Mohon tunggu...
Fertina N M
Fertina N M Mohon Tunggu... -

like a book!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Surga yang Tercemar di Selatan Jawa

23 Oktober 2012   10:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:29 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia penuh akan surga, surga yang menjadi daya tarik warga dunia. Begitulah kata mereka. Sayangnya itu tidak disadari oleh warganya sendiri. Ironis. Saya rasakan sendiri.

Berdasarkan hal di atas, saya ingin menyambangi satu persatu surga itu. Melihatnya. Merasakannya. Dunia harus di rasakan sendiri, untuk mengetahui megahnya. Akhirnya pulau di selatan Jawa menjadi startnya. Sempu itu lah nama yang dikenal untuk pulau itu. Begitu lah yang saya dengar dari beberapa teman yang sudah mendatanginya lebih dulu. Surga yang masih belum tersentuh komersialisasi, yang sepertinya sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia.

Setelah gagal tiga kali mengunjungi, akhirnya saya berangkat bersama ketiga orang teman saya. Perjalanan yang kami tempuh tidak lah perjalanan yang mudah. Kami harus menggunakan kereta ekonomi, satu angkot, dua mobil elf dan perahu nelayan. Serta butuh waktu berjam-jam untuknya. Letih memang, terlebih kami harus berjalan kaki satu jam untuk sampai ke Segara Anakan, tempat kami dan wisatawan lain berkemah.

Apalagi terkadang, saya menyaksikan juga ketamakan manusia di wajah-wajah yang saya temui. Membuat kelehitan berlipat ganda. Perjalanan di dalam hutan pulau Sempu sangat menguras emosi, perhatian dan tenaga. Setidaknya bagi kami, yang bukan berasal dari tim pencita alam, SAR atau pun pendaki gunung. Apalagi barang yang kami bawa pun terlampau banyak untuk sekedar berkemah, sehingga saya, sebagai satu-satunya wanita di rombongan kami, juga harus membawa banyak barang.

Saya tidak peduli saat itu, yang saya peduli sebentar lagi saya akan bertemu dengan surga dunia yang tidak akan pernah ditemukan di Ibu kota. Jadi selalu saya yakinkan dalam diri untuk tetap kuat. Ketika akhirnya kami sampai, awalnya seperti fatamorgana. karena yang pertama kami lihat adalah kejernihan dua warna airnya. hingga akhirnya benar-benar sampai. Kekecewaan lah yang timbul.

Sebagai manusia dan bagian dari warga negara Indonesia, saya kecewa dan bingung. Apa sebenarnya budaya yang turun-temurun dari nenek moyang? Karena yang saya saksikan bukan lah surga yang utuh, tapi yang sudah di masuki oleh setan, yang di larang masuk ke surga oleh Tuhan. Mereka meninggalkan kebodohan dan kemaluannya di surga itu. Indra pengeliatan dan penciumanmu lah yang berguna di sini. Sampah bertebaran bukan saja sampah dari luar, tapi juga sampah dari perut pun terlihat! Tidak cukup sampai di situ, bau pesing pun menjadi makanan hidungmu.

Banyak orang di luar sana, mengatakan banyak orang yang tersesat ketika melewati hutan untuk sampai atau keluar dari Segara Anakan. Sehingga ketika kami sampai di Sindang biru, tempat untuk menyebrang ke pulau Sempu, kami memutuskan untuk menyewa pemandu karena kami sampai sudah sore hari. Karena kelelahan kami tidak sempat menghafal jalan saat itu. Ketika akhirnya kami pulang dan kami putuskan untuk tidak menggunakan jasa pemandu. Mengejutkan, Kami tidak tersesat sama sekali dan waktu yang kami tempuh pun tidak lebih dari satu jam!

Berterima kasih lah kepada orang-orang yang meninggalkan jejak melalui kebodohan dan kemaluannya. Seperti layaknya film petualangan, mereka mau berbaik hati meninggalkan jejak untuk wisatawan-wisatawan selanjutkan yang akan mengunjungi surga yang tidak lagi surga berkat tangan dan pikiran mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun