Mohon tunggu...
Abrar Rizq Ramadhan
Abrar Rizq Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif S1 Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang Akt.2022

Saya Abrar Rizq Ramadhan. Sejarah beserta ilmu sosial telah menjadi minat yang saya gandrungi sejak SMA. Oleh karena itu saya masuk prodi Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang (UNNES). Dengan memahami ilmu sosial, diperlukan banyak membaca demi menambah wawasan sehingga berliterasi telah menjadi sebuah kewajiban bagi diri saya sendiri. Saya juga gemar menulis. Sejak SMP, saya telah menekuni hobi ini. Yang saya tulis berkaitan dengan kehidupan sosial, Lifestyle, Review film/buku, dan Historiografi. Dikala jenuh dengan aktivitas terkait kesejarahan, biasanya saya menghibur diri dengan menonton film, bermain game, dan bermusik.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Revolusi Perancis di Balik Viva La Vida!

25 Mei 2023   20:15 Diperbarui: 25 Mei 2023   20:17 4255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada makna penting dibalik lagu Viva La Vida, Coldplay. Terdapat sebuah makna akan kebebasan dan penyesalan atas sebuah rezim yang dicerminkan dalam Revolusi Perancis. Sebuah revolusi yang dinilai paling berpengaruh dalam sejarah peradaban dunia.

Penikmat musik tanah air dikejutkan dengan pertunjukan konser Coldplay yang akan diselenggarakan pada November mendatang. Baik fans maupun non fans berbondong-bondong untuk berebut tiket agar bisa hadir dalam konser besar itu. 

Namun bukan soal konser Coldplay di Jakarta yang menjadi topik utama dalam artikel ini melainkan pembahasan mengenai salah satu lagu Coldplay yang memiliki makna sejarah yang sangat tinggi. 

Penulis sebagai seorang sejarawan amatir merasa bahwa pembahasan soal korelansi musik dengan sejarah akan sangat menarik untuk dikaji. Terutama adalah bagaimana sejarah bisa dibawakan dengan alunan musik yang menyayat hati. Lagu itu adalah Viva La Vida yang dirilis pada 2008 silam dalam album “Viva La Vida or Death and All His Friends”

“Viva La France!”. Itulah kalimat yang pertama kali muncul dalam benak penulis ketika melihat album cover dari Viva La Vida. Terdapat sebuah lukisan ikonik karya Eugène Delacroix yang diberi nama “Liberty Leading the People”. 

Lukisan itu menggambarkan situasi dari salah satu peristiwa paling berpengaruh dalam sejarah dunia yakni Revolusi Perancis. Menimbulkan rasa penasaran terhadap diri penulis bahwa apa benar lagu Viva La Vida menggambarkan Revolusi Perancis? Setelah didengar berulang-ulang dan ditafsirkan secara multi pihak, berikut pendapat penulis terkait Viva La Vida dan Revolusi Perancis:

Nama Viva La Vida sendiri terinspirasi dari lukisan Frida Kahlo yang menggambarkan buah Semangka dengan ukiran bertuliskan “Viva La Vida” dibawahnya. “Panjang Umur” demikian arti dibalik Viva La Vida yang kemudian menginspirasi Christ Martin selaku vokalis Coldplay dalam menulis lagu ini. 

Christ menegaskan bahwa ia merasakan semangat yang membara dari lukisan Frida Kahlo itu. Panjang Umur yang dimaksud Christ boleh jadi adalah Panjang umur perjuangan rakyat dalam usaha menggulingkan kekuasaan monarki absolut Raja Louis XVI. Sekali lagi argumen ini muncul karena album cover dari Viva La Vida yang menggambarkan lukisan revolusi perancis. Namun bagaimana dengan liriknya?

Jika dipahami sekilas, keseluruhan lirik lagu menggambarkan seorang raja yang kemudian kehilangan tahtanya sehingga usaha-usahanya dalam membangun negeri hancur begitu saja. hilangnya tahta tersebut disebabkan aksi revolusi oleh rakyatnya sehingga ia harus menerima hukuman mati dengan cara dipenggal. Situasi ini diperjelas dalam lirik:

“Revolutionaries wait

For my head on a silver plate”

Kemudian raja ini kembali mempertanyakan bahwa siapa yang akan menjadi raja atau penguasa berikutnya? Karena menjadi raja layaknya boneka yang dikontrol oleh sehelai benang. Seakan mengibaratkan bahwa boleh jadi raja sebelumnya menerima gugatan dan amarah rakyat karena ia hanyalah boneka oligarki. Digambarkan sekilas dalam lirik:

“Just a puppet on a lonely string

Oh, who would ever want to be king?”

Dua Verse dalam lagu ini menyimpulkan keseluruhan dari paragraf diatas bahwa inti lagu ini adalah seorang raja yang kehilangan tahtanya akibat aksi revolusi rakyat. Semakin menegaskan kepada pendengar bahwa Viva La Vida memang terinspirasi atas Revolusi Perancis namun dari sudut pandang yang lain. Jika kita mengenal Revolusi Perancis dari sudut pandang rakyat atau kubu kiri, maka lagu ini memberi kita jendela untuk melihat kubu kanan, yakni Raja Louis XVI itu sendiri.

Pada awal lirik lagu, di verse pertama, pendengar disuguhkan dengan kehidupan Louis XVI di penjara yang tinggal menunggu waktu sebelum ia dihukum mati dengan Guillotine. 

Ia merasakan penyesalan hebat menjelang masa-masa terakhirnya. Louis XVI merasa bahwa ia bisa saja menjadi raja yang hebat dan baik namun revolusi telah terjadi dan ia siap menerima hukumannya. 

Masa awal pemerintahannya, Louis XVI merasakan kenikmatan karena ia berhasil meraih tahta dari ayahnya, Raja Louis XV. Dulu ia bisa memerintah seenak jidatnya ditambah dengan istrinya yang cantik Marie Antoinette. Sikap buruknya Louis yang hedonis ini boleh jadi dipengaruhi oleh Marie sehingga yang dimaksud oligarki adalah Marie Antoinette itu sendiri. Situasi itu digambarkan pada lirik ini:

“I used to rule the world

Seas would rise when I gave the word

Now in the morning, I sleep alone

Sweep the streets I used to own”

Akhirnya ia sadar pada realita bahwa rakyatnya merasa terpuruk karena krisis ekonomi yang menurun drastis. Ditambah dengan rentetan kejadian tidak mengenakan seperti kekeringan, penyakit, dan kenaikan harga yang membuat rakyat kecil makin dimiskinkan. Karenanya rakyat menuntut tatanan hidup yang baru dan terjadilah aksi-aksi progresif seperti penyerbuan ke penjara Bastille sebagai reaksi mereka atas pemerintahan Louis XVI yang ambruk.

Louis XVI yang sadar akan dosa-dosanya kemudian merenung sepanjang malam menjelang kematiannya. Ia hanya bisa menyesal dan menyesal atas perlakuannya kepada rakyatnya.

Keseluruhan lirik dari Viva La Vida sebenarnya terinspirasi dari pidato terakhir Raja Louis XVI di Place de la Concorde sebelum dirinya dipenggal dihadapan umum. 

Coldplay memberikan perspektif baru kepada pendengarnya soal makna kekuasaan dan revolusi. Bisa saja sebenarnya jika Viva La Vida diambil dari sudut pandang pelaku revolusi seperti yang kita pelajari selama ini, namun Coldplay memilih menggunakan sudut pandang sang raja. Mengapa begitu?

Yang bisa dipahami oleh penulis adalah Coldplay ingin mengajarkan pendengarnya soal kekuasaan yang bisa saja membutakan diri kapanpun dan dimanapun. Seorang raja atau seorang pemimpin biasanya bermulut besar dan menjanjikan banyak hal ketika kampanye kepada rakyat. 

Namun bisa saja janji-janji di kampanye lalu dikhianati olehnya sehingga revolusi bisa dipantik kapanpun juga. Maka penyesalan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan Viva La Vida. 

Coldplay ingin menjelaskan soal penyesalan atas janji-janji palsu dari seorang pemimpin dan kembali menegaskan bahwa “INGAT, Revolusi bisa menjatuhkanmu, nanti kau hanya akan menyesal. Jadi jangan abaikan janjimu terlebih kalau kamu mengaku sebagai pemimpin rakyat.”[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun