Mohon tunggu...
Herman Wahyudi
Herman Wahyudi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga\r\nOrganisasi: Himpunan Mahasiswa Islam (HMI-Yogyakarta)\r\nMulai menulis sejak: 2009\r\nMinat: Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seksualitas Remaja Harus Direspon Secara Proporsional

23 September 2012   10:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:52 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seksualitas remaja, khususnya mahasiswa, memang bukan hal baru untuk diperbincangkan. Banyak buku-buku, jurnal-junal, dan media massa, yang berbasis survey/riset mengupas habis tentang seksualitas dikalangan mahasiswa, atau yang familiar disebut dengan sex in the kost. Seolah-olah realitas tersebut merupakan hantu sosial yang begitu menakutkan.

Sebuah contoh, sembari mengingat memori di tahun 2002, riset fenomenal yang menggemparkan oleh Iip Wijayanto tentang virginitas, terbit di Jawa Post, dipersentasekan bahwa mahasiswi Yogyakarta 97,05 persen tidak perawan dimasa studinya. Terlepas dari berbagai kontroversi tentang sampling yang digunakan oleh Iip, faktanya, hasil riset tersebut berimbas pada munculnya persepsi tentang perilaku pergaulan bebas mahasiswa secara berlebihan. Sehingga membuat masyarakat was-was untuk mengizinkan anak-anaknya kuliah ke luar kota, terutama bagi mereka yang perempuan.

"Aku nggak diizinin kuliah oleh orang tua karena khawatir akan pergaulan bebas disana. Orang tua kan memandang pergaulan bebas sebegitu seremnya," kata Mutamainnah, mahasiswi INSTIKA, dulu STIKA (Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman Annuqayah) Sumenep Madura, yang gagal kuliah ke Yogyakarta karena kekhawatiran orang tua yang berlebihan. "Dibilang sayang sih iya, tapi kayaknya alasan yang paling pas karena ya khawatir akan pergaulan bebas itu," lanjut Iin (sapaan akrab Mutmainnah) ketika diwawancarai melalui telepon selulernya.

Realitas ini sedikit memberikan indikasi bahwa masyarakat cenderung terbawa akan cerita cerita, berita-berita yang diwacanakan media massa mengenai pergaulan bebas dunia mahasiswa. Masyarakat dibuat terlarut pada suatu situasi sosial yang tidak lagi kondusif. Hingga pada prakteknya, fenomena jadul namun menjamur inipun harus diakui telah banyak "memakan korban."

Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY, Maysur Zaki, menjelaskan riset-riset mengenai pergaulan bebas mahasiswa yang kadangkala dilebih-lebihkan dapat membuat moral panic. "Moral panic secara teorinya, itu membuat orang tidak punya banyak pilihan, selain jawaban-jawaban yang normatif-agamis. Makanya apapun tiba-tiba dilarang. Nah, maka benar setelah hasil riset itu kan muncul peradaban yang seolah-olah gimana lah," tutur Zaki saat di temui di Kantornya. Tampak mimik mukanya yang mulai serius, setelah sebelumnya selalu mengajak kami bercanda dan bergelak tawa, juga tak jarang ngakak bareng.

Pria berjaket hitam itu lebih menitik beratkan pada akibat yang ditimbulkan dari adanya hasil-hasil riset yang secara gamblang dipaparkan kepada publik. Walaupun memang disisi lain dia juga menyangsikan kebenarannya. Terutama pada aspek pengambilan sample penelitian.

"Sebetulnya kalau kita mau riil, dalam konteks riset yang pernah kita lakukan tidak separah itu, tidak seperti yang dibayangkan banyak orang," ungkap pria bertubuh gempal itu. "Data dari SKRRI (Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia) tahun 2007, itu ternyata mengasilkan angka perilaku seksual remaja umur 15-24 tahun sekisaran 5 persen. Makanya saya bilang jangan-jangan itu (hasil riset, Red.) memang dilebih-lebihkan," lanjutnya.

Alumnus Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga itu juga menegaskan agar masalah seksualitas dikalangan mahasiswa direspon secara proporsional. Tidak kemudian menggembar-gemborkan hasil-hasil riset dengan angka-angka yang fantastis Sehingga tidak lantas menonjolkan aspek moral panicnya. "Karena kalau sudah moral panic, panik secara moral, reaksi yang muncul terbatas," papar pria kelahiran Ciamis itu.

"Pada pinsipnya, pria humoris pemilik tinggi badan standard itu tidak setuju dengan hasil-hasil angka riset yang terkesan terlalu dilebih-lebihkan. "Bukan dalam arti harus ditutup-tutupi ya, namun lebih pada agar bagaimana kasus itu diangkat dalam kerangka untuk menyiapkan alternatif-alternatif solusi yang tidak hanya pada sebatas persoalan moral semata," Zaki menegaskan.

"Ada pendekatan lain yang lebih realistis. Bukan berarti moral tidak realistis ya, tapi kadangkalanya perlu diperkuat dengan hal-hal lain yang lebih sportif dan langsung mengena. Misalkan dengan memberikan pendidikan tentang Kespro (kesehatan reproduksi)," Lanjut Zaki mantap, seraya senyum yakin dan membetulkan duduknya.

Zaki mencontohkan bagaimana kasus video Aril Paterpan pada 2010 silam yang juga sempat menimbulkan moral panic membuat masyarakat tidak bepikir panjang. "Orang panik apa kongkrit dilapangan? Razia Hp di sekolah-sekolah. Gak mengerti bahwa remaja juga punya hak privacy. Nah, bagi teman-teman yang menjadi mitra PKBI ketika ada kasus serupa, karena tahu ya gak perlu panik kayak gitu, karena sudah ada pendidikan Kespro yang mempuni. Dan mereka akan mangkel sendiri. Gak perlu razia-razia Hp segala. Teman-teman kan sudah diberi pengetahuan bagaimana menjaga atau bahkan mengelola dorongan seksual," tandasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun