Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang secara serius melawan wabah Covid-19, pertumbuhan kasus dari hari ke hari sangat signifikan penambahan kasus dengan tingkat resiko kematian yang tinggi, berdasarkan data kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 893 kasus Positif dan 76 orang Meninggal dunia (sumber : Covid19.go.id Tgl. 27 Maret 2020).
Bukan hal yang mengherankan jika adanya permintaan berbagai pihak kepada Presiden Republik Indonesia untuk menetapkan pemberlakuan Lockdown di Indonesia sebagaimana telah dilakukan oleh negara-negara lain dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19, sebut saja seperti China, Italia, kota paris di Perancis, Polandia dan beberapa negara lain yang terpapar Covid 19. Lalu bagaimana ketentuan mengenai Lockdown berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia?
Lockdown, secara harfiah artinya dikunci atau penutupan akses keluar atau masuk. Jika istilah ini digunakan pada masa pandemi penyakit seperti sekarang (wabah Covid 19), lockdown bisa diartikan sebagai penutupan akses masuk maupun keluar suatu daerah atau negara yang terpapar oleh Covid 19. Sesungguhnya Istilah lockdown bukan terbatas penggunaannya untuk kejadian penyebaran wabah virus/atau penyakit, tetapi juga keadaan tertentu yang mengaharuskan pemerintah mengambil kebijakan untuk menutup akses keluar masuk suatu daerah atau negara, misalnya disebabkan oleh adanya ancaman perang atau adanya ancaman kerusuhan dengan skala besar. Dan sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus bagaimana definisi dan syarat opsi lockdown untuk diterapkan di Indonesia.
Jika Mengacu pada Peraturan Perundang-undangan di Indonesia istilah atau frasa Lockdown Tidak dikenal, namun istilah Lockdown jika hanya dibatasi pengertiannya sebagai pembatasan aktivitas orang dalam sekala besar dalam suatu wilayah maka Pengertian Lockdown mendekati Pengertian Karantina Wilayah sebagaimana diatur Pasal 1 ayat (10) Undang - undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penyelenggaraan Karantina Wilayah diatur dalam Pasal 53 sampai Pasal 55 Undang - undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Undang-undang dimaksud mengatur syarat-syarat, dan bagaimana pelaksaanan dari karantina wilayah serta mengatur pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Karantina Wilayah di Indonesia.
Lalu melihat kondisi yang terjadi di Indonesia, dimana Pergerakan wabah Covid 19 sejak ditemukan kasus pertama sampai dengan saat ini mengalami peningkatan kasus yang sangat siginifikan. DKI Jakarta adalah salah satu daerah di Indonesia yang mengalami penyebaran wabah Covid 19 yang cukup besar dibandingkan daerah-daerah yang lain, dan saat inipun DKI Jakarta masuk sebagai wilayah Red Zone (Zona Merah) dengan peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan dengan  515 orang teridentifikasi positif Covid 19 dan 49 Orang meninggal dunia (Sumber : kompas.com Tgl. 26 Maret 2020). Penetapan status daruratpun dilakukan oleh Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan 91 (Sembilan puluh satu) hari kedepan sejalan dengan Permintaan World Health Organization (WHO) kepada Presiden Republik Indonesia untuk menetapkan Indonesia dalam status darurat penyebaran wabah Covid 19. Jika melihat kondisi factual di lapangan dan indicator penetapan status darurat oleh BNPB seharusnya beberapa wilayah di Indonesia yang mengalami pertumbuhan kasus penyebaran wabah Covid 19 yang siginifikan segera di berlakukan Karantina Wilayah. Namun sampai dengan saat ini Pemeritah Pusat dann Pemerintah Daerah hanya sebatas memberikan himbaun kepada masyarakat berupa Social Distancing atau Psysical Distancing.
Apabila kita merujuk Undang - undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Pemerintah Pusatlah yang memiliki tanggung jawab dalam menetapkan suatu wilayah diberlakukan atau tidak status Karantina Wilayah, termasuk bertanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat yang sedang diberlakukan Karantina Wilayah. Namun karena di Indonesia menganut system Desentralisasi dan Otonomi Daerah berdasarkan Undang- undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah maka setiap Kepala Daerah memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak termasuk mengambil opsi penutupan akses keluar masuk wilayah yang biasa dikenal dengan Lockdown. Dasar hukum yang dapat digunakan oleh kepala daerah adalah Pasal 65 ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi :
"Kepala daerah berwenang mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;"
Pasal tersebut memberikan legitimasi kepada kepala daerah untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan dalam keadaan mendasak yang dibutuhkan daerahnya seperti penanganan wabah Covid-19, walaupun secara koordinasi bertentangan dengan kebijjakan  Pemerintahan Pusat. Dan secara social politik pertanggungjawaban Kepala Daerah adalah kepada masyarakat di daerah yang dipimpin bukan kepada Pemerintah Pusat. sehingga sudah sewajarnya Kepala Daerah mengambil kebijakan berdasarkan kondisi masyarakat yang dipimpinnya.
Penulis adalah Direktur Firma Hukum MT & Partners dan Mahasiswa Pascasarjana FH UI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H