Belum lama ini saya potong rambut di daerah Tegorejo, Pegandon. Ada yang menarik di barber shop tersebut. Saya melihat di sana terdapat beberapa botol minuman keras dengan berbagai bentuknya dan ada salah satu botol yang berisi ginseng. Lalu saya membicarakan perihal ginseng tersebut yang pada akhirnya saya tahu dari tukang potongnya bahwa ginseng itu supaya berkhasiat, harus direndam dengan alkohol, bukan direndam dengan air, tadinya saya pikir itu air yang buat merendam, dan yang diminum itu alkoholnya. "Sedikit-sedikit, buat jamu", katanya.
Dari sini saya agak menemukan titik terang mengapa dulu almaghfurlah Ky Sa'dun, Pakis, Sidomukti, Weleri marah ketika pengajian di masjid disponsori produk kesehatan berbahan ginseng.
Jadi ceritanya begini. Dulu waktu saya masih kecil, pernah diadakan pengajian di halaman masjid. Dalam rangka apa saya lupa. Waktu itu ada yang mensponsori yaitu dari produk kesehatan berbahan ginseng. Karena disponsori produk tersebut almarhum Ky. Sa'dun di pengajian mingguan ba'da shalat Jum'at beberapa hari setelah pengajian menyinggung hal ini. Bahwa beliau sangat menyesalkan hal itu, mengapa pengajiannya disponsori produk berbahan ginseng. Bahkan sampai menangis sepertinya (saya kurang tahu persis, karena saya hanya mendengarkan dari rumah, kebetulan rumah saya dekat masjid). Pasalnya, ginseng itu haram.
Kemudian beliau menceritakan sejarah ginseng. Dulu, pada zamannya Nabi siapa begitu, mungkin karena ginseng banyak membawa mudharat atau mungkin cara merawatnya yang tidak dibenarkan syariat, maka Nabi tersebut membinasakan semua ginseng di negeri itu hingga tersisa satu ginseng. Ketika ginseng terakhir itu mau dibinasakan, datanglah seseorang.
"Wahai Nabi Allah , berikanlah ginseng itu kepadaku. Akan aku rawat ginseng itu seperti aku merawat tanaman-tanaman yang ada di ladangku."
"Benarkah engkau wahai Pak tua, engkau akan merawat seperti tanaman yang lain, menyiram dan memberi pupuk seperti engkau menyiram dan memupuk tanamanmu?"
"Benar"
"Baiklah, aku akan memberikan ini kepadamu"
"Terimakasih ya Nabi Allah".
Kemudian Pak Tua membawanya pulang dan menanamnya. Namun, dia mengingkari janjinya. Dia tidak menyiram sebagaimana tanaman yang lain, akan tetapi dia menyembelih babi hutan dan anjing mengambil darahnya dan menyiramkannya ke ginseng tersebut. Tumbuh subur dan bertambah banyaklah ginseng itu dan bisa kita lihat dan mungkin konsumsi sampai saat ini.
Wallahu a'lam.
Adapun saat ini, karena berkembangnya ilmu dan teknologi serta pertimbangan yang mungkin dapat  dibenarkan secara syariat, ini saya kurang begitu paham. Mungkin dari para suhu, ahli fiqih ada yang dapat memberikan penjelasan, dipersilahkan. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H