Pulau Rempang di Kota Batam, Kepulauan Riau, saat ini menjadi sorotan internasional karena rencana pengembangan kawasan Rempang Eco-City. Rencana ini mengancam ribuan warga Pulau Rempang, khususnya dari Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate, dengan penggusuran dan relokasi.
Proyek Rempong Eco-City mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat setelah kunjungan Presiden Jokowi ke Cina dan adanya komitmen investasi dari perusahaan Cina, Xin Yi International Investment Limited.
Penggusuran dan Dampak Pembangunan Rempong Eco-City
Penggusuran yang akan terjadi mencakup 1.835 bangunan di daerah tersebut. Rencana ini telah diresmikan sebagai proyek strategis nasional, dan pemerintah telah mengeluarkan peraturan terkait pada Agustus 2023.
Namun, banyak warga yang telah lama menghuni Pulau Rempang dan telah mengajukan legalitas tanah mereka, tetapi belum mendapatkan pengakuan.
Kepentingan Ekonomi Vs. Kesejahteraan Rakyat
Pemerintah berdalih bahwa proyek ini akan menjadi proyek strategis nasional yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, pertanyaannya adalah, apakah kesejahteraan ekonomi harus datang dengan pengorbanan rakyat? Dalam kasus ini, tampaknya pemerintah lebih berpihak pada kepentingan ekonomi daripada pada kesejahteraan dan hak-hak rakyat.
Kapitalisme dan Investasi Eksternal
Kasus Pulau Rempang bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Investasi eksternal seringkali mendominasi pembangunan dan berdampak pada penggusuran rakyat. Hal ini sebagian besar terjadi karena Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip kapitalisme yang mendorong investasi dan pembangunan ekonomi dengan sedikit pertimbangan terhadap rakyat.
Alternatif Paradigma: Perspektif Islam