Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Agar berhasil memecahkan masalah dalam situasi sulit, seluruh orang memerlukan keterampilan berpikir kritis. Setiap orang perlu menganalisis dan mengevaluasi situasi kehidupan mereka untuk membuat keputusan penting.Â
Akar pemikiran kritis sama tuanya dengan permulaan pemikiran filosofis. Sekitar 2.500 tahun yang lalu, Socrates menemukan metode menyelidiki pertanyaan yang membantu membuktikan klaim pengetahuan seseorang. Pertanyaan Sokrates, juga dikenal sebagai "pertanyaan Sokrates", adalah strategi pengajaran berpikir kritis yang paling terkenal.
 Mungkin ada yang retoris terhadap suatu hal, namun benar atau tidaknya gagasan yang disampaikan adalah sebuah pertanyaan besar. Socrates menunjukkan bahwa penting untuk mempertanyakan suatu gagasan secara menyeluruh sebelum menerimanya sebagai gagasan yang dapat diandalkan. Socrates percaya bahwa berpikir kritis adalah proses diskusi argumentatif atau pertanyaan kritis.Â
Praktik Socrates disusul dengan pemikiran kritis oleh Plato (yang mencatat pemikiran Socrates), Aristoteles, dan pemikir Yunani lainnya. Mereka semua menekankan bahwa sering kali segala sesuatunya tidak seperti yang terlihat dan hanya pikiran yang terlatih yang dapat menghasilkan pemikiran yang benar. Analisis dapat dilakukan. Para filsuf seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles menganggap berpikir kritis sebagai kemampuan untuk mengajukan pertanyaan, menguji ide dan nilai, dan merefleksikannya.
 Konsep mengenai berpikir kritis merupakan konsep yang kompleks dan mencakup aktifitas dan mental yang kompleks pula, proses berpikir kritis merupakan proses yang tidak bukan berarti tidak bisa dikembangkan.Â
Berpikir kritis dapat dikembangkan melalui penerapannya mudah untuk digambarkan. Walaupun berpikir kritis merupakan sesuatu yang kompleks, dalam pembelajaran. Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis selalu dikembangkan melalui filsafat, maka keterampilan berpikir kritis kini semakin dibutuhkan sebagai salah satu keterampilan abad ke-21. Maka penting kiranya untuk melakukan kajian mengenai pemikiran kritis dalam sudut pandang filsafat. Tujuannya adalah untuk mengembangkan pemahaman komprehensif tentang keterampilan berpikir kritis.
 Manusia adalah suatu organisme dengan tubuh dan jiwa, atau tubuh dan jiwa yang bersatu membentuk satu kesatuan. Apabila yang jasmani dan rohani, atau jiwa dan jasmani dipisahkan, maka mereka tidak lagi disebut manusia. Manusia dilahirkan ke dunia ini tidak lepas dari peran Tuhan dalam menentukan siapa dirinya. Manusia juga sadar secara mental bahwa di luar dirinya ada alam semesta, suatu kekuatan yang mengendalikan alam semesta, dan mereka disebut makhluk Tuhan. Terlebih lagi, manusia disebut makhluk individu karena merupakan individu unik yang memiliki potensi kecerdasan dan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, mewujudkan, mengembangkan, dan membangun eksistensinya.
 Demikian pula manusia disebut makhluk sosial karena manusia tidak terlepas dari kontribusi manusia lainnya dan dapat hidup berdampingan dengan manusia lain dengan mengarungi lautan kehidupan dan menapaki jalan yang ada di bumi. Manusia dengan demikian digambarkan sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk individu yang berpikir. Abraham H. Maslow memaparkan kebutuhan manusia dalam Prawira , yaitu:
a) Kebutuhan fisiologis
b) Kebutuhan kedamaian
c) Kebutuhan akan kesatuan