Dominasi Dolar: Awal hingga Saat Ini
Sejak akhir Perang Dunia II, dolar Amerika Serikat (USD) telah menjadi fondasi utama sistem keuangan global. Melalui sistem Bretton Woods pada tahun 1944, dolar dipatok pada emas dengan nilai tetap USD 35 per ons, sementara mata uang lainnya dipatok pada dolar. Dengan kekuatan ekonomi dan cadangan emas terbesar di dunia, Amerika Serikat memastikan dolar menjadi mata uang cadangan global yang dipercaya. Sistem ini memberikan stabilitas keuangan global hingga berakhir pada tahun 1971, ketika Presiden Richard Nixon menghentikan konvertibilitas dolar ke emas dalam langkah yang dikenal sebagai Nixon Shock.
Meskipun sistem Bretton Woods runtuh, dominasi dolar terus berlanjut, terutama melalui perdagangan internasional dan investasi. Menurut International Monetary Fund (IMF, 2023), lebih dari 60% cadangan devisa global disimpan dalam bentuk dolar AS, dan sekitar 88% dari transaksi valuta asing global melibatkan dolar. Sistem ini memberikan Amerika Serikat kekuatan geopolitik yang luar biasa, termasuk kemampuan untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang dianggap mengancam kepentingannya, seperti Rusia dan Iran.
Namun, dominasi ini menciptakan tantangan besar bagi negara-negara berkembang. Ketergantungan pada dolar membuat mereka rentan terhadap kebijakan moneter AS, seperti kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve. Kebijakan ini dapat memicu arus keluar modal besar-besaran, melemahkan nilai tukar mata uang lokal, dan meningkatkan beban utang negara berkembang yang berdenominasi dolar. Dalam konteks ini, munculnya BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi sebuah langkah penting untuk menciptakan tatanan keuangan global yang lebih inklusif.
Munculnya BRICS: Misi dan Ambisi
BRICS dibentuk pada tahun 2009, di tengah krisis keuangan global, dengan tujuan utama mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan Barat. Berawal dari konsep yang diperkenalkan oleh Jim O'Neill dari Goldman Sachs pada tahun 2001, kelompok ini pada awalnya terdiri dari Brazil, Rusia, India, dan China (BRIC). Pada tahun 2010, Afrika Selatan bergabung, menjadikan aliansi ini BRICS.
Dengan populasi yang mencakup 40% dari penduduk dunia dan kontribusi ekonomi sebesar 25% dari PDB global, BRICS memiliki ambisi untuk menciptakan sistem ekonomi global yang lebih adil dan multipolar. Upaya ini mencakup beberapa strategi utama:
De-Dolarisasi: Mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan dan transaksi internasional dengan mendorong penggunaan mata uang lokal.
Pembangunan Infrastruktur: Melalui New Development Bank (NDB), BRICS mendanai proyek-proyek pembangunan di negara berkembang.
Mata Uang Bersama:Â Membahas kemungkinan penciptaan mata uang bersama untuk mendukung perdagangan intra-BRICS dan meningkatkan stabilitas ekonomi.
De-Dolarisasi oleh BRICS
Langkah de-dolarisasi menjadi inti strategi BRICS untuk menciptakan kemandirian finansial. Upaya ini meliputi:
Perdagangan Mata Uang Lokal:
India dan Rusia telah mulai menggunakan Rupee dan Rubel dalam perdagangan bilateral, khususnya untuk transaksi minyak. Hal ini menjadi respons langsung terhadap sanksi Barat terhadap Rusia yang memotong aksesnya ke sistem keuangan berbasis dolar. Di sisi lain, China terus mempromosikan Yuan sebagai alternatif dalam perdagangan lintas negara, memperluas pengaruhnya di Asia dan Afrika melalui inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI).Mata Uang Bersama:
BRICS sedang mendiskusikan kemungkinan menciptakan mata uang bersama yang dapat digunakan dalam perdagangan intra-BRICS. Meskipun langkah ini memiliki potensi besar, tantangan seperti perbedaan struktur ekonomi dan stabilitas mata uang antar anggota menjadi hambatan utama. China, misalnya, menyumbang 70% dari total PDB BRICS, sementara Afrika Selatan hanya sekitar 3%, menciptakan ketidakseimbangan kekuatan ekonomi.Peran Yuan China:
Yuan kini menjadi mata uang cadangan kelima terbesar dunia, menurut IMF (2023). Peningkatan penggunaan Yuan, terutama di negara-negara yang terlibat dalam proyek BRI, menunjukkan upaya serius China dalam mendorong de-dolarisasi global.
Tantangan dan Kelemahan BRICS
Meskipun memiliki visi yang ambisius, BRICS menghadapi beberapa tantangan utama:
Ketidakseimbangan Ekonomi:
China mendominasi ekonomi BRICS, yang dapat menimbulkan ketegangan dalam aliansi. Ketimpangan ini juga menciptakan risiko bahwa kebijakan kolektif lebih mencerminkan kepentingan China dibandingkan anggota lainnya.Ketegangan Politik Antaranggota:
Hubungan antara China dan India sering kali tegang akibat sengketa perbatasan, mengurangi tingkat kepercayaan dan koordinasi antara kedua negara. Selain itu, sanksi Barat terhadap Rusia membatasi peran Rusia dalam aliansi.Keterbatasan Infrastruktur Keuangan:
BRICS memerlukan sistem pembayaran lintas negara yang independen untuk mendukung perdagangan mata uang lokal. Saat ini, mereka masih bergantung pada sistem berbasis Barat seperti SWIFT, yang sering menjadi alat geopolitik.
Kebangkitan Tatanan Keuangan Baru
Langkah-langkah yang diambil BRICS mencerminkan kebangkitan dunia multipolar dalam sistem keuangan global. Dengan mendanai lebih dari USD 30 miliar melalui NDB, BRICS menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi mitra pembangunan yang andal. Selain itu, diskusi tentang mata uang bersama, meskipun masih dalam tahap awal, mencerminkan ambisi mereka untuk menciptakan sistem alternatif yang lebih stabil.
Konflik geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan AS-China, telah mempercepat pergeseran ini. Sanksi terhadap Rusia, misalnya, mendorong negara-negara berkembang untuk mencari jalur alternatif di luar sistem berbasis dolar. Dalam konteks ini, BRICS menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan sistem keuangan global yang ada.
Kesimpulan
BRICS telah menjadi kekuatan utama yang menantang dominasi dolar AS dalam sistem keuangan global. Dengan strategi seperti de-dolarisasi, promosi perdagangan mata uang lokal, dan penguatan institusi seperti NDB, aliansi ini bertujuan menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan adil. Meskipun menghadapi tantangan internal, seperti ketidakseimbangan ekonomi dan ketegangan politik, BRICS memiliki potensi besar untuk menjadi katalis perubahan.
Keberhasilan BRICS akan sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk mengatasi hambatan ini dan membangun kepercayaan antaranggota. Dengan komitmen yang kuat, BRICS dapat menjadi simbol perubahan menuju dunia multipolar, di mana dominasi satu mata uang atau kekuatan ekonomi tidak lagi menjadi norma. Apakah BRICS mampu merealisasikan visi ini? Hanya waktu yang akan menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H