Terbitnya Peraturan Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau merupakan salah satu pemicu utama berkembangnya mobil dengan harga murah dan low cost green car.
Mobil murah dapat memperparah kemacetan di Jakarta yang selalu terjadi dibeberapa ruas jalan karena peminatnya yang banyak dan masyarakat yang cenderung bersifat konsumtif. Selain harganya yang murah, contohnya mobil Daihatsu Ayla yang dibanderol kisaran 75-120jutaan juga dapat menempuh sekitar 22km dengan menghabiskan satu liter bahan bakar pertamax. Hal tersebut membuat beberapa masyarakat ibu kota tergiur untuk memilikinya.
Belum terlihat kesenjangan tentang mobil murah ini sejak diluncurkan pada 9 September 2013 lalu. Karena pemesan mobil murah ini cukup tinggi, contohnya Toyota Agya yang dipesan oleh sekitar 15.000 pemesan dan Daihatsu Ayla yang dipesan mencapai 20.000 unit. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya respon positif dari pasar.
Penyebab menariknya masalah ini adalah pro dan kontra dari tokoh-tokoh penting di Indonesia. Menurut Marzuki Alie yang pro dengan munculnya mobil murah ini adalah untuk memperkuat industri Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN 2015, dalam hal ini misalnya adalah mengembangkan bidang otomotif. Jika Indonesia tidak dapat mengimbanginya, Indonesia akan terus dibanjiri mobil murah dari negara lain.
Selain itu orang nomor dua di Indonesia, yaitu Boediono, berharap tidak ada yang menghalangi pembelian mobil. Namun setiap orang yang memiliki mobil pribadi harus dikenakan biaya saat berkendara di Jakarta dan secepatnya meningkatkan transportasi massal di Jakarta.
Berbeda halnya dengan Joko Widodo alias Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta yang kontra tentang adanya mobil murah ini karena khawatir akan merusak program Jokowi dalam menangani kemacetan dan justru akan memperparah kemacetan lalu lintas di Ibu Kota Jakarta. Hal tersebut bisa saja terjadi karena masyarakat cenderung memilih untuk menggunakan mobil murah tersebut daripada menggunakan transportasi umum. Padahal pemicu utama kemacetan di ibu kota ini adalah terus meningkatnya kendaraan pribadi roda empat yang saat ini sudah seharusnya dikurangi. Sedangkan tata letak dan infrastruktur jalanan Ibu Kota Jakarta belum siap untuk menampung meningkatnya kendaraan roda empat, belum lagi transportasi massal yang belum terealisasi saat ini.
Berbagai upaya dilakukan oleh Jokowi-Ahok untuk mengurangi kemacetan di ibu kota salah satunya adalah mengurangi menjamurnya kendaraan roda empat pribadi dan LCGC di Jakarta dengan meningkatkan infrastruktur transportasi massal dan yang saat ini sedang hangat dibicarakan adalah penghapusan BBM bersubsidi di Jakarta. Transportasi massal di Jakarta terus diperbanyak, dikembangkan, lebih murah, dan nyaman. Beberapa transportasi yang menghubungkan Jabodetabek seperti bus APTB dan commuterline juga sudah mengalami kemajuan. Walaupun masih ada transportasi umum seperti monorail yang sampai saat ini belum terealisasi. Namun upaya tersebut belum bisa menyadarkan masyarakat ibu kota agar beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal.
Sampai akhirnya Jokowi-Ahok akan menghapuskan BBM bersubsidi di ibu kota untuk mengurangi peningkatan mobil murah. Menurut orang nomor dua di Ibu Kota Jakarta, yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bila rencananya ini terealisasi untuk pengguna mobil pribadi saja akan mengurangi kemacetan di Jakarta, karena mobil pribadi tidak boleh mengisi BBM subsidi di Jakarta. Selain itu anggaran negara yang akan digunakan untuk BBM bersubsidi dapat dihemat dan digunakan untuk program lain yang lebih produktif.
Bagaimana dengan pendapat anda? Pro atau kontra?
Sumber:
http://news.liputan6.com/read/701293/kontroversi-mobil-murah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H