dan juga ketua panitia reuni mewarnai malam ini. Telepon jarak jauh dengan guru-guru pun dilakukan, namun sayang, jaringan  kurang maksimal saat itu hingga terputus di tengah jalan.Â
Video masa-masa indah di SMP diputar saat itu. Lagu Sahabat Kecil dari Bertnand Petto, mengiringi video itu, mengingatkan kami akan teman-teman yang telah pergi mendahului kami.Â
Acara demi acara malam itu mengalir lancar. Musik telah dimainkan. Lagu Bon Jovi, Â It's My Life, begitu merasuk. Musik yang menghentak, membuat seisi ruangan berjingkrak riang. Pemandangan ini membuat Saya sendiri tidak percaya, apakah yang melompat ringan di tengah ruangan benar berusia 50 tahun? Ini yang namanya hidup dimulai saat berusia 50!Â
Kembali ke realita
Ini adalah pagi terakhir kami menikmati sarapan bersama. Berpose bersama sebentar. Berpelukan sebelum berpisah. Satu per satu setiap rombongan kembali ke kota asal. Bertemu mereka yang dicintai. Â
Berharap suatu saat nanti, kami dapat bertemu kembali, dalam kondisi yang sehat. Meninggalkan sunyi di lorong hotel, dan lagu Luka, Kenapa menemani sepi yang terasa sangat sendiri.
Kupang, 2 April 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H