Sebelum ke pusat oleh-oleh, mampir dulu sejenak di tempat gelato yang viral di kawasan Renon. Gusto Gellato. Untuk mendapatkan satu cup gellato dengan dua rasa yang berbeda, kami harus mengantri panjang dan segera kembali ke bus. Menikmati manisnya gellato dengan rasa yang menggigit.Â
Memanfaatkan voucher belanja cuma-cuma di pusat oleh-oleh khas Bali itu dalam waktu setengah jam rasanya sangat tidak adil. Bagaimana mungkin, mommy yang sudah mengalami sindrom lapar  mata, hanya diberi waktu begitu singkat.Â
Coba sana coba sini, comot sana, ambil sini. Hingga sayup terdengar panggilan ke tiga dari pengeras suara yang meminta untuk segera berkumpul kembali di bus, kalau tidak ingin ditinggal. Oalahhh...Â
Kembali ke hotel, kami harus bergegas mandi. Sesi pemotretan dengan baju georgette (kami menyebutnya jorjet) telah menunggu. Sebenarnya topik jorjet ini menjadi viral dalam grup. Hampir setiap hari Ijam memamerkan baju jorjet cantiknya yang melambai. Â Rith dan Faby pun tidak ketinggalan, apalagi Sonya yang sibuk bertanya tentang warna yang cocok yang akan dipakai.Â
Ah, dasar mommy. Tampilan belumlah lengkap tanpa properti penyerta. Topi lebar ala noni Belanda pun dipilih untuk itu.  Aiihh, ternyata cantik dan membuat kami lebih muda 20 tahun. Dari pinggir kolam, Dedos, Sonjev, Nokop, Supar, Doga, Paul, hanya menatap  terharu melihat kebahagiaan para mommy.Â
Galla dinner yang luar biasa
Pukul 17.30. Sebelum acara galla dinner dimulai, ada sesi photobooth. Kami diminta untuk mengenakan atasan putih dan songke serta selendang Manggarai. Satu per satu dipotret menggunakan selendang dan songke. Sambil menunggu antrian, Tuty sibuk membantu Miss Lenny yang kesulitan mengenakan songke.Â
Menempatkan motif bunga dengan tepat pada bagian depan membuat keindahan songke semakin jelas. Ada perasaan bangga, ketika kami, Molas dan Reba (sebutan untuk perempuan dan laki-laki) Manggarai mengenakan songke (deng untuk perempuan dan tengge towe untuk laki-laki) Â pada saat itu.Â
Ini sebagai penanda kami tidak melupakan adat istiadat yang diwariskan pada kami meskipun sebagian kami hidup di perantauan. Kami tidak melupakan tanah darimana kami berasal, tanah kuni agu kalo.Â
Pukul 18.30. Acara puncak malam itu diawali dengan nyanyian syukur yang bergema indah dan membuat sebagian besar kami menangis terharu. Begitu baiknya Tuhan hingga acara reuni boleh berjalan lancar dan dimudahkan semuanya bagi kami.