Riset menunjukkan pendapatan yang diterima oleh driver ojek online kini pas-pasan. Padahal tarif ojol telah dinaikkan sejak adanya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 tahun 2022. Bahkan jika disuruh memilih, mereka lebih senang menjadi pekerja kantoran dengan gaji yang pasti.
Berdasarkan hasil riset Muhammad Yorga Permana, Mahasiswa Doktoral London School of Economic mengatakan bahwa dua pertiga dari driver ojol akan memilih pekerjaan tradisional daripada profesi pengemudi ojek online.
Terdapat tiga hal yang mendorong driver ojol ingin berganti profesi, yaitu terkait dengan janji pendapatan yang dinilai tidak sesuai, jumlah pesaing sesame driver ojol yang tumbuh pesat hingga guncangan ekonomi dampak pandemi lalu.
Harapan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi driver ojol pun pupus seketika saat pihak Kemenaker menjelaskan hubungan kemitraan tidak mempunyai hak untuk menerima THR keagamaan.
Â
Mengapa nasib driver ojol semakin miris?
Status driver ojek online yang diposisikan sebagai mitra sering dipermasalahkan. Sebab status mitra tidak diatur dalam undang-undang sebagaimana pekerja pada umumnya pada UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Ketika tidak ada hukum yang mengatur tentang status mitra, maka akan dianggap sebagai profesi 'ilegal'. Maka soal kesejahteraan dan perlindungan para mitra juga tidak ada regulasi yang mengatur dan memberi sanksi jika ada pelanggaran dari pihak aplikator.
Bahkan dengan statusnya yang ilegal, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, sangat rentan adanya eksploitasi untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan (tempo.co, 5 April 2023).
Wacana perubahan status mitra menjadi pegawai sebenarnya sudah pernah dibahas ketika merancang regulasi tentang taksi online pada tahun 2017, namun dicabut oleh Mahkamah Agung.
Selanjutnya dibahas kembali saat Kemenhub melakukan pengkajian Permenhub Nomor 118 tahun 2018, namun tetap menemui jalan buntu.