Baru-baru ini teman saya tiba-tiba menghubungi. Ia mengajak bersua, ingin ngobrol katanya. Memang kami terakhir jumpa sekitar dua bulan yang lalu. Kami pun bertemu di kedai kopi kekinian yang buka 24 jam, karena janjian ketemunya pukul setengah 12 malam.
Saya kira ia hanya mengalami hari buruk, dan membutuhkan teman curhat. Ternyata lebih dari itu. Ia mengaku pusing karena ia menanggung hutang sekira Rp 10 juta, dari 5 aplikasi pinjaman online (pinjol). Mirisnya, ia tak menggunakan uang tersebut sama sekali. Teman dekatnya yang menggunakan, dengan meminjam identitas teman saya tersebut.
Bukan berhenti di situ. Teman saya lantas meminta saya untuk meminjamkan data diri saya, untuk mengajukan pinjaman Rp 10 juta. Maksud teman saya, supaya semua hutang di 5 aplikasi pinjol tertutup. Dan pinjaman fokus menjadi satu akun layanan pinjol.
Saya mengalami dilema. Dia merupakan salah satu teman baik saya. Ada rasa sungkan untuk menolak. Tapi di sisi lain, saya tidak menginginkan adanya konflik yang mungkin akan terjadi, di balik peminjaman data diri untuk mengajukan pinjol. ((Yaaa, sudah pasti akan ada konflik)).
Kata hati saya, ada baiknya membantu. Tapi bagi saya, Rp 10 juta itu nominal yang besar. Apalagi bagi pekerja lepas seperti saya, yang penghasilannya tak pasti. Suasana akward pun tak bisa kami hindari.
Saya sungguh berempati dengannya. Dia teman yang baik, meminjamkan datanya untuk membantu temannya. Persis seperti di posisi saya saat itu, dia juga sungkan menolak permintaan temannya. Apalagi mereka sudah teman dekat sejak sekolah. Ia begitu percaya temannya akan membayar cicilan pinjaman dengan tertib.
Nyatanya, temannya tersebut sudah hampir 6 bulan ini menghilang. Alhasil teman saya yang musti membayar cicilan hutang sekaligus bunga pinjol yang terkenal terlampau tinggi, tiap bulannya.
Pinjaman online memang memberi kemudahan pada pengguna untuk mengajukan transaksi. Cuma bermodal foto dengan KTP, identitas diri, dan kontak darurat, sudah bisa mencairkan dana dengan kilat. Tanpa agunan pula. Uang akan langsung ditransfer dalam hitungan jam. Bunga yang tinggi, seolah menjadi konsekuensi yang mau tak mau musti ditolerir peminjam yang sangat sangat kepepet membutuhkan uang.
Meminjam di aplikasi pinjol juga meminimalisir rasa malu, jika dibandingkan dengan meminjam pada teman atau saudara. Ajuan pinjaman sudah pasti akan disetujui, tanpa banyak drama.
Tapi sejauh logika saya bekerja, pinjol bukan solusi mendapatkan fresh money bagi pekerja lepas seperti saya. Selain karena pendapatan saya memang tak pasti, sudah pasti pengajuan saya ditolak. Karena informasi pendapatan dan pekerjaan saya tidak menjanjikan bisa membayar cicilan hutang dengan nominal pinjam Rp 10 juta. Itu uang yang sangat besar bagi saya.
Dengan sedikit jengkel (saya kira ngopi hari itu akan berhaha hihi ria), saya pun menolak permintaan teman saya tersebut. Terserah saya dianggap tega atau tak berperasaan. Saya hanya tak ingin terlibat dalam skema gali lubang tutup lubang. Apalagi dengan nominal sebesar Rp 10 juta. Saya tak mau pusing memikirkan cicilan hutang tiap bulannya. Uang yang bahkan tak saya nikmati keberadaannya.