Mohon tunggu...
Fajariah Tri Lestari
Fajariah Tri Lestari Mohon Tunggu... lainnya -

Saya adalah seorang sarjana di bidang pendidikan dan juga seorang ibu rumah tangga.\r\nSebagai manusia, Saya ingin mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang Saya miliki.\r\nOleh karena itulah Saya bergabung dengan KOMPASIANA karena KOMPASIANA adalah tempat yang tepat untuk mencari informasi dan berbagi pengetahuan serta pengalaman.\r\n\r\nSemua tulisan yang Saya muat di website ini adalah murni hasil karya Saya sendiri dan bebas dari aktivitas plagiarisme..\r\n\r\n\r\n\r\nTerima Kasih...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

TV Nasional yang Minim Tayangan Berkualitas

28 Maret 2014   16:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa dekade yang lalu masih banyak acara televisi yang cukup mendidik, seperti film dokumenter, acara cerdas cermat, acara belajar bersama, acara budaya daerah, dan beberapa acara lainnya yang masih lumayan layak untuk dijadikan tontonan edukatif. Lama-kelamaan semua itu hanya akan menjadi kenangan karena digantikan dengan acara-acara yang sarat akan unsur hedonis, narsis, dan anarkis.

Sinetron dan tayangan yang isinya hanya “joget-joget ga jelas”. Atau tayangan yang penuh “banci, lesbi, homo, transjender”. Acara dan sinetron yang katanya merupakan acara “komedi/humor/lawak”, tapi hanya mampu menampilkan BENCONG dan BANCI (baik BANCI ASLI maupun laki-laki yang KEBANCI-BANCIAN). Dengan gerakan tubuh gemulai dan ucapan lebay si banci itulah kita diharapkan bisa tertawa dan terhibur. ASTAGAAAAA…… Tidak bisakah kita membuat lawakan yang sedikit “intelek”, yang agak “smart” & lumayan “kreatif”. Sungguh lawakan bodoh yang tidak berkualitas. Itu bukan komedi sejati. Komedi sejati perlu kecerdasan untuk membuat materinya, dan perlu kecerdasan juga untuk memahami dan menikmati leluconnya.

Belum lagi acara lawakan yang mendiskriminasikan seseorang dilihat dari fisiknya. Sudah dapat dipastikan bahwa orang yang JELEK, PESEK, PENDEK, DAN PENAMPILANNYA KAMPUNGAN akan menjadi “bulan-bulanan” dan “tumbal” yang selalu dihina dari awal acara sampai acara lawakan tersebut berakhir. Mungkin tagline yang mereka miliki adalah “YANG JELEK LAYAK DIEJEK”. Padahal belum tentu yang jelek, pesek, dan pendek itu lebih buruk daripada yang mengejek. Bisa jadi mereka terpaksa mau dijadikan bahan hinaan lantaran tergiur oleh bayaran/honor yang tinggi. Banyak juga adegan menyakiti secara fisik, seperti dijatuhkan, didorong, dipukul, ditampar, ditendang, disiram air, ditaburi tepung, dll. Walaupun mereka beralasan “hanya bercanda”, tetapi bercanda kan tidak harus selalu menyiksa fisik. Seakan kelucuan itu hanya akan tercipta dengan cara-cara yang anarkis seperti mengejek, menghina, dan menyakiti secara fisik.

Mak ijah pengen ke Mekkah, tapi isinya hanya cerita yang nyaris tanpa makna. Joget-joget ga jelas dengan nyanyian-nyanyian yang ga bermutu. Mak ijahnya ga pernah muncul dalam film. Film ini menjual nama Mekkah, tapi ceritanya ga ada nyambung-nyambungnya dengan kota suci umat islam tersebut. Sangat disayangkan….

Tukang bubur naik haji, tapi isinya hanya adegan-adegan yang ga berkualitas dan alur cerita yang ga jelas. Tukang buburnya ga pernah muncul dalam film.

Intinya film-film tersebut judulnya bener-bener ga nyambung dengan filmnya. Sebodoh itukah orang indonesia, sampe-sampe GA BISA ngasih judul yang sesuai dengan isi filmnya. Bikin judul aja ga becus, gimana mau bikin cerita yang bagus?????????

Jangan harap tayangan kita sarat akan unsur-unsur pendidikan, moral, agama, akhlak, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jangan harap tayangan kita bisa memberikan wawasan baru.

Jangan harap tayangan kita bisa mengajarkan kearifan lokal.

Jangan harap tayangan kita bisa membuat cara berpikir kita jadi lebih maju.

Jangan harap tayangan kita bisa membuat kemampuan dan keterampilan kita jadi berkembang.

Jangan harap tayangan kita bisa mendukung pembentukan karakter yang positif.

Bukannya menjadi pintar, justru kita harus bersyukur kalo setelah menonton tayangan tersebut, “kadar kebodohan” dan “tingkat ketololan” kita tidak meningkat.

Banyak orang yang mengantisipasinya dengan cara memasang TV berlangganan atau TV kabel seperti Indovision, Okevision, TOP TV, YES TV, atau AORA TV. Tapi terkadang hal itu tidak terlalu membantu, karena selera dia tetap pada tayangan-tayangan nasional yang ga berkualitas. Toh pada kenyataannya yang ditonton tetap tayangan-tayangan lokal yang ga jelas…..

Memasang TV kabel hanya untuk gengsi dan pajangan saja, Hanya untuk pamer kepada orang lain bahwa dia mampu membayar iuran bulanannya dan mampu meningkatkan seleranya pada tayangan-tayangan dari luar negeri. Padahal cuma sebulan sekali dia menonton acara luar negeri, itu pun hanya untuk formalitas belaka. Ya TUHAAAAAAAAN….. sungguh memalukan……..

Yang lebih miris menyayat hati, lembaga pemerintah, organisasi agama, dan aparat yang berwenang melakukan pembiaran terhadap kebobrokan di dunia hiburan tanah air. Masyarakat kita yang memang sudah terbelakang ini justru dibiarkan tenggelam dalam kebodohan yang ditampilkan dalam tayangan hiburan yang tak bermutu.

Semoga saja di masa yang akan datang, akan ada perubahan positif di dunia pertelevisian kita. Sehingga tayangan-tayangan di televisi kita tidak lagi menjadi acara yang NYARIS “TANPA HIKMAH YANG BISA DIPETIK DAN MAKNA YANG BISA DIAMBIL”.

Saya rasa ini semua kebobrokan ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada pihak tertentu yang sengaja berkonspirasi untuk men-setting-nya dengan tujuan dan maksud tertentu..

Siapakah pihak itu???......

Ah…. Entahlah.

Mungkin hanya kecurigaan subjektif yang terlintas di benak Saya saja….

©The Famousz Gorgeousz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun