Mohon tunggu...
niqi carrera
niqi carrera Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebagai ibu, ikut prihatin dan resah dengan kondisi sekitar yang kadang memberi kabar tidak baik. Dengan tulisan sekedar memberi sumbangsih opini dan solusi bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Siapkah Rakyat Berpindah ke TV Digital?

13 November 2022   05:06 Diperbarui: 13 November 2022   05:16 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah tengah mencanangkan kebijakan migrasi televisi (TV) analog ke TV digital. Di wilayah jabodetabek kebijakan penghentian TV analog sudah dilakukan per tanggal 2 November yang lalu. Menariknya ada sebuah video yang beredar yang memperlihatkan seorang anak menangis karena tidak bisa menonton TV, dan diberi tulisan bahwa orang tuanya tidak mampu membeli Set Top Box (STB).  Siapkah rakyat berpindah ke TV digital? 

Digitalisasi televisi tentu saja disukai oleh warga. Orang pasti akan lebih senang ketika menonton TV, karena layar menjadi lebih jernih. Masalahnya, program ini dikeluarkan saat masyarakat dihimpit masalah ekonomi. Kebijakan pemerintah tersebut dinilai DPRD Kabupaten Bogor hanya memihak kepentingan bisnis para pengusaha. 

"Ini kepentingan "cukong" yang dipaksakan dalam bentuk kebijakan, tolong lah pemerintah pusat kasian sama masyarakat, sama rakyat kita yang hari ini sedang sulit, jangan ditambah lagi kesulitannya," ujar Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Bogor, Lukmanudin Ar-Rasyid (rbg.id, 09/11/2022).

Sebenarnya dilansir dari website kominfo pusat, pemerintah sudah memberikan solusi dengan mendistribusikan 6,7 juta STB gratis kepada Rumah tangga miskin (RTM). Syaratnya mereka harus terdaftar dalam data DTKS Kemensos. Masalahnya, apakah data tersebut akurat? 

Tentang masalah data, kita mungkin masih ingat beberapa waktu lalu pemerintah sendiri mengakui ada kesalahan data penerima bantuan sosial. Di sisi lain, jumlah masyarakat miskin hari ini kemungkinan mengalami peningkatan akibat harga BBM naik. Sehingga banyak warga masuk kategori "miskin", tapi tidak atau belum terdata. 

Faktanya ada laporan dari beberapa desa, sejumlah masyarakat yang menerima STB gratis itu tidak memiliki TV. Sementara masyarakat miskin lainnya dipaksa membeli TV digital dengan STB yang saat ini harganya mulai melonjak naik (rbg.id, 09/11/2022).

Perlu diketahui bahwa aturan analog swith off (ASO) sudah tercantum dalam UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 60A. Dalam pasal tersebut dituliskan bahwa ASO harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 2 November 2022. Stasiun TV yang tidak mau berpindah ke digital maka akan dianggap ilegal. 

Memang masih ada stasiun TV yang masih menyiarkan TV analog, dan hal ini dianggap sebuah pembangkangan. Padahal kita harus paham bahwa bangsa kita tipikal tertib dan mau mangikuti apapun kebijakan negara, asal sanggup dilakukan. Jika memang banyak msyarakat yang tidak bisa mengakses STB, maka wajar ada stasiun TV yang masih ngotot menyiarkan TV analog. 

Sementara banyak yang menuding lagi dan lagi kebijakan yang berasal dari Omnibus Law ini memang tidak memihak rakyat kecil. Minimal pengusaha STB bisa meraup untung besar dari kebijakan tersebut. Tak salah jika semakin banyak rakyat yang menuntut dicabutnya Omnibus Law. 

Jika memang pemerintah tetap ingin berhijrah ke TV digital pada kondisi ekonomi yang sulit seperti ini, harusnya pemerintah berempati memberikan STB gratis ke seluruh warga. Untuk warga yang sudah punya biasanya akan menolak atau mengembalikan. Itu budaya malu bangsa ini. Kalau negara tidak sanggup, maka negara mungkin bisa kembali menurunkan harga BBM, sehingga rakyat mampu membeli STB secara mandiri 

Apabila kedua opsi tersebut tidak bisa dilakukan, maka negara lagi-lagi gagal mengurus rakyatnya. Kezaliman terus dilakukan pada rakyat kecil. Rakyat belum bisa bernapas lega akibat dampak pandemi, lalu diberi kado pahit kenaikan harga BBM. Selepas penat bekerja, wajar jika ingin mendapat sedikit hiburan dengan menonton TV. Sayangnya hal itu kini tidak bisa lagi dilakukan. Ketika rakyat stres, depresi yang berujung pada kriminalitas lagi-lagi rakyatlah yang menjadi satu-satunya pihak yang disalahkan, akibat kurang iman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun