Mohon tunggu...
Ahimsa Murfi
Ahimsa Murfi Mohon Tunggu... Dosen - dosen/Politeknik Negeri Malang

vi veri veniversum vivus vici

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Untuk Perempuan yang Dibesarkan oleh Seorang Wanita

9 Juni 2018   04:14 Diperbarui: 9 Juni 2018   04:53 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Di suatu masa, ada seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh seorang ibu yang patah hatinya. Ibunya adalah wanita yang dibesarkan dengan penuh rasa bangga oleh ayahnya. Dibesarkan dalam kasih sayang kedua orang tuanya dengan menanamkan perilaku hormat kepada dirinya sendiri. Namun segala yang mereka tak pernah cukup untuk melindunginya dari patah hati. Dari laki-laki yang merupakan ayah dari anak perempuan tersebut lah, segala kebohongan dan caci-maki ia dapatkan. 

Dan untuk segala pilu dan dendam yang ia rasakan, ia bersumpah untuk membuat anak perempuannya jauh lebih berharga. Menjadi berharga, sehingga hanya laki-laki yang mampu memantaskan anak perempuannya bak wanita terhormat lah, yang mampu mendekatinya. 

Ada. Ada anak perempuan yang dibesarkan dengan martabat. Dididik dengan sebaik-baiknya pendidikan, agar ia mampu memecahkan masalah dalam hidupnya sendiri. Diperlakukan seolah ia adalah perempuan yang bisa melakukan apapun, tanpa perlu berpangku tangan, menunggu bantuan orang lain. Ia mampu menjaga dirinya sendiri. Menjadi utuh dengan dirinya sendiri, tanpa menggunakan kehadiran laki-laki sebagai objek yang bisa ia salahkan ketika hidupnya tak berjalan sesuai keinginannya. Ia tahu bagaimana bertanggung jawab atas dirinya sendiri

Ada. Ada anak perempuan yang tumbuh besar dengan cinta kepada ayahnya, sekalipun ayahnya tak pernah hadir dalam hidupnya. Namun sebesar apapun kerinduannya terhadap ayahnya, tak akan mampu ia menyambung jarak antara ia dan ayahnya sendiri. Dipisahkan oleh pilu dan dendam yang ibunya rasakan, ia tahu tak seharusnya ia menjadi seperti ibunya. Ia tahu bagaimana berdiri di atas kakinya sendiri, mandiri sebagai wanita, namun juga tak lupa bagaimana menghargai kehadiran laki-laki dalam hidupnya. 

Ibunya tak membanjirinya dengan kasih sayang, dan berharap akan ada laki-laki yang akan mencintainya dengan cinta yang sama besarnya dengan cinta yang ia miliki. Ibunya membesarkannya dengan harapan ia bisa mencintainya dirinya sendiri, sebelum mencintai laki-laki yang kelak akan menjadi suaminya. Manjadi mandiri bukan pilihan, begitupun untuk menjadi perempuan yang dapat menjaga dirinya sendiri (dengan martabat). Dan ketika cinta muncul dalam hidup anaknya, ibunya tahu pasti bahwa anaknya tidak memilih bersama lelaki hanya karena ia membutuhkan sesuatu apapun darinya. Melainkan, karena sebenar-benarnya penghargaan dan cinta yang ia punya untuk laki-laki tersebut. 

Untuk berjalan beriringan anak perempuan, yang kini telah menjadi wanita itu memilih untuk berkomitmen dalam pernikahan dengan seseorang. Untuk membesarkan demi sebaik-baiknya perlakuan laki-laki kepada anak perempuannya itulah, ibunya berjuang selama ini. 

Tulisan ini aku tulis untuk perempuan yang dibesarkan dengan sebaik-baiknya pendidikan oleh kedua orang tuanya. Untuk perempuan yang tahu arti kata mandiri, di tengah 'tren' untuk menjadi manja. Untuk perempuan yang memilih untuk menjadi kuat, sekalipun laki-laki di luar sana merasa lebih nyaman dengan perempuan yang bergantung kepada mereka. Untuk perempuan yang tahu benar apa itu esensi menjadi wanita, ketika tuntutan menjadi perempuan yang tak berpikir panjang untuk menerima pinangan semakin populer. Untuk perempuan yang tahu harga dirinya, sekalipun ia harus menunggu kehadiran laki-laki yang tahu harga diri wanita tidak terletak pada sekedar paras ayunya.

Tulisan ini juga untuk kau, laki-laki yang tak pernah tahu betapa kuat seorang perempuan mampu memperjuangkan dirinya sendiri. Dari ibu yang kuat dan penuh cinta, serta ayah yang menghargai anak-anaknya: anak perempuan akan mampu menghargai dirinya sendiri dan anak laki-laki akan belajar bagaimana menghargai perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun