Pagelaran Piala Dunia 2022 telah usai, banyak sekali hal menarik yang dapat kita pelajari dari even sepakbola terbesar yang diselenggarakan 4 tahunan itu. Piala Dunia kali ini sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya. Kali pertama dalam sejarah penyelenggaraan Piala Dunia, Khusus edisi Qatar 2022 dilaksanakan pada Bulan November-Desember atau pada musim dingin di Barat. Selain itu, Pelaksanaan yang dilangsungkan di Qatar, yang merupakan notabene Negara ke-3 dalam event olahraga ini ( SepakBola). Namun, semua itu tidak lebih menggemparkan dari segala kebijakan-kebijakan yang ditetapakan oleh Qatar selama event berlangsung. Seperti yang telah kita ketahui, Qatar memberlakukan aturan ketat bagi setiap pengunjung bahkan para pemain itu sendiri selama penyelenggaraan Piala Dunia berlangsung. Larangan tersebut seperti, larangan menjual/mengkonsumsi alkhohol di tempat umum, larangan bagi orang-orang LGBT, larangan bagi pasangan yang belum menikah, serta perilaku beradap yang sesuai dengan norma/hokum yang berlaku di Negara tersebut ( Qatar).
Walaupun mendapatkan pertentangan yang serius dari pihak barat, Qatar tetap kukuh dengan segala kebijakannya melawan ancaman dan protes besar dari pihak barat. Hal ini menunjukkan bagaimana sebuah Negara yang sangat teguh memegang ideology negaranya.
Jika kita berkaca dari Qatar, Pemerintah Indonesia akan dihadapkan sebuah pertanyaan besar. Apakah kita mampu melawan pengaruh barat dengan pancasila? Apakah kita mampu mempertahankan kebijakan dari konfrontasi barat? Semua itu mampu dilakukan oleh Negara kecil seperti Qatar, maka kita sebagai Negara besar seharusnya mampu lepas dari bayang-bayang Negara-negara barat.
Lemahnya kita dalam melawan intervensi dari luar dapat dilihat dari beberapa persitiwa yang selama ini terjadi, Yaitu penjajahan secara mindsite para remaja dan anak di Indonesia. Banyak kehidupan-kehidupan yang bebas ala barat yang menyerang masuk ke dalam tatanan kehidupan di Indonesia. Selain itu, kampanye tentang LGBT yang merupakan isu paling dashyat saat ini di seluruh dunia. LGBT sendiri telah menyalahi sila ke-1 di dalam pancasila. Dunia barat cenderung menggunakan asas liberalisme, atau mengutamakan kebebasan Individu. Hal ini sangat berbeda dari Indonesia yang menerapkan pancasila sebagai Ideologi Negara.
Liberasisme memperbolehkan dan bahkan tidak membatasi setiap gerak Individu, termasuk dalam memilih keyakinan dan kehidupan perkawinan/ kecenderungan seks mereka. LGBT adalah salah satu hal yang dianggap menyimpang oleh semua agama besar di seluruh dunia. Banyak sekali pemuka agama yang terkenal di seluruh dunia mengecam tindakan LGBT. Indonesia yang merupakan Negara beragama/ mengatur tentang aspek kayakinan dari rakyatnya jelas berada sebagai penentang hal tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada kebijakan yang cukup keras dalam melarang orang-orang LGBT di Indonesia. Kampanye ini memang sering digembar-gemborkan oleh pihak barat melalui berbagai media, baik media sosial atau media massa.
Kasus Ragil yang sempat viral di Indonesi saat itu merupakan sebuah tanda Tanya besar untuk kita semua terhadap pemerintah. Bagaimana mungkin seorang guy secara terang-terangan memprokamirkn diri di Negara ini.
Bisa jadi tidak hanya Ragil, tetapi masih banyak dari mereka yang tidak terlihat/tidak diketahui.
Yang kedua merupakan masalah penistaan Agama, bagi dunia barat agama bukanlah sebuah kewajiban bagi setiap orang. Semua orang bebas memiliki ataupun tidak dengan agama. Hal ini berbanding terbalik di Indonesia yang sangat mengatur/mewajibkan salah setiap rakyatnya memeluk setidaknya 1 agama yang resmi di Indonesia.
Indonesia telah memiliki pancasila yang telah menjadi ideology/tujuan dari bangsa Indonesia. Bangsa barat telah menjajah kita dalam kurun waktu yang lama, maka kita wajib melawan segala bentuk penjajahan yang berubah modelnya. Jika saat itu kita diinjak-injak dengan sebuah sistem kolonialisme dan imprealisme, maka Istilah yang digunakan saat ini adalah Kapitalisme dan Liberalisme. Namun, pada hakekatnya hal itu adalah sama tujuannya yaitu menjajah kembali, bukan secara fisik namun, lebih menyerang mental rakyat Indonesia.
Dalam melawan Arus Barat yang sangat kuat dengan dukungan teknologi dan informasi yang mereka kuasai kita wajib waspada dan memeperkuat rasa Nasionalisme kita sebagai upaya untuk melawan segala pengaruh negative dari pihak Barat.
Qatar telah membuktikan dengan adanya event Piala Dunia kemarin, maka kita wajib membuktikan dengan mengatur dan menata ulang kembali segala aspek kehidupan secara menyeluruh sesuai dengan Ideologi Pancasila.