Dahulu, ada seorang yang punya keinginan kuat untuk mencari ilmu agama di pondok pesantren. Dia bernama Hasyim. Pondok pesantren yang dia tuju adalah milik KH. Muhammad Kholil bin Abdul Latif.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa barokatuh"
"Wa'alaikumussalam wa rohmatullohi wa barokatuh, silahkan duduk."
"Kyai, kedatangan saya ke sini adalah untuk menitipkan anak saya, Hasyim. Saya serahkan Hasyim kepada Pak Kyai, terserah Kyai mau diapakan."
Sejak saat itu, Hasyim menjadi santri Kyai Kholil atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kholil. Oleh Mbah Kholil ternyata Hasyim ditugasi mengurus kuda milik Mbah Kholil. Setiap hari Hasyim mengurus kuda-kuda Mbah Kholil mulai dari mencarikan rumput, memberi makan atau memberi obat ketika sakit. Jadi waktu Hasyim lebih banyak dihabiskan untuk mengurus kuda dari pada mengaji kitab, namun Hasyim tetap menjalaninya dengan ikhlas penuh keta'dziman.
Suatu hari Mbah Kholil kedatangan tamu dari jauh. Beliau adalah seorang kyai yang mengampu pondok pesantren, sama seperti Mbah Kholil. Maksud kedatangan beliau adalah untuk mencarikan jodoh untuk putrinya yang semakin berumur.
"Bagaimana kabarmu Kang Kholil?"
"Alhamdulillah sehat, berkat doamu juga. Bagaimana juga kabarmu?"
"Alhamdulillah, saya sehat, kalau tidak, mana mungkin saya sampai di sini."
"Apa yang membuatmu datang kemari, wahai sahabatku?"
"Saya sedang gelisah Kang Kholil. Saya itu kan mempunyai anak perempuan. Saat ini dia sudah waktunya menikah, tapi saya belum menemukan calon menantu yang cocok. Saya sengaja ke sini tujuannya ya itu, barangkali ada santrimu yang bisa aku jadikan menantu."
"Ada." Jawab Mbah Kholil.
"Sebentar saya panggil ke sini. Dia ada di belakang."
Lalu Mbah Kholil pergi ke belakang dan meminta tolong santri lain untuk memanggilkan Hasyim yang sedang sibuk di kandang kuda.
"Syim, kamu dipanggil Pak Kyai."
"Apa?"
"Iya, kamu disuruh untuk langsung ke ruang tamu."
Hasyim dengan tergopoh-gopoh berlari menuju ruang tamu setelah sebelumnya mencuci tangannya.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam"
"Ada perlu apa Pak Kyai memanggil saya?"
Tanpa menjawab pertanyaan Hasyim, Mbah Kholil berkata kepada temannya.
"Ini dia pemuda yang pantas menjadi menantumu. Sekarang kamu pulang, persiapkan untuk upacara pernikahan. Tiga hari lagi kami akan ke rumahmu untuk melangsungkan akad nikah."
Hasyim kaget. Tanpa meminta persetujuannya atau minimal menawarkan, Mbah Kholil langsung mengatakan bahwa tiga hari lagi dia akan dinikahkan. Terlebih, calon mertuanya itu adalah seorang Kyai pengasuh pondok pesantren. Hasyim bingung namun tidak berani membantah.
Di sisi lain, calon mertua Hasyim juga meragukan keilmuannya.
"Apa ini calon menantuku? Penampilannya lusuh. Apa dia bisa menggantikan aku menjadi pengasuh pondok pesantren?" Gumamnya dalam hati. Karena percaya kepada Mbah Kholil, setelah berpikir sejenak diapun berkata.
"Baiklah, kita akan bertemu tiga hari lagi."
Setelah itu tamu tersebut berpamitan pulang untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Dalam kegundahan Hasyim teringat pesan Kyai Kholil, bahwa jika seseorang punya permasalahan besar hendaknya dia membaca shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya di sepertiga malam. Karena itu, pada malam harinya Hasyim bangun jam 12 malam. Setelah qiyamullail dia membaca shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya hingga tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi bertemu dan belajar dengan Imam Syafi'i selama 40 tahun.
Di pagi harinya Hasyim bertambah bingung, bertanya-tanya apa arti mimpinya semalam. Ada keinginan untuk menceritakan kepada Mbah Kholil, namun dia tidak berani mengungkapkan.
Di malam berikutnya, Hasyim melakukan hal yang sama. Dia bangun jam 12 malam, qiyamullail dan membaca shalawat Nariyah sebanyak-banyaknya. Lagi-lagi beliau tertidur saat membaca shalawat Nariyah. Kali ini beliau bertemu dengan Imam Abu Hanifah. Dan dia diajar Imam Abu Hanifah selama 40 tahun. Di malam ke tiga beliau bermimpi berguru kepada Imam Al Ghozali dan Imam Junayd Al Bagdady selama 40 tahun.
Keesokan harinya, perasaan Hasyim masih tidak karuan karena mimpi tersebut, ditambah lagi hari itu dia akan dinikahkan dengan seorang putri Kyai besar.
"Sudah siap Hasyim?"
"Sudah Kyai."
"Ayo berangkat. Bismillahirrahmanirrahim."
Selama perjalanan Hasyim hanya terdiam. Ada keinginan untuk menanyakan perihal mimpinya, tapi mulutnya seolah-olah terkunci. Dia juga tidak berani menyinggung soal pernikahannya.
"Alhamdulillah kita sudah sampai."
Suara Mbah Kholil membangunkannya dari lamunan.
"Ayo kita turun, Hasyim. Jangan lupa rapikan pakaianmu."
"Baik, Kyai."
Setelah diterima tuan rumah, calon mertua Hasyim ingin memastikan bahwa dia mampu meneruskan pesantren.
"Hasyim, coba baca kitab ini dan terangkan isinya kepada kami."
Dengan gemetar Hasyim mencoba membaca kitab tafsir yang ada di depannya. Subhanallah, atas izin Allah Hasyim dapat membaca dan menjelaskan isi kitab tersebut dengan lancar dan gamblang. Hal ini membuat calon mertuanya kagum dan yakin bahwa dia dapat melanjutkan pesantren.
"Bagaimana, sudah terbukti kan?. Tidak salah kan pilihanku?" Kata Mbah Kholil mantap.
Setelah itu ijab qobul dilaksanakan dan tasyakuran digelar. Setelah merasa cukup Mbah Kholil beserta rombongan berpamitan pulang. Sebelum meninggalkan Hasyim di rumah mertuanya, Mbah Kholil berkata kepada sahabatnya itu.
"Kamu tidak perlu khawatir, Hasyim ini sudah mondok (belajar di pesantren) selama 120 tahun."
Walaupun masih belum paham dengan kata-kata Mbah Kholil, mertua Hasyim tetap mengantarkan sahabatnya sampai ke jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H