[caption id="attachment_204252" align="alignright" width="540" caption="Sumber foto: http://www.merdeka.com/"][/caption] Dilantiknya Joko Widodo dan Basuki Tjahya Purnama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta menjadi tanda episode baru Jakarta dimulai. Sebuah episode yang tercipta dari sebuah perjuangan panjang nan melelahkan. Banyak cerita tentang Jokowi – dalam perjalanannya menuju Jakarta 1. Namun, yang lebih penting dari membahas cerita seorang Jokowi adalah harapan warga Jakarta terhadapnya yang begitu besar.
Seperti diberitakan banyak media, warga Jakarta sejatinya masih merasa “ketar-ketir” terhadap sosok pemimpin barunya itu. Barangkali hal itu disebabkan oleh karena latar belakang Jokowi (sapaan akrab Joko Widodo) yang masih saja di lihat sebagai “orang kampung” dari Solo. Diatas kertas, Jokowi boleh saja pernah menjabat sebagai Wali Kota Solo selama dua periode berturut-turut. Namun demikian bukan berarti menjadi garansi bagi warga Jakarta untuk percaya seutuhnya terhadap sosok Jokowi. Perolehan suara yang tidak terlalu terpaut jauh dengan Fauzi Bowo, juga menjadi gambaran umum betapa warga Jakarta sesungguhnya masih “gamang” dalam mempercayakan kepemimpinan Ibu kota; antara “melupakan” Foke (sapaan akrab Fauzi Bowo) dengan “menyambut” Jokowi atau sebaliknya.
Banyak kalangan menganggap kemenangan Jokowi hanya karena faktor media yang membackup secara terus-menerus figur Jokowi. Bahkan salah seorang dari tim sukses Foke-Nara dalam sebuah stasiun televise swasta pernah mengatakan bahwa sesungguhnya “kami kalah hanya karena faktor bagaimana memposisikan diri di media”. Begitulah kira-kira kutipan kalimat yang bisa penulis ingat dari perkataannya. Intinya, Jokowi sesungguhnya telah berhasil menciptakan “mimpi indah” bagi warga Jakarta, meskipun (mungkin) Jokowi sendiri bahkan tidak punya mimpi untuk Jakarta. Jangankan membangun Jakarta, mimpi untuk tinggal di Jakarta barangkali tidak pernah ada dalam pikirannya. Jokowi hanya selalu bilang “saya diamanahi partai”, begitulah aku Jokowi setiap kali ditanya wartawan.
Namun, siapapun Jokowi, dari manapun asalnya, kampung atau kota, saat ini dialah Gubernur sah pilihan warga Jakarta yang harus selalu di dukung. Kebijakannya, mimpi-mimpinya tentang Jakarta yang mulai dirajut harus di apresiasi oleh warga Jakarta selagi orientasinya demi mewujudkan Jakarta kearah yang lebih baik. Dan apapun hasilnya, menjadi konsekuensi logis dari keputusan yang telah diambil oleh mayoritas warga Jakarta untuk “melupakan” Foke.
Sosok Jokowi, tentu bukanlah Ali Sadikin, bukan Sutiyoso, bukan juga Fauzi Bowo yang episode kepemimpinannya telah usai seiring bergulirnya waktu. Ali Sadikin, Sutiyoso, Fauzi Bowo memberikan ceritanya sendiri sewaktu memimpin Jakarta. Kritik, sanjungan, tentunya sudah mereka lalui selama memipin Jakarta. Ada yang dianggap baik, memberi konstribusi yang besar bagi Jakarta. Ada yang dianggap buruk, tidak memberikan konstribusi berarti bagi Jakarta, itu semua menjadi cerita dari episode perjalanan mereka selama menjadi pemimpin Ibu Kota.
Dan adapun Jokowi, adalah episode terbaru yang alur ceritanya patut kita “saksikan” sampai akhir, patut kita kritik bila tidak baik, begitu juga patut kita sanjung bila mampu memberikan kepuasan diakhir cerita. Bagaimanapun Jokowi merupakan masa depan Jakarta, sementara Foke dan yang lainnya adalah masa lalu yang harus selalu menjadi pelajaran penting bagi Jokowi, bagaimana membangun Jakarta kearah yang lebih baik. Adil, makmur, sejahtera serta berkeseimbangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H