Proses turunnya Alquran adalah bagian dari penyamapaian pesan-pesan atau berita langit kepada manusia. Tanpa bermaksud berdebat, Muhammah bin Abdullah adalah penyampai pesan dari langit itu.
Tradisi intelektual Islam juga memperkenalkannya dengan istilah rasulullah, Rasul Allah atau utusan adau penyampai pesan-pesan Allah.
Perlu dingat di periode awal Alquran, makkiyah, surat-surahnya turun dengan bahasa yang lugas singkat dan jelas. Tak sedikit yang mengikuti budaya sastra saat itu.
Susunan kata dan kalimat Alquran punya langgam dan bait tersendiri. Teratur, indah, dan memikat. Diksi atau pilihan katanya kaya tidak membosankan.
Sebagai contoh, kitab-kitab tafsir seperti jalalain, yang menuliskan asbabul nuszul sebuah ayat suci Alquran adalah bagian dari kerja jurnalistik. Mencari berita, memverifikasi, menge-check lalu recheck, dan melakukan balancing dan rebalancing adalah kerja-kerja jurnalstik.
Sebab-sebab turunnya ayat 99 surah Albaqarah  dalam Tafsir Imamain Jalalain, disebutkan kali pertama oleh Ibnu Abi Hatim dari jalur keturunan Said atau Akramah dari Ibnu Abbas dan bertanya Ibnu Suriah kepada Nabi Muhammad, “Ya… Muhammad! Apa yang dating kepada kita telah kita ketahui dan apa yang diturunkan Allah kepadamu telah jelas, maka turunlah ayat itu.
Untuk menjaga kebenaran sebab-sebab turunnya ayat itu, Imam Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin bin Abdul Rahman (dua Jalal) memverifikasi dengan kisah yang lain dari Malik bin Saiif…
Sampai di sini, saya ingin menegaskan lagi, bahwa tradisi penyampaian sunnah, atau perkataan (hadist, dari kata hadasah), perbuatan Rasulullah yang dikatakan kepada sahabat-sahabatnya adalah bagian dari penyampain pesan, khabar tentang ajaran Islam kepada umat, sahabat.
Sepeninggal Rasulullah, sunnah nabi diwariskan atau diriwayatkan secara sistematis oleh sahabat, ke tabiin, tabiit tabiin, secara sistemastis.
Dan disinilah awal tradisi jurnalistik mulai dibangun. Para imam-imam hadist seperti Buhari dan Mulsim adalah jurnalis-jurnalis tangguh yang coba mencari kabar tentang sunnah nabi, dengan melakukan verifikasi faktual di lapangan.
Untuk mencari kebenaran riwayat satu hadis (perkataan nabi) soal niat (inna mal a’malu bi niat) umpanya, Imam Buhari misalnya menulis perawi hadis itu pertama kali, lalu mencari rujukan ke sahabat, atau keturunannya dari satu kampung ke kampug lain.