www.fifa.com
Tak bisa dipungkiri, nama Radamel Falcao telah menjadi ikon warga Kolombia di dunia sepak bola. Pemain berusia 28 tahun itu menjadi tumpuan di lini depan tim nasional selama beberapa tahun terakhir, menyusul performa moncernya di level klub. Dan ternyata performa itu bisa ditularkannya di ajang antar negara. Tercatat ia mengepak sembilan gol dalam 13 penampilannya di ajang kualifikasi piala dunia Zona Conmebol. Kolombiapun menjelma menjadi salah satu tim yang ditakuti oleh lawan berkat kegarangannya. Walhasil, dengan sangat meyakinkan, mereka melangkah ke Brasil setelah finish kedua di babak kualifikasi, dan hanya selisih dua poin dari pimpinan klasemen Argentina.
Namun naas, begitu Kolombia memastikan langkahnya ke Brasil, kabar buruk malah menimpa skuad. Apalagi kalau bukan cedera yang menimpa Falcao saat membela AS Monaco di piala Perancis. Falcao harus ditandu keluar lapangan setelah dilanggar dengan kasar oleh bek Monts d'Or Azergues, Soner Ertek, pertengahan Januari lalu. Masa depannya semakin buram ketika tim medis Monaco memberitahukan bahwa Falcao mengalami cedera serius dan harus meninggalkan lapangan selama delapan bulan. Berita tersebut sontak menjadi pukulan telak bagi Jose Pekerman, selaku pelatih Kolombia. Semenjak saat itu, publik harap-harap cemas akan peluang partisipasi Falcao di piala dunia.
Falcao sendiripun punya hasrat membara untuk tetap bisa tampil di ajang bergengsi empat tahunan itu. Terbukti dengan bergabungnya El Tigre di markas latihan Tricolor awal Mei lalu. Terkesan dipaksakan memang, mengingat delapan bulan yang diperkirakan tim medis, kalaupun bisa dipercepat, tentu tak mungkin empat bulan bisa kembali normal. Dan memang benar, Falcao belum bisa kembali pada top performance-nya. Namun, ekspektasi masih belum terpupus dengan itu, mengingat masih ada waktu sebulan lebih untuk memastikan kondisinya. Media-media lokal, para pengamat, bahkan warga Kolombia secara masifpun setiap hari masih was-was menantikan kabar ter-update Falcao.
Ekspektasi itu akhirnya terjawab pada tanggal 3 Juli lalu, dimana itu adalah hari terakhir penetapan pemain yang diikutsertakan di piala dunia. Dengan wajah murung, Pekerman menyatakan kalau Falcao tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk dibawa ke Brasil. Tentu, kekecewaan bagi publik Kolombia, secara umum, dan khususnya bagi Falcao sendiri. Apalagi 2014 adalah partisipasi pertama Kolombia setelah absen di tiga edisi sebelumnya, yaitu edisi Korea-Jepang, Jerman dan Afrika Selatan. Tidak mudah bagi Pekerman, mengambil keputusan tersebut. Namun skuad harus ditetapkan saat itu juga, dan tentu dia tak akan mengambil resiko dengan melakukan perjudian besar. Terpaksalah striker mematikan itu hanya akan menjadi penonton di piala dunia kali ini.
Dengan keputusan tersebut, sang nahkoda tentu harus berpikir ulang dengan skema permainan Kolombia di Brasil nanti. Kalau ada Falcao, bisa jadi ia akan diplot sebagai striker tunggal dengan lima penyuplai sekaligus di lini tengah, dengan aklamasi Falcao bisa mengatasi dan memiliki lini depan seorang diri. Namun sekarang sosok tersebut tak ada. Namun, meskipun dengan merubah skema formasi, bukan berarti lini depan Tricolor akan habis sama sekali. Biarpun tak se-mentereng Falcao, beberapa nama tercantum di sana. Sebut saja penggawa FC Porto, Jackson Martinez, meskipun gagal mengantar Porto menjadi kampiun Liga Sagres musim ini, namun lesakan 20 golnya menjadi yang terbanyak di liga Portugal tersebut. Lalu ada Carlos Bacca, yang sukses mengantar Sevilla menjadi jawara Europa League. Begitu juga Teofilo Gutierrez, yang ikut membawa River Plate mengalahkan San Lorenzo dan menjadi yang terbaik di Argentina. Dan satu lagi, penikmat Bundesliga pasti tak asing dengan nama Adrian Ramos, eksekutor Hertha Berlin ini menjadi pesaing Robert Lewandowski dan Mario Mandzukic dalam perebutan tahta top scorer liga Jerman.
Dengan deretan sejumlah nama tersebut, bisa jadi Pekerman akan mengusung formasi 4-3-1-2, dimana dua striker tidak ditempatkan sejajar, melainkan satu sebagai eksekutor murni, dan satu lagi sebagai eksekutor sekaligus penghubung dengan lini tengah. Eksekutor murni mungkin bisa dipegang oleh Ramos, atau Martinez yang skill finishing-nya sudah cukup matang dan mematikan. Sementara penyerang yang agak mundur bisa dipercayakan pada Gutierrez ataupun Bacca. Keduanya akan ditopang oleh satu penyerang lubang, atau lebih dikenal dengan trequartista. Siapa lagi yang lebih cocok menempati posisi ini kalau bukan Freddy Guarin. Guarin tentu sudah sangat paham dengan itu, karena dia bermain untuk salah satu klub Italia, Inter Milan. Italia adalah negara asal formasi trequartista. Terlebih, Guarin punya "tendangan macan" yang bisa mengupayakan pencetakan skor dari lini kedua, jikalau kedua striker dijaga ketat oleh bek lawan.
Selain dari tengah, Kolombia tentu tak bisa diremehkan sektor sayapnya. Winger gaek AS Monaco, James Rodriguez, kemungkinan akan mengisi pos sayap kiri. Mantan kapten Kolombia U-20 ini mempunyai dribble dan kontrol bola yang bagus, serta memiliki kecepatan dengan atau tanpa bola. Para pengamat mengatakan bahwa James adalah salah satu dari generasi emas Kolombia. Iapun dijuluki "El Nuevo Pibe", merujuk pada Carlos Valderrama yang dijuluki "El Pibe", yang tak lain adalah pemain terbaik Kolombia sepanjang masa, dimana pada masanya, ia berhasil membawa tim nasionalnya ikut serta di piala dunia 1990, 1994 dan 1998. James dinilai mempunyai talenta yang sama dengan Carlos dalam karakter permainannya. Senada dengan sayap kiri, sayap kananpun diisi oleh pemain yang proporsional. Adalah Juan Guillermo Cuadrado. Kreatifitasnya terbukti berhasil membawa Fiorentina nangkring di posisi 4 Serie A, dan bisa bersaing dengan klub-klub yang bertabur bintang. Penampilan gemilang Cuadrado sendiri telah menghipnotis klub besar macam Juventus dan Barcelona, sehingga mereka berniat merekrutnya. Kalaupun salah satu antara James dan Cuadrado tak bisa tampil, masih ada penggawa Cagliari, Victor Ibarbo. Ibarbo sendiri, meskipun posisi aslinya adalah penyerang, namun dia bisa ditempatkan sebagai winger kanan maupun kiri.
Lebih dari itu, keberadaan winger akan ditopang oleh bek kanan dan kiri yang mumpuni, yaitu Juan Camilo Zuniga dan Pabo Armero. Keduanya dikenal sebagai bek sayap yang gesit dan pandai menciptakan kombinasi dengan pemain lini kedua. Mereka juga memiliki kecepatan yang memungkinkan untuk sesekali melakukan overlap untuk mengecoh barisan pertahanan lawan. Untuk posisi penjaga jantung pertahanan, kemungkinan besar akan dipercayakan kepada duet Mario Yepes - Cristian Zapata, mengingat dua pemain ini sudah malang melintang di Eropa, sehingga sedikit banyak bisa mengetahui macam-macam manuver pemain lawan. Keberadaan mereka akan ditopang oleh gelandang bertahan milik El Che, Carlos Sanchez. Publik Spanyol menjulukinya "La Roca", yang berarti si batu, berkat kepiawaiannya menghentikan lawan sebelum mencapai zona pertahanan.
Satu-satunya posisi yang masih harus terus diasah adalah penjaga gawang. Tempat utama kemungkinan besar jatuh pada nama David Ospina. Meskipun dia bermain di Eropa untuk klub Perancis, Nice, namun jam terbangnya masih terbilang rendah, apalagi untuk kompetisi kaliber internasional. Begitu juga pelapisnya, Faryd Ali Mondragon, yang menjadi pemain tertua di Brasil nanti, dengan usianya yang menginjak 43 tahun.
Namun terlepas dari hal itu, secara keseluruhan skuad Kolombia bisa dibilang sudah mumpuni meskipun ditinggal oleh sang megabintang, Radamel Falcao. Kalau saja para pemain yang ada bisa menciptakan permainan yang kompak, bukan tak mungkin mereka akan bisa berbicara banyak. Apalagi drawing kemarin menempatkan mereka sebagai tim unggulan, sehingga terhindar dengan para raksasa di level grup. Kolombia berada di grup C dan bergabung dengan tim dari Eropa, Yunani, kontestan dari Asia, Jepang, serta perwakilan Afrika, Pantai Gading. Melihat komposisi lawan yang akan dihadapi, diatas kertas Kolombia tentu menjadi favorit lolos bahkan juara grup. Namun, itu semua tergantung pada kondisi tim, kesiapan, dan kekompakan antar pemain. Sekali lagi, bahwa sepak bola tidak melulu perhitungan di atas kertas. Kejutan apapun bisa terjadi di atas lapangan. Kita tunggu saja, apakah Freddy Guarin dan kawan-kawan mampu memenuhi ekspektasi publik yang cukup tinggi terhadap mereka?