Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotherapist, Professional Executive, Founder Rumah Hipnoterapi, Founder Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Begini Cara Saya Mendukung "Net-Zero Emissions"

6 Oktober 2021   09:34 Diperbarui: 6 Oktober 2021   10:38 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
10 Negara penyumbang gas emisi terbesar di dunia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-ter

Konferensi Perubahan Iklim di Paris tahun 2015 silam, mewajibkan negara industri dan maju mencapai Net-Zero Emissions (Nol Bersih Emisi) pada tahun 2050.

Sebenarnya net zero emissions bukan berarti berhentinya umat manusia memproduksi emisi. Secara alamiah, manusia dan dunia tak bisa dihentikan untuk menghasilkan emisi.

Seorang manusia bernapas saja menghasilkan karbondioksida (CO2). Jika dikalikan dengan jumlah manusia sebanyak 7,8 miliar, emisi karbon dari napas manusia bisa berkontribusi 5,8% terhadap volume emisi karbon tahunan.

Lantas emisi seperti apa yang dimaksud? Well.. kawan, nol bersih emisi disini mengacu pada karbon negatif. Artinya, emisi yang diproduksi manusia bisa diserap sepenuhnya sehingga tak ada yang menguap ke atmosfer.

Emisi merupakan zat-zat pembuangan yang beracun dan dapat membahayakan makhluk hidup serta mencemari lingkungan. 

Secara umum, emisi biasanya berbentuk gas, dimana gas tersebut berubah menjadi polutan karena merupakan sisa pembakaran yang tidak sempurna. Polutan kemudian bisa mencemari sifat oksigen yang dibutuhkan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Emisi dapat diserap secara alamiah oleh pohon, air dan tanah. Melalui reaksi kimia yang kompleks ketiganya memproses emisi karbon dalam siklus fotosintesis. CO2 yang bereaksi dengan zat dan gas lain akan membentuk reaksi kimia yang kemudian bisa melepaskan karbon serta oksigen.

Oksigen tentu sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup sedangkan karbon dibutuhkan sebagai bahan dasar logam. Namun jika emisi yang terus-menerus dihasilkan dalam jumlah besar tidak diimbangi dengan kapasitas penyerapannya, inilah yang kemudian menjadi masalah besar bagi umat manusia sekarang.

Naiknya emisi gas ke atmosfer menyebabkan timbulnya efek pemanasan global. Gas-gas emisi seperti karbondioksida (CO2), nitrogendioksida (NO2), metana (CH4), perfluorokarbon (PFC), hidrofluorokarbon (HFC) dan sulfur heksafluroida (SF6) dapat menangkap panas matahari sehingga membuat suhu di bumi semakin panas. Hal ini biasa disebut dengan istilah Gas Rumah Kaca (GRK).

Sepanjang emisi tidak terlepas ke atmosfer, maka ia hanya akan menjadi polusi dan dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis.

Sayangnya sejak revolusi industri tahun 1750 yang ditandai dengan ditemukannya mesin uap, konsentrasi gas rumah kaca naik signifikan. Hal tersebut disebabkan penggunaan bahan bakar fosil secara masif hingga sekarang.

ilustrasi bumi di dalam rumah kaca. https://i1.wp.com/www.amazine.co/wp-content/uploads/2012/04/efek-rumah-kaca2.jpg?resize=600%2C360
ilustrasi bumi di dalam rumah kaca. https://i1.wp.com/www.amazine.co/wp-content/uploads/2012/04/efek-rumah-kaca2.jpg?resize=600%2C360

Hanya dalam kurun waktu 3 abad, gas rumah kaca yang sebelumnya diperkirakan 280 part per milion (ppm) naik menjadi 414,3 ppm. Menebalnya gas rumah kaca membuat kemampuan bumi dalam melepaskan emisi ke luar angkasa menjadi berkurang. Alih-alih dilepaskan, emisi dan panas matahari justru dipantulkan kembali ke bumi.

Kondisi tersebut membuat suhu bumi semakin lama semakin panas. Bumi seperti berada dalam rumah kaca yang suhunya naik pelan-pelan karena banyaknya panas dan gas emisi yang terperangkap di dalamnya.

Ilustrasi gas rumah kaca. https://4.bp.blogspot.com/-3i_86r83_yA/VOMokSST2kI/AAAAAAAAAvQ/k9H870vzDWs/w1200-h630-p-k-no-nu/efek-rumah-kaca.jpg
Ilustrasi gas rumah kaca. https://4.bp.blogspot.com/-3i_86r83_yA/VOMokSST2kI/AAAAAAAAAvQ/k9H870vzDWs/w1200-h630-p-k-no-nu/efek-rumah-kaca.jpg

Gas rumah kaca sebenarnya adalah proses yang alami. Atmosfer merupakan bagian yang dapat menyaring energi radiasi dari matahari. Radiasi yang berbahaya dari matahari disaring oleh atmosfer sehingga tidak membahayakan makhluk hidup yang tinggal di bumi.

Atmosfer juga berfungsi menjaga suhu bumi dengan kemampuannya menahan panas matahari agar tidak terlepas semua ke luar angkasa. Emisi yang dihasilkan oleh alam sebenarnya sudah cukup untuk membangun ekosistem di bumi.

Namun sekarang kemajuan teknologi dan beragam aktivitas manusia justru malah mengakselerasi bertambahnya gas-gas rumah kaca di atmosfer. 

Gas emisi yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil seperti mesin-mesin industri, alat transportasi, penggunaan peralatan elektronik hingga pemakaian listrik sehari-hari menambah daftar panjang penyebab pemanasan global.

Hampir semua gas emisi dari berbagai aktivitas manusia tidak mampu dilepaskan ke luar angkasa melainkan dipantulkan kembali ke bumi sehingga menyebabkan peningkatan suhu di bumi. Ketika suhu di bumi semakin panas, hal ini berdampak pada cepat mencairnya lapisan es di kedua kutub bumi.

Jika es di kutub utara dan kutub selatan terus mencair, maka akan menambah volume air di laut dan membuat permukaan laut semakin tinggi. Peninggian permukaan laut akan membawa dampak banjir serta perubahan iklim ekstrem yang belakangan ini kita alami. Bahkan bencana banjir di pesisir pantai dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil.

Para ahli memperkirakan suhu bumi akan naik 2°C jika jumlah gas rumah kaca di atmosfer mencapai 500 ppm. Angka tersebut adalah batas yang telah disepakati dalam Perjanjian Paris tahun 2015. 

Dunia diminta untuk mengurangi emisi mereka dan terus mendorong program penyerapan emisi sehingga bisa berkurang 45% pada tahun 2030 dan suhu tidak menembus 2°C pada tahun 2100.

World Research Institute (WRI) mencatat, lebih dari setengah jumlah gas rumah kaca global disumbang oleh 10 negara di dunia diantaranya Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Rusia, Jepang, Brasil, Indonesia, Iran dan Kanada.

10 Negara penyumbang gas emisi terbesar di dunia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-ter
10 Negara penyumbang gas emisi terbesar di dunia. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-ter

Indonesia sebagai salah satu negara peserta Perjanjian Paris 2015 telah menyatakan komitmen untuk menurunkan emisi mandiri sebesar 29% dan menurunkan emisi dengan bantuan internasional sebesar 41% hingga tahun 2030. Hal itu dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah disepakati.

Keseriusan pemerintah Indonesia untuk terlibat dalam upaya global menciptakan net zero emissions juga dapat kita lihat dari disahkannya Undang-Undang no 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim).

Dalam NDC disebutkan bahwa penurunan emisi di Indonesia akan difokuskan pada 5 sektor utama yakni Kehutanan, Energi, Pertanian, Industri dan Limbah. Oleh karena itu, mari kita dukung program nol bersih emisi dengan menerapkan beberapa hal sederhana dalam keseharian berikut ini. 

Saya menyebutnya 3M (Mencatat, Mengurangi dan Menyerap Emisi).

1. Mencatat Emisi

Mencatat Emisi. Sumber: dokumentasi pribadi
Mencatat Emisi. Sumber: dokumentasi pribadi

Jika kita bisa menghitung emisi yang kita hasilkan, maka kita bisa memahami berapa emisi yang perlu kita kurangi. Mencatat emisi merupakan langkah awal untuk mengatasi krisis iklim global.

Dengan mengetahui emisi yang dihasilkan, dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kesadaran untuk mengurangi dengan bermacam cara. Sebagai contoh dibawah ini merupakan simulasi emisi yang dihasilkan oleh saya dan keluarga. 

Anda bisa download dan instal aplikasi EMISI di Playstore Android.

Aplikasi EMISI. Sumber: tangkapan layar pribadi
Aplikasi EMISI. Sumber: tangkapan layar pribadi

Dalam 1 bulan, ternyata kami menghaslkan +/- 500 Kg CO2 atau 6.000 Kg per tahun. Sejak saat itu saya menyadari betapa besar emisi yang telah kami hasilkan, oleh karena itu mengurangi emisi menjadi hal yang sangat perlu untuk dilakukan. Misalnya mematikan peralatan elektronik jika sudah tidak terpakai, mengurangi pemakaian listrik dengan mematikan beberapa lampu di malam hari dan lain-lain.

Dengan melakukan berbagai penghematan pemakaian energi setidaknya kami bisa berkontribusi dalam net zero emissions. Yuk Kawan Hemat Energi itu Keren!

2. Mengurangi Emisi

Bike to Work. Sumber: dokumentasi pribadi
Bike to Work. Sumber: dokumentasi pribadi

Upaya mengurangi emisi sangat penting dilakukan untuk menciptakan net zero emissions. Apalagi jika perilaku tersebut dijalankan secara konsisten dan skala besar. 

Contoh, jarak rumah saya dengan kantor +/- 5 km. Pada saat saya menggunakan mobil untuk berangkat dan pulang kerja, maka saya menghasilkan 50 Kg CO2 per bulan atau 600 Kg per tahun.

Sebagai upaya mengurangi emisi, maka sekarang saya melakukan shifting (mengganti) kebiasaan menggunakan kendaraan saat kerja dengan bersepeda ke kantor alias Bike to Work.

Dengan total jarak tempuh pergi pulang sejauh 10 km, maka selain mengurangi emisi, badan juga terasa lebih sehat dan segar. 

Bike to Work. Sumber: dokumentasi pribadi
Bike to Work. Sumber: dokumentasi pribadi

Bayangkan jika setengah saja dari 191 juta masyarakat Indonesia usia produktif mengganti kebiasaan berangkat ke kantor naik kendaraan pribadi dengan berjalan kaki, bersepeda atau naik angkutan umum, maka dapat mengurangi emisi sebesar 2 - 3 Milyar Kg CO2. Dahsyat bukan? Jadi Yuk Bike to Work!

3. Menyerap Emisi

Menanam Pohon. Sumber: dokumentasi pribadi
Menanam Pohon. Sumber: dokumentasi pribadi

Selain mencatat dan mengurangi emisi, ada satu hal yang tak kalah penting yakni memastikan penyerapan emisi secara alami. Kerusakan ekosistem Pohon (Hutan), Air (Laut), dan Tanah bisa sangat merugikan karena ketiga unsur tersebut memiliki fungsi krusial dalam penyerapan emisi yang dihasilkan.

Umumnya 1 batang pohon dewasa mampu menyerap hingga 2.800 Kg CO2 per tahun. Oleh sebab itu penting bagi kita semua untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam melakukan upaya-upaya menjaga dan mengembalikan ekosistem serta pelestarian alam. Salah satunya adalah dengan gerakan penghijauan (menanam pohon).

Bibit Pohon Rambutan. Sumber: dokumentasi pribadi
Bibit Pohon Rambutan. Sumber: dokumentasi pribadi

Satu orang satu pohon bisa sangat berarti untuk kelestarian bumi yang kita tempati. Nggak mahal kok kawan, pengalaman saya membeli satu bibit pohon rambutan kisaran harga 30 ribu, tetapi dampaknya bisa dirasakan selamanya dan menjadi warisan anak cucu kita. Mari Menanam Pohon di sekitar rumah!

***

Demikian cara saya dalam mendukung net zero emissions. Mari kita menjadi pahlawan emisi dan pejuang bumi untuk kelangsungan hidup umat manusia yang lebih baik.

"Tak perlu hal besar untuk mengubah dunia, mulailah dari hal kecil karena setiap perubahan akan membawa kebaikan" The Architect.

-AP-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun