Perjalanan menuju lokasi pengabdian masyarakat untuk kelompok kami cukup melelahkan, padahal jaraknya hanya 15 km saja. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu 30 menit, menjadi satu jam lamanya. Pasalnya separuh perjalanan harus melewati jalanan yang rusak, belum diaspal. Kalaupun diaspal, separuh bagiannya sudah mulai lepas aspalnya.Â
Tujuan perjalanan kami kali ini memang hendak bertemu dengan ketua RT dan kepala dusun, membicarakan rencana pembangunan sumur gali untuk mengatasi permasalahan kekurangan air bersih di wilayah tersebut. Pada masa musim kering, air bersih menjadi sangat sulit untuk diperoleh, padahal letaknya berdekatan dengan sebuah bendungan besar.Â
Angin yang kencang dan debu dari tanah lepas sepanjang perjalanan memaksa kami harus menaikkan kaca mobil. Sesekali derit mesin mobil menemani perjalanan seolah menjadi musik yang akrab di telinga. Obrolan ringan, diselingi tawa canda bersama teman seperjalanan membuat kami lupa sejenak dengan kepenatan yang ada.
Pada masa pandemi seperti saat ini, dimana kegiatan tatap muka dengan mahasiswa bergeser  secara daring maupun luring, demikian juga dengan kegiatan rutin lainnya yang mengalami perubahan,  cukup melelahkan dan menyita waktu. Sehingga begitu ada kesempatan untuk keluar dari rutinitas yang monoton, membuat kami sangat bergembira.
Menikmati pemandangan di samping kiri dan kanan kami, membuat hati cukup terhibur. Meskipun gersang, namun pada titik tertentu kami menemukan deretan pohon jati Belanda yang meranggas. Batangnya yang berdiri tegak tanpa dihiasi dedaunan, menjadi suatu pemandangan yang menarik.
Bukan saja menarik karena memberikan sisi yang indah untuk diabadikan, namun ada filosofi menarik tentang pohon jati yang menggugurkan daunnya. Pohon jati akan menggugurkan daunnya agar tetap bertahan hidup, bersaing dengan kemarau yang belum kunjung selesai. Mengeluhkah pohon jati itu?
Sepertinya tidak. Ada pengorbanan melepaskan bagian dari dirinya agar dapat bertahan hidup. Menyimpan cadangan air agar dapat bertahan hingga kemarau berakhir. Batangnya akan tegak berdiri di sana, indah, Â setia menanti hujan. Â Pada masanya nanti, saat hujan mulai rajin mengunjungi bumi, daun-daun muda yang lebih indah akan bermunculan.Â
Berhenti di sana sejenak menikmati keindahan berbalut kesederhanaan. Mengagumi ciptaan Sang Maestro. Mengambil pelajaran dari sebuah cerita tentang pohon jati.Â
Setidaknya ada makna yang didapat. Ada masanya, saat hidup terasa sulit, gersang, pahit, harus ada perjuangan untuk melawan kerasnya kehidupan, menghadapi cobaan hidup yang menerpa. Belajar untuk melepaskan ego yang menghambat kebahagiaan, berjuang keras agar mereka yang dicintai tersenyum bahagia.Â
Ketegaran dalam menjalani perjalanan hidup, kesabaran menghadapi semua tantangan yang datang, menerima semua hal yang datang dalam hidup dengan rasa syukur, Â akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih kuat.
Seperti cerita tentang pohon jati.
Kupang, 22 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H